Chapter 25. Di depan Mata

1K 499 88
                                    

Tiffany berjalan di trotoar sekolah. Ia tak pernah berharap Dylano datang menjemput. Tiffany tahu belakang pacarnya itu sibuk dengan basket. Akhirnya pergi sekolah tadi, Tiffany harus berangkat sendiri dengan angkot.

"Hai, jadi kamu yang katanya anak paling cantik di sekolah ini?" tanya seorang pria menghalangi jalan Tiffany.

Merasa terganggu, Tiffany berusaha menghindar. Hanya pria itu tetap menghalangi jalannya. "Aku Daniel, dari SMA sebelah. Perlu kamu tahu, aku suka sama kamu. Pacaran sama aku," ungkap pria itu.

Pria itu tak sendiri, ada lima teman bersamanya. Mereka sengaja berbaris ke samping untuk menghalangi jalan Tiffany. Mereka tertawa setiap kali Daniel melontarkan ocehan. Seperti puas melihat ekspresi tak suka di wajah Tiffany.

Tiffany diam. Ia menatap tajam pria di depannya.

"Jangan lihat aku galak-galak begitu. Aku makin suka. Siapa nama kamu? Tiffany?" Daniel membaca papan nama di kemeja seragam Tiffany.

"Kamu ngajak perempuan pacaran tanpa tahu siapa namanya?"

"Aku hanya tahu kamu cantik."

"Kalau begitu enyah dari hadapanku! Karena aku enggak suka laki-laki berpikiran pendek yang hanya menilai wanita dari kecantikan!"

"Jangan jual mahal, donk!" Di sana Daniel melakukan kesalahannya. Ia mengusap ujung rambut hitam dan panjang Tiffany. Dengan kesal Tiffany menepis tangan Daniel.

"Lebih baik kamu pergi! Kamu enggak tahu lagi berurusan sama siapa? Sebelum kamu nyesel, lebih baik pergi." Tiffany tahu pria itu sudah kurang ajar dan pantas dihukum. Namun, ia lebih tahu hukuman dari Dylano tak pernah sepadan dan malah lebih.

Terbukti dalam hitungan detik kepalan tangan mendarat di pipi Daniel hingga pria itu terjungkal. Melihat pelaku, lima rekannya yang lain langsung kabur ketakutan. "Dylano!" teriak mereka lalu pergi dari sana.

Daniel memegang pipinya. Ia berusaha bangkit dan berdiri di depan Dylano. Sempat ia menatap lima temannya yang kabur lalu tersenyum sinis. "Dasar pengecut!" umpat Daniel. Kini, matanya kembali bergerak menatap Dylano. "Jadi kamu anak yang paling ditakuti di sekolah ini? Ternyata cuma karet yang berani nyerang tiba-tiba."

"Kamu berani ganggu pacarku? Tahu konsekuensinya?" tanya Dylano. Nada bicaranya begitu mengancam.

"Ouh, jadi dia pacarmu? Terus kenapa?"
Saat itu juga, tangan Dylano meremas kerah kemeja Daniel. Merasa diserang, Daniel berusaha menyingkirkan tangan Dylano. Namun, tangan itu begitu kuat. Terlihat urat-urat otot mengencang di tangan Dylano. Daniel menjadi resah sendiri. "Aku enggak suka milikku diganggu!" Dylano mengguncangkan tubuh Daniel.

"Dylan, lepasin dia. Aku sudah maafin dia, kok. Aku janji dia enggak akan ngulangin kesalahan yang sama," pinta Tiffany sambil memegang lengan Dylano.

Merasa tak bisa melepaskan diri, tangan Daniel berusaha meninju wajah Dylano. Begitu mudah Dylano menghindar. Malah tubuh Daniel kembali terjungkal. Merasa lawannya melemah, Dylano langsung menunduk meraih kerah kemeja Daniel dan menyeretnya.

Tiffany berteriak. "Dylan, jangan! Aku mohon!"

Daniel meronta. Kakinya berusaha mendendang dan tangan memukuli lengan Dylano. Cengkeraman Dylano terlepas. Namun, kakinya menginjak tubuh Daniel dengan kuat. Daniel berteriak, menyeringis kesakitan.
Tiffany menghampiri kekasihnya. Ia pegang tangan Dylano lagi. "Dengar, aku enggak mau kamu dapat masalah."

Hukuman Dylano tak pernah menjadi ringan. Ia raih kemeja Daniel lagi lalu ia pukuli pria itu. Tiffany sadar jika dibiarkan Dylano akan semakin brutal. Saat itu tak tahu kebodohan apa yang Tiffany lakukan. Sengaja Tiffany menempatkan tubuhnya di atas Daniel untuk melindungi pria itu. Hampir saja tinju Dylano menghantam wajah Tiffany.

Saat itu juga Dylano menarik Tiffany dan membawa dalam pelukan. Ia usap rambut gadis itu. "Apa kamu bodoh? Aku bisa mukul kamu tadi!" bentak Dylano.

"Kalau begitu berhenti! Dia bisa mati!" timpal Tiffany sambil mengalirkan air mata. Napasnya begitu cepat dengan debaran jantung yang tak karuan. "Aku takut. Mengerti tidak? Aku takut!"

Daniel mencoba bangun. Tubuhnya sudah babak belur akibat serangan Dylano. Tiffany berbalik dan menatap pria itu. "Pergi cepat! Jangan ganggu aku lagi!" titah Tiffany.

Daniel mengangguk. "Aku janji enggak akan ganggu pacar kamu lagi. Aku janji. Jangan bunuh aku," pinta Daniel lalu berjalan pergi meninggalkan tempat.

Mata Dylano masih begitu tajam menatapnya. "Aku akan beri dia perhitungan lain waktu!"

"Enggak. Jangan! Kalau kamu nyakitin orang lagi, lebih baik kamu yang pergi dari hidup aku! Aku enggak suka kekerasan. Aku takut. Mengerti?"

Tiffany berlutut di depan Dylano.
Di sana Dylano terdiam. Ia melihat air mata gadis itu. Tak tahu apa yang merasukinya. Ia merasa bersalah untuk pertama kali. "Kalau begitu jangan masuk sekolah hari ini. Aku mau kamu potong rambut. Aku enggak suka rambut kamu disentuh pria lain!"

Sambil meneteskan air mata, Tiffany ikuti apa kata Dylano. Ia takut pria itu melanjutkan balas dendamnya. Rambut panjang Tiffany dipotong hingga tersisa hanya sampai bahu.

Berjalan ke parkiran salon, Tiffany menunduk. Ia merasa konyol harus memotong rambut hanya karena seorang pria menyentuhnya. "Sekarang kamu senang, 'kan? Kamu janji enggak cari pria itu dan mukulin dia lagi."

"Kenapa? Kesannya kamu melindungi dia. Kamu suka sama dia?" tegur Dylano.

"Aku enggak lindungin dia. Aku lindungin kamu. Aku takut kamu ditangkap polisi, atau teman-temannya nyerang kamu. Kalau kamu luka gimana? Aku enggak mau kamu disakiti cuman gara-gara aku. Tolong, Dylan."

Dylano bingung. Baru kali ini ada seseorang yang bilang peduli dengannya. "Bukannya bagus. Kalau aku mati atau dipenjara enggak ada yang maksa kamu pacaran. Enggak ada yang bikin takut kamu karena bertengkar sama orang lain."

Tiffany memeluk pria itu. "Aku lebih takut kehilangan kamu. Dan aku enggak merasa kamu paksa. Aku mau sendiri. Aku mau sama kamu. Jadi tolong, berusaha jangan pergi dari hidupku."

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
DylanoWo Geschichten leben. Entdecke jetzt