Chapter 6. Caraku menjagamu

1.6K 543 144
                                    

Sejak banyak senior tumbang oleh Dylano Khani, kelompok lelaki sekolah itu sepakat menjadikan Dylano ketua mereka

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sejak banyak senior tumbang oleh Dylano Khani, kelompok lelaki sekolah itu sepakat menjadikan Dylano ketua mereka. Bukan ketua RT, tapi ketua geng SMA. Walau Dylano sendiri merasa tak menerima pendaftaran anggota.

"Aku dengar katanya ulang tahun kakak kamu dirayain di Dubai?" tanya Edo yang mulai melakukan PDKT pada Dylano. Pria yang sedang didekati duduk santai di kursi kantin. Kakinya disandarkan di atas meja. Sama sekali tak ada suara ia keluarkan. Hanya lirikan matanya tertuju pada satu titik.

Gadis itu duduk sambil melirik ke samping kiri dan kanan. Mata Dylano menyipit. Tak ada makanan terhidang di atas meja Tiffany. "Buat apa ke kantin kalau nggak makan?" tanya Dylano.

"Kamu mau makan apa? Aku beliin," tawar Edo.

Dylano meliriknya tajam seperti belati habis diasah. "Punya uang berapa?" tegur Dylano.

"Masih ada sisa tiga ratus ribu," jawab Edo sambil merogoh saku.

Dylano mengeluarkan suara decakan dari mulutnya. "Masukin celengan masjid sana! Duit segitu doang, melarat!" Kaki Dylano turun dari meja. Remaja itu berjalan ke arah salah satu stand. Dylano ingat pernah melihat Tiffany memakan ayam pop dan terlihat lahap.

Baru akan memesan, Tiffany malah keluar dari kantin. "Ish! Ini perempuan emang nggak tahu diri!" protesnya. Terpaksa Dylano keluar dari antrean dan mengikuti gadis itu.

Tak jelas Tiffany pergi ke mana. Dylano hanya mengikuti seperti ekor dan tikusnya. Lelaki itu jalan mengendap tanpa suara di belakang gadis yang tak pernah diperhatikan seisi sekolah.

Ada gerombolan pria duduk di lorong. Mereka sempat melihat Tiffany dari kejauhan. Wajah cantik Tiffany begitu memikat. "Mangsa, tuh!" seru salah satu di antaranya.

"Gilalu! Dia orang miskin!" timpal yang lain.

"Jadiin mainan doang! Lumayan buat hiburan."

Obrolan itu sempat terdengar oleh Tiffany. Begitu gadis itu lewat, terdengar siulan keluar dari mulut gerombolan itu. "Cewek! Jalan bareng, yuk! Kukasih duit, deh!" ajak mereka.

Mata Tiffany sama sekali tak berpindah, tetap ke depan selurus langkahnya melewati gerombolan itu

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Mata Tiffany sama sekali tak berpindah, tetap ke depan selurus langkahnya melewati gerombolan itu. Mereka semua terpaku melihat keindahan tubuh Tiffany dari belakang. Dan beberapa detik kemudian, satu per satu pipi mereka jadi korban tamparab Dylano.

"Duh, njir! Sakit!"

"Heh, bangsat! Keparat! Beban negara! Sampah masyarakat!" Dylano toyor kepala mereka. Satu per satu mereka ditunjuk. "Kalau mau godain cewek, ngaca dulu, Anjing! Ganteng nggak, kaya setengah-setengah, goblok pulak! Ingat baik-baik wajah cewek itu! Dia punya Dylano Khani! Siapa yang nyentuh milik Dylano Khani, bakalan berkibar di tiang bendera! Ngerti!" ancam Dylano.

Para lelaki itu menggeleng. Mereka berdiri lalu kabur. "Nyali sama burung sama-sama kecil! Anjing saja masih lebih jantan!" umpat Dylano. Melirik ke arah Tiffany pergi, ia kehilangan gadis itu. Lekas Dylano lari mencari keberadaan Tiffany.

"Dari baunya ke arah sini!" Hidungnya mendadak sensitif. Ia turun ke arah halaman belakang di mana pohon-pohon ditanam untuk penghijauan. Ada jalan setapak ditengah rerumputan hijau yang terpotong rapi. Dylano memutar mencari pujaan hati hingga menemukan wanita itu ada di atas pohon.

Bukannya dihampiri, pria itu duduk di kursi taman. Ia perhatikan perempuan yang kini ada di atas pohon yang memiliki daun-daun kecil dan lebat. "Ngapain dia? Bunuh diri di sana mana ampuh," batin Dylano. Ia bertumpang kaki dan tangan melipat di depan dada.

Dari sini terlihat wanita bidikannya mengambil sesuatu dan dimasukan dalam sebuah plastik. Setelah terkumpul, lalu turun dari sana. Beberapa buah gadis itu makan. Senyumnya melengkung.

"Kayaknya dia suka itu." Dylano berdiri setelah kepergian Tiffany. Ia berjalan mendekati pohon tadi. Mendongak ke atas, terlihat buah-buah kecil bergantung di dahan berwarna kehijauan. Jelas yang merah sudah tiada diambili Tiffany semua. Dylano yang hanya melihat dari jauh berpikir buah itu hijau semua.

Pria itu petik salah satu dan diusap-usap ke kemeja seragam agar bersih. Tak sabaran, ia main masukan dalam mulut dan digigit dalam satu hentakan. "Cuih! Pait! Ini perempuan kenapa, sih? Benda ginian dia makan!" protes Dylano.

Ia lari ke kamar mandi dan langsung muntah. Salah satu kelemahan yang orang tak pernah tahu, Dylano tak bisa makan sesuatu yang pahit. "Hampir saja aku mati keracunan!" Ia melirik ke arah kaca di depan wastafel.

Tiffany mengambil buah kersen dari laci meja. Diam-diam ia makan saat jam pelajaran. "Manis banget," batinnya. Buah merah itu rasanya memang seperti air gula.

Terdengar ketukan di meja. Tiffany kaget sampai mendorong plastik buah kersennya semakin ke dalam laci. Ketika ia mendongak, ternyata Lorna.

"Kamu dengar, nggak?" tanya Lorna.

"Apa?" tanya Tiffany bingung

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

"Apa?" tanya Tiffany bingung.

"Waktu alarm kebakaran bunyi dan penyiram otomatis hidup, pelakunya Dylano! Dia ngebakar ban di depan kelas. Bukan kelas biasa, kelas dua belas! Bayangin!"

Tiffany menggelengkan kepala. "Emang nggak ada yang bisa hukum dia, ya? Itu sudah keterlaluan. Gara-gara dia, gambarku basah dan luntur," keluh Tiffany.

Lorna menggeleng. "Kalaupun ada yang bisa hentikan dia, seisi sekolah ini bakalan sangat berterima kasih sama orang itu."

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
DylanoOù les histoires vivent. Découvrez maintenant