04. Hukum Newton

66 11 48
                                    

Makan malam apa kali ini?😄



"Dia bukan Cinderella karena payung yang dia tinggalkan. Juga pertemuan ini bukan lah kebetulan. Tapi kesempatan yang sayang untuk dilewatkan."

_aku_

※※※※※※※※※※※

"Gue kira tamu penting, taunya tamu nggak diundang!"

"Bilang aja lo kangen sama gue, Avery-very good."

"Jijik!"

Makian itu disertai tendangan yang mengenai kaki kursi. Tempat seorang pemuda berjaket calabasas windbreaker berwarna army serta celana jogger senada duduk mengangkat sebelah kakinya yang berbalut sepatu kets putih.

"Oih, Capt! Kapan datang?"

Satu lagi seorang pemuda yang memakai rompi panitia masuk menyusul.

"Panggil Kirana!"

"Curut! Disapa malah nyuruh!"

"Gak usah berisik, Tan! Cepet minta si Refa nganter dedek gemes itu orang ke sini. Kalau dia yang kelapangan, para siluman betina bakal epilepsi." Titah pemuda yang sudah berbaring nyaman di atas velbed portabel paling ujung.

"Siap, laksanakan! Bapak Avery Danadyaksa!" seru Ethan. Pemuda yang kini berdiri siap, memberi hormat ala-ala prajurit pada sang Ketua Osis.

"Diem, Tan! Atau gue balikin elo ke sungai."

"Sorry, nggak level! Gue buaya darat, bukan buaya kali."

Ethan menggedig bahu acuh, mengambil ponsel dan melakukan seperti apa yang diminta sang Ketua.

"Ngomong-ngomong lo tahu nggak, Capt? Bapak Avery kita yang terhormat ini punya saudara. Beda pabrik tapi berbagi satu nama."

"Maksud lo, ada Avery lain?"

"Ethan."

"Nehi-nehi, Capt. But another Danadyaksa," jawab Ethan mulai bergosip, mengabaikan peringatan pemuda yang namanya dijadikan topik utama.

"Tapi kayaknya bukan saudara. Lo inget gak, Capt? Minggu lalu kita nemuin itu anak tepar di makam Gedong. Gue curiga kalau dia sebenernya habis berkembang biak sama penguasa di sana. Jadi Danadyaksa yang ini, pasti anaknya si Avery!"

Sebuah baret melayang cepat ke arah Ethan, yang berhasil pemuda itu hindari. Namun nasib naas menimpa seseorang yang baru saja menyibak layer pintu tenda.

"Gelo! Sapa nih yang lempar?!" Sungut satu dari empat orang yang berdiri di sana.

"Tuh, tersangkanya udah tergolek pasrah di sana. Hajar, Du!" Ethan menunjuk sang Ketua Osis yang sudah menutup wajahnya dengan sebelah tangan.

"Kesempatan emas lo datang. Gaskeun!" sahut Irfan, pemuda yang berdiri paling belakang.

"Lo pasti berani kan? Jangan malu-maluin." Lanjut Arham, pemuda di sisi kanan si korban juga ikut mengompori. Sedang pemuda di sisi kiri, melenggang masuk tak perduli pada tingkah gila kawan-kawannya. Melepaskan rompi panitianya, dia berbaring di ranjang samping Avery yang terlihat tak ada pergerakkan lagi.

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang