"Dia datang, manusia pertama pembuka gerbang fiksi dan akan menghancurkan dinding dimensi."
•••
Liona, gadis berhalusinasi stadium akhir. Hobinya mengoleksi semua yang berhubungan dengan idolanya, pengin dapetin cowok fiksi, dan bercita-cita menikah...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Follow IG @aldirytm @paskha.id
Rp: @neon.alskr @liona.vbst @reinkarsa (new)
*Masa author cewe doang yang difollow😅
Eh, kalian kepikiran buat nge-vote cerita ini nggak, sih? Kayak ada niat dikit gitu? Wkwkw
Sehat selalu ya... yang vote cerita ini🙏♥️
*Kalo mau vote, internet diaktifkan dulu biar notifikasinya masuk
~oOo~
Tamara memegang bahu kanan temannya, layaknya seorang saudara yang memberi nasihat dan sahabat yang memberi dukungan. "Posisi lo di sini bisa berperan sebagai istri, kalo elo sayang sama mamah lo... wakilkan perasaannya," tuturnya.
Liona memejamkan mata, merasakan paru-parunya yang sedang berusaha bekerja mengatur jalan pernapasan, serta sekepal jantung yang tengah memompa darah yang meningkat sejak tadi.
"Lo cuma punya dua pilihan. Pergi ke sana cuma buat meluapkan emosi, atau pergi sama gue ke kolam renang. Inget, ini masalah keluarga bukan umum." Tamara memberi peringatan lagi.
"Hsssh... gue nggak bisa nahan emosi." Liona mengacak rambutnya yang telah disisir, sembari berjalan ke kasurnya lagi untuk duduk.
Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sebenarnya dia ingin menangis, tetapi sepertinya susah karena mungkin sudah banyak air mata yang dikeluarkan. Tentunya ia hendak menangisi mamahnya karena sudah dikhianati.
Tamara menyarankan, "Ya makanya itu ayo ke kolam renang biar lo merasa tenang, katanya lo pengin liatin roti sobek?"
Liona terdiam, perkataan tadi malah sama seperti berbicara dengan patung. "Ah, udahlah lama lo." Tamara berjalan untuk mengambil tas yang berada di samping kasur.
"Ck. Ya udah iya ke kolam renang." Liona memutuskan.
Dirinya memutar bola mata. "Gitu kek dari tadi, emosi aku."
Tamara mencangklong tasnya ke bahu sebelah kanan. Ia menyalakan ponsel sekadar memeriksa indikator persentase baterai. "Lo punya kabel cas, nggak? Batre gue lowbat tinggal dua belas."
"Di laci."
Gadis itu menarik kenop laci yang memiliki tiga tingkat berukuran sama. Di dalamnya terdapat benda yang ia cari, kabel chargertype C berwarna putih. Tamara memasangkan benda mungil itu ke konektor hp. Layarnya menyala dan menampilkan satu notifikasi dari maminya.
My Mami
Assalamualaikum, Anakku. Mami nanti mau beli makanan sekitar jam 2 lebih. Kamu mau nitip apa, Anakku?