3. Ancaman.

2.9K 179 5
                                    

Happy reading.

o0o

Stefan mematik korek apinya ke rokok yang sudah menempel di bibirnya. Ia bersandar di dinding dengan memejamkan matanya sejenak. Sesekali ia menghembuskan asap rokoknya ke udara. Dirinya berada di atap sekolah untuk menunggu seseorang datang. Sendirian, tanpa temannya.

Suara ketukan sepatu membuat Stefan tersenyum miring. Dia membuang rokoknya ke samping lalu menegakkan tubuhnya. Stefan menatap orang itu dengan tenang.

"Kau membuatku menunggu lama," ucap Stefan di selingi dengan tertawa kecil. Dia memasukkan tangannya ke saku celana abu-abunya.

"Apa mau mu?" Tanya orang itu dengan nada suara bergetar.

"Bagaimana jika ku katakan aku menginginkan mu, Veronicha anastasya?"

Ana mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Demi apapun Ana sangat menyesal telah datang kemari. Dirinya dijebak oleh seseorang dengan mengatakan jika Arion yang memanggilnya kemari. Harusnya Ana abaikan saja tadi. Tapi, dia pikir Arion ingin mengatakan sesuatu atau hanya sekedar mengajaknya mengobrol.

"Kau!" Ana mendesis kesal karena laki-laki di hadapannya ini.

Stefan hanya terkekeh melihat Ana yang sudah begitu kesal padanya. Wajah Ana bahkan sampai memerah karena kesal dengan sikapnya. Ia akui jika dirinya sudah kelewatan dengan menipu gadis ini untuk datang ke rooftop.

"Sudah lah, lupakan." Kini raut wajah Stefan berubah menjadi datar. Tidak ada lagi tawa menjengkelkan yang ada di wajah tampannya. Tentu hal itu membuat Ana jauh lebih waspada akan hal ini.

"Kau sangat antusias bertemu dengan Arion, hm?" Tanya Stefan dengan mengambil satu langkah mendekat ke arah Ana. Ana yang merasa jika Stefan mendekat pun mundur satu langkah kebelakang.

"Kau menyukainya?" Satu langkah lagi. Stefan maju dan Ana mundur. Begitu seterusnya.

"Kau belum memaafkan ku?"

"Kau masih membenciku?"

Tubuh Ana bergetar hebat ketika akses mundurnya terhalang oleh dinding. Kini dia hanya bisa menatap cemas ketika Stefan kembali maju satu langkah mendekat kepadanya.

Ana mulai menangis ketika Stefan mengurungnya dengan kedua tangan di sisi kepalanya. Dia tidak berani menatap mata tajam milik Stefan. Lantai jauh lebih aman untuk ia tatap.

"Kau--" Stefan tidak melanjutkan ucapannya. Dia memperhatikan raut wajah ketakutan Ana.

"Itu sudah sangat lama Ana. Tidak bisakah kau melupakannya?" Tanya Stefan dengan nada frustrasi. Ia sudah muak melihat raut ketakutan Ana ketika berada di dekatnya. Jauh berbeda ketika Ana berada di dekat Arion. Tentu Stefan membenci hal tersebut.

Ana hanya terisak. Kenapa Stefan dengan mudahnya mengatakan hal itu. Melupakan masa lalu bukanlah hal mudah. Ana tidak sanggup membayangkannya.

"Aku mohon, jangan ganggu aku lagi." Kini Ana mengangkat wajahnya. Menatap Stefan dengan sendu, seolah dunia Ana akan hancur jika Stefan berada di dekatnya.

Stefan hanya menatap Ana datar. Enggan menjawab atau mengatakan apapun. Stefan membuka mulutnya seperti akan mengatakan sesuatu, namun ia urungkan. Stefan menghembuskan nafasnya kasar.

"Jauhi Arion," kata Stefan masih dengan nada datar.

Dengan cepat Ana menggeleng tanda tak setuju. Apa hak Stefan untuk menjauhkannya dari Arion. Jika pun dia punya hak, tetap Ana tidak mau menurutinya. Ana bukan bonekanya, ia berhak menentukan pilihan.

Why You AgainWhere stories live. Discover now