Size 16: The Revenge

1.6K 488 67
                                    

Follow instagram author kiyowok ini😼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Follow instagram author kiyowok ini😼

@aldirytm
@paskha.id

Rp:
@neon.alskr
@liona.vbst
@reinkarsa

Yok bisa yok kasih vote, cuma pencet bintang di kiri bawah

Belajar menghargai dulu

Happy Riding, Soddd

Baca sampai akhir karena ada sesuatu😼

Baca Chapter 15: Confused dulu baru yang ini biar ndak bingung

~oOo~

Aroma kahwa yang khas menyeruak indra penciuman para pengunjung kafe, tepatnya di AlCoffe. Salah satu tempat yang menyediakan berbagai macam minuman kopi dan aneka hidangan lainnya. Ditambah ada ruangan bagian atas sebagai tempat untuk melihat matahari ayun-temayun yang indah dipandang dengan mata telanjang.

Desiran angin yang begitu sejuk bertabrakan dengan tiap-tiap rambut seorang pria yang sedang menatap langit. Dia meratakan rambutnya ke kiri, sialnya angin itu berhasil menyapu seluruh mahkota kepalanya hingga berantakan.

Ia menghela napas. "Aku sudah menghancurkan anak itu," katanya seperti tidak ada rasa penyesalan setelah melakukan hal tersebut.

Walaupun mulutnya tertutup oleh masker, dapat dilihat dari kedua mata wanita di dekatnya sedang tersenyum. "Kerja yang bagus," balasnya dengan mengelus punggung tangan pria itu.

"Sudah kuyakin dia sangat depresi." Dirinya tersenyum singkat.

Wanita tadi mengambil gelas berisi air kopi, menyeruput minuman itu untuk menenangkan pikiran. Ia meletakkan tempat minum tersebut sesuai dengan posisi kulacino. "Tapi, em... sepertinya masih kurang," ujarnya selepas mendengar cerita seorang ayah yang menghancurkan perasaan anaknya.

Ia mengernyit. "Kurang gimana? Aku rasa membakar koleksinya sudah cukup membuatnya menangis." Jika kalian bisa menebak pria tersebut adalah Putra Vibasta, maka jawabannya benar. Ia masih menatap wanita itu untuk menunggu jawaban.

Dirinya menoleh seraya menyingkirkan rambut yang menghalangi pandangan. "Jadi kamu berhenti gitu aja, Mas?"

Gelengan kepala darinya bisa menunjukkan jawaban dari perkataannya. "Bukan gitu, aku hanya ingin membuatnya sadar diri. Otaknya sudah berhalusinasi parah, dengan membuat koleksinya hancur... itu pasti menjadikannya introspeksi."

Wanita yang berumur mungkin sekitar empat puluhan tahun itu berdecak. "Percuma. Ingat, Mas, halusinasi nggak segampang itu dihilangkan," argumennya.

"Jadi, maksud kamu... aku harus menghancurkannya lagi?" Vibasta menurunkan volume supaya tidak kedengaran oleh orang lain.

The DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang