Size 2: Girl Don't Cry

8.3K 2.4K 1.6K
                                    

⚠️Terdapat kata-kata kasar di chapter ini, harap bijak dalam membaca. Siapkan mental dan awas ketampar!⚠️

 Siapkan mental dan awas ketampar!⚠️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~oOo~

Kedua mata gadis itu melotot ketika pria di sana mengeluarkan sebuah korek api gas dari dalam kemejanya.

"PAPAH JANGAN, PAH!!!"

Benda tersebut jatuh dengan tarikan gravitasi. Koleksi yang kebanyakan terbuat dari kertas menyebabkan api lama-kelamaan menjalar dengan cepat. Begitu pula dengan asap abu yang kian meninggi.

Vibasta menoleh ke arah jendela, dia melihat anaknya yang malang menangisi barang yang ia anggap tidak berguna.

Selepas itu, dirinya berjalan keluar pekarangan untuk masuk ke mobil pribadinya.

"Pintu belakang! I-iya pintu belakang!" Liona segera berlari menuju bagian belakang rumah, terdapat sebuah pintu yang sudah lama tidak dipakai. Kayunya lapuk karena rayap dan kadang kemasukan air hujan.

Dengan cepat, gadis itu membukanya dan bergegas ke halaman depan sekitar lima puluh meter.

Liona langsung mengambil selang berwarna biru, memutar stopkeran, dan ia arahkan air ke tong sampah tersebut. Berharap ada koleksi yang masih bisa terselamatkan, walau kemungkinannya hanya satu persen.

Pagar yang berwarna putih terbuka, seorang lelaki berpakaian hitam serta mengenakan buff sedang menuntun motornya dan diparkirkan ke tempat garasi.

Ia melepas tali pengikat dagu untuk membuka helm, terlihat rambutnya berantakan seperti memberi kesan badboy. Tak lupa untuk menyabut kunci dan ia taruh di saku celana.

Cowok itu berjalan ke arah Liona, serta menurunkan buff untuk bertanya, "Ngapain lo? Gabut banget nyiramin sampah."

Gadis itu mengusap air mata serta mengatur napas, mendengar kata 'sampah' saja sudah membuatnya sakit kembali.

Ia melangkah ke tempat stopkeran tadi untuk mematikan air.

"Heh, congek! Bisu?"

Liona menelan ludah. "Koleksi gue dibakar papah," ujarnya bersedu seraya berjalan kembali ke tong sampah.

"Oh," singkatnya, lalu pergi meninggalkan Liona tanpa ada rasa peduli.

Ia merendah untuk berjongkok sambil mengeluarkan semua koleksinya satu per satu.

Tangannya bergemetar mengambil semuanya yang terlihat basah, terlebih lagi dengan koleksi yang berbahan kertas. Album, photocard, photobook, postcard, poster telah hangus ditelan api.

Hanya ada beberapa novel yang tidak ikut termakan si jago merah, tetapi menjadi lepek.

"Papah tega banget, ya Tuhan ...," pilu Liona, melihat semua itu ulu hatinya seperti ditusuk oleh belati yang paling tajam di dunia.

Ia memasukkan barang-barang tersebut ke trash bag tadi, untuk dibawa ke kamarnya dan dikeringkan dengan hair dryer.

Gadis itu melangkah masuk rumah dan langsung diberi pemandangan yang tidak menyenangkan.

Kakaknya yang bernama lengkap Arkhaya Anarka Putra, tengah bersantai di ruang keluarga dengan posisi duduk yang tidak sopan. Kedua kaki yang masih bersepatu ia taruh di atas meja, banyak camilan yang berserakan, serta minuman yang jatuh ia biarkan.

Ia tak mengenakan pakaian atas, terlihat badannya yang atletis karena sering berolahraga.

Dada bidang, jakun seukuran biji salak, otot lengan atas terbentuk, terlebih lagi perut sixpack-nya atau sering disebut dengan roti sobek yang kalau kata cewek-cewek, itu yang paling menonjol damage-nya, layaknya memberi vitamin A secara langsung.

Namun, hanya fisik baik satu-satunya kelebihan cowok itu. Berbanding terbalik dengan sifatnya, toxic.

"Hash! Lonte. Kok, bisa kalah, anying!" umpatnya sambil membanting joystick ke sofa. Arkhaya langsung mematikan televisi itu karena telah kalah berkali-kali.

Ia membuka camilan dan langsung memakannya, padahal masih ada makanan lain yang belum habis.

Dirinya melirik sinis ke arah seorang gadis yang diam di ambang pintu.

"Napa lo? Udah nangisnya? Cengeng banget jadi cewe." Arkhaya bicara dengan nada sarkastis.

Liona mencoba membuat benteng supaya air matanya tidak keluar, juga memasang perisai untuk melindungi hatinya yang baru saja rapuh.

Ia melangkah ke arah saudaranya sambil berkata, "Lo nggak ngerti perasaan gue."

Alisnya berpaut, tanda peperangan akan terjadi. "Ya iyalah, goblok. Lo aja pacaran sama cowok yang nggak nyata, ya mana gue ngerti, blok, goblok," cercanya sambil melempar camilan yang berbentuk stik, tepat di wajahnya.

"Pacaran, kok, sama fiksi. Seleranya gepeng-gepengan. Ngeri-ngerii...."

Gadis itu mendekat hingga menciptakan distansi kurang lebih setengah meter.

"Lo nggak bakalan ngerti!" Ia mendongak menatap kakaknya yang buang muka. Benteng pertahanannya telah hancur, air mata keluar ketika kelopak itu berkedip.

Arkhaya tertawa remeh. "Makanya jangan kebanyakan halu! Pantes jomblo, goblok, bodo, tolol, pendek akal," makinya sambil menunjuk keras tepat di tengah kening gadis itu.

Liona mengusap seluruh air matanya untuk membuat telapak tangan basah dan langsung menampar keras mulut Arkhaya. "Bajingan lemes banget kalo ngomong!" Kemudian ia meninggalkannya dengan perasaan yang sangat buruk.

Dirinya sudah tidak tahan lagi, sudah cukup hatinya dirusak oleh papahnya. Mendengar segala makian dari kakaknya membuatnya hancur bertubi-tubi.

"Shhh, cengeng sekali .... Penyakit halu, kok, dipelihara." Arkhaya menggeleng perlahan, serta tersenyum kemenangan ketika berhasil membuat adiknya menjadi gadis lemah.

~oOo~









Kemarin aku sempet bilang kalau ada yang seru di akhir chapter 2, pengin tau? Lihat di bawah ini!!!

MINI GAME
HALUNIVERSE

Jadi aku punya ide, selain baca cerita ini, pembaca juga bisa main game! Gimana? Oke? Have fun, guys!!!!!

Jadi aku punya ide, selain baca cerita ini, pembaca juga bisa main game! Gimana? Oke? Have fun, guys!!!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

AYO TEBAK, YANG SALAH PINDAH AGAMA

Clue: Telepon (Coba cek telepon di hp kalian, kalau mau ngecek kuota itu lho yang namanya telepon)

Eh, iya, tenang, chapter ini dikit karena BESOK BAKAL UPDATE LAGI!

Spam komen di sini untuk lanjut, 500 komen langsung tancap gas UP CHAPTER 3, OKE?

Tenang, udah siap kok chapter 3 nya, jadi kalo udah 500 komen langsung publish.

Terima kasih manusia HALU, see you tomorrow!!

The DimensionsWhere stories live. Discover now