27. G.A.P

27 6 9
                                    

"Kadang gue nggak bisa membedakan mana larut mana tenggelam.
Sebab tiap yang berkaitan dengan lo begitu candu.
Melarung melupa waktu, lalu memilih tenggelam dalam asa mengabai logika."

_Amarendra Haris_

==========

"Gila! Ini kamar apa galeri?"

"Tiap sudut isinya kalau bukan barang antik, ya foto. Jiwa kolektorku aktif seketika!"

"Gue tahu cewek lo emang cakep. Tapi baru ngeh bisa se-fotogenik gini, Capt!"

Irfan, Windu dan Ethan. Ketiganya asik membeo, mengamati koleksi barang-barang di kamar Amar. Tepatnya kini pada kumpulan album foto dan pernak pernik couple ala-ala Amar dan Sabilla yang tersimpan di satu etalase khusus.

"Punya adik unyu-unyu, manis gak ketulungan. Terus diberkahi pacar yang modelan keturunan ningrat. Kan jadi pengen nikung saya!"

Sedetik saja Windu telat menghindar, kamus tebal bersarang tepat di wajahnya.

"Etdah, Capt! Canda, deposit amat!"

"Posesip, Belegug!" ralat Ethan tak santai melempar kaleng kosong minuman soda kearah Irfan.

[Belegug : bodoh (makian kasar)]

Tak memperdulikan keributan yang terjadi, Amar kembali membalik lembaran buku catatan.

Alasan keberadaan para makhluk-makhluk astral ini di kamarnya tak lain karena mereka memaksa untuk belajar bersama. Padahal setiap pori-pori kulit mereka pun tahu jelas, semua bualan belaka.

Terbukti, Avery dan Jaya lebih tertarik memainkan game perang ala-ala Air force serial terbaru. Irfan, Ethan dan Pandu-- trio absurd itu malah menjelma jadi wisatawan dari jaman batu. Sungguh, Amar tidak mengerti lagi jalan pikiran mereka. Satu yang absen, Rama. Pemuda itu jelas lebih memilih bertahan di sarang!

"Kak, lo--eh, maaf-maaf! Gue nggak tahu lagi pada kumpul."

Para penghuni kamar serentak menengok ke arah pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka. Sabilla muncul di sana bagai pesulap yang baru saja keluar dari kotak besi.

"Yang..."

Amar memberi kode agar mendekat. Alih-alih menurut, Sabilla justru menggeleng. Amar pun langsung bergerak cepat menuju kekasihnya yang lama menghilang. Okelah, kata menghilang mungkin terlalu berlebihan. Tapi selama ujian berlangsung Sabilla menetapkan peraturan untuk mengurangi intensitas pertemuan mereka. Sabilla ingin supaya Amar lebih berkonsentrasi belajar. Padahal, bagaimana bisa berkonsentrasi, kalau setiap melihat pergantian angka jam, yang terlintas selalu Sabilla.

Over-act? Sabodo teuing!

"Udah lama?" Amar menautkan tangan mereka. Jaga-jaga andai kekasihnya ini berniat melarikan diri setelah menemukan kamarnya dipenuhi makhluk merkayangan.

"Barusan," lirih Sabilla lalu melirik ke belakang pundak Amar. "Lo lanjut, gue balik ke kamar Kirana."

"Enggak. Mereka juga udah mau pulang."

Mendengar pengusiran tanpa basa-basi pemilik rumah, para remaja yang tadinya asik menikmati suasana pun langsung berbenah. Mereka mungkin sering tak tahu diri, namun bukan berarti tak bisa menghargai privasi. Kalau kata Ethan sih, mereka adalah perusuh beretika tinggi.

"Gue pulang ya! Dadah Sabilla cantik! Kalau bosen sama Capt, gue always ready. Gak perlu buka pre-order!"

Irfan tergelak girang setelah berhasil menggoda tuan rumah yang sudah berbaik hati mengantar kepulangan mereka. Walau dia harus merelakan bokong semoknya jadi korban sambitan sendal. Tak apalah, setidaknya satu kantong plastik besar penuh jajanan hasil jarahan mereka, cukup membayar.

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang