32. Dongeng Realita

18 6 13
                                    

"Meratapi kesedihan yang terjadi dibolehkan, tapi ingat, jangan terpaku di sana.

Sulit pasti, tapi hidup harus tetap berjalan.

Makanlah sedikit lebih banyak lagi, bertahan lah sekali lagi. Lalu hidup lah, sedikit lebih lama lagi."

-Tied Up-

===============

Sabilla pikir seharian ini akan berlangsung membosankan. Sebab Alfarezi, Si lelaki bejat berarogansi dan egosentris tinggi itu, malah memilih ngamuk-ngamuk di istananya. Meradang akan posisinya sebagai calon Mentri ESDM, terancam digulingkan.

Nyatanya sore ini, dia justru mendapatkan telpon dari Mbak Agis, Si Ibu Dokter dengan gelar spesialis serba bisa -bisa-bisanya ngibul- mengabari bahwa Syifa kembali histeris dan minta bertemu dengannya. Sabilla menyanggupi dan membawa serta Kuso bersamanya.

Meski cukup sulit sewaktu meminta ijin agar bisa berangkat sendiri, tapi akhirnya Maserati Ghibli merah yang dikemudikannya berhasil tiba di sebuah bangunan satu lantai. Di sebelah kiri pagar gerbang, terdapat plang besar bertuliskan "Royal Care-klinik dan salon hewan."

Begitu berada di dalam, alunan instrumen musik bernada lembut menyambut.

"Vaksin dan perawatan, Kak," ujar Sabilla jelas begitu resepsionis menanyai keperluannya.

"Karena baru pertama berkunjung, tolong isi data dirinya dulu ya, Kak."

Seraya mengisi formulir sesuai data yang diperlukan, netra gelap Sabilla menangkap jelas pergerakan di area luar sana dari layar cctv di meja resepsionis.

"Ck, ck, ck! Nggak cukup 2 orang. Lelaki itu kini mengirimkan 5 lelaki tua bangka untuk menemani bayi beruang bermain."

Sabilla abaikan komentar lirih dari pemuda telinga bertindik, si penjaga meja resepsionis. Menyerahkan formulir dan mengikuti arahan pegawai lainnya menuju bagian dalam dengan menenteng kandang Kuso.

Royal Care bagi warga biasa, tentu hanya tempat normal selayaknya klinik dan tempat perawatan hewan peliharaan mereka saja. Tetapi bagi Sabilla sendiri tempat ini bukan sembarang klinik, melainkan bascam terbaik untuk area 'bermain', selain satu ruangan di restoran bebek panggang milik Eyang gembul.

Membersamai pegawai tadi, Sabilla memasuki sebuah ruangan dimana terdapat satu ranjang kosong dan segala alat keperluan perawatan hewan.

"Jangan buat anak gue trauma," pesan Sabilla begitu menyerahkan kandang kucingnya.

Gadis itu berdiri menghadap badan pintu yang tertutup rapat. Meletakan jari kelingking tangan kanannya pada bulatan kecil kaca lubang intip, hingga sedetik kemudian muncul cahaya biru di permukaan badan pintu- membentuk tombol-tombol angka.

Setelah memasukkan kombinasi sandi, beberapa ubin lantai bergeser, menunjukan satu tangga tersembunyi menuju ruang rahasia.

Ketukan langkah kaki Sabilla mengayun pasti. Bergema di lorong yang diapit banyak ruangan-ruangan. Tentu saja bukan sejenis lorong gelap temaram dengan lampu berjenis 'hidup segan mati enggan' seperti di film-film thriller atau horor. Lorong ini terang, beberapa spot terdapat lukisan dan diisikan perabot layaknya sebuah rumah huni.

"Setelah sadar, selain menangis dan mengamuk, dia juga menolak makan," lapor Agis begitu bersimpangan dengan Sabilla di depan pintu ruangan, tempat di mana Syifa berada. Gadis itu membawa pengki kecil berisi pecahan piring kramik.

Sabilla mengangguk mengerti dan memutar gagang pintu. Dan sebagaimana telah di jelaskan rekannya tadi- isak tangis Syifa memenuhi ruangan yang kini tampak berantakan. Permukaan lantainya tercecer makanan.

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang