03. Ranting Dan Bayang

70 14 25
                                    

"Jangan main-main dengan harap. Walau hanya berupa bisikan lirih dalam hati. Karena kita nggak pernah tahu, mana yang didenger malaikat dan mana yang duluan dikabul!"

_Sabilla_

※※※※※※※※※

"Kali ini gue nggak sakit!" Jerit Kirana pelan. Berlari memeluk Sabilla yang duduk di akar pohon beringin besar bersama para teman regunya.

Tubrukan tiba-tiba yang gadis itu terima, membuat dirinya limbung. Sebelum kemudian tubuh keduanya terjengkang kebelakang.

Kejadian itu sontak menjadi opera dadakan yang membuat ledakan tawa sekitar mereka. Daun dan rumput-rumput kering menempeli mereka. Dua tubuh gadis yang berlumuran lumpur itu semakin tampak seperti Tentara pasukan khusus yang sedang berkamuflase.

"Kiran, lo ya!" Hardik Sabilla.

Namun seperti biasa, Kirana dan keceriannya yang tak terpisahkan. Gadis itu justru cekikikan menerima pelototan galak dari sahabatnya.

Hari ini para panitia sungguh luar biasa memperlakukan mereka. Sedari selesai upacara pembukaan, peserta MOS langsung diberi sambutan manis dengan permaian kuis.

Soalnya sih, tidak susah. Hanya mencakup materi yang telah lalu. Tentang tanggalan bersejarah, pangkat kuadrat, geometris, lambang unsur juga nomor atomnya, muatan proton-elektron serta hukum Coulomb dan Newton. Tapi sungguh, mencari jawaban dengan kepala habis di jemur itu tidak bijak. Pusingnya sampai mau meninggoy!

Untung saat memasuki tengah hari, para peserta di biarkan istrahat cukup lama. Untuk makan, beribadah dan mendinginkan otak. Sebelum para peserta dihadapkan pada inti dari kegiatan hari ini, Outbound.

List permainannya beragam. Dari permainan yang mengharuskan para peserta bergelantungan, menjeburkan diri ke air, hingga bergulingan di lumpur pun para panitia hadirkan.

Maka tak heran, setelah permainan usai penampilan setiap peserta merata. Bermandikan lumpur.

"Lo tau nggak? Dibanding simpanse, lo lebih mirip kuda nil. Eh, apa babi?"

"Heh, ngaca!" Protes Kirana menoyor pelan kepala sahabatnya.

Keduanya kini duduk bersisian, saling membersihkan dedaunan yang tersesat di rambut mereka. Mengantri bersama di tempat pemandian umum yang disediakan. Ada panitia perempuan yang mendampingi. Tujuannya agar lebih tertib. Perorang mendapatkan jatah 10 menit untuk mandi. Cukup adil.

"Gue udah nggak sabar deh pengen officially jadi anak SMA. Keren gitu kayaknya pake almamater SMA Gandari," ujar Kiran memainkan batu krikil yang dia temukan.

"Gue nanti mau pamer sama Mama juga. Beliau pasti bangga banget lihat gue," imbuhnya.

Sabilla tersenyum, haru menelusup dadanya. Sejak hari pertama dia membawa Kirana pulang ke rumah Eyang, gadis itu sama sekali tak sungkan untuk menceritakan dirinya.

Kirana bilang dia dua bersaudara, Papanya duda. Mama Kirana meninggalkan mereka bertiga untuk selamanya, ketika gadis ceria ini masih berumur 7 tahun. Sungguh ketidak beruntungan yang amat disayangkan. Karena begitu melihat Ayah Kirana tempo hari, Sabilla yakin keluarga Kirana adalah keluarga harmonis yang bahagia.

"Iya, Tante pasti bangga. Putrinya yang tipe anak es-de ini, udah bisa pake seragam anak remaja."

"Dih, ngatain mulu dari tadi!"

"Pujian itu, Kiran. Artinya, lo imut!"

"Heh, hati gue nggak berbunga. Artinya lo nggak tulus!"

"Ya lo, salah beli pupuk. Makanya gersang, nggak subur!"

Tied UpDonde viven las historias. Descúbrelo ahora