Chapter 31. Cemburu

998 441 62
                                    

"Mana cokelatnya?" tanya Dylano.

Tiffany lekas mengeluarkan cokelat itu pun suratnya dari dalam tas akibat takut dengan sikap Dylano yang berubah dingin secara tiba-tiba. "Ini," jawab Tiffany memberikan kedua barang yang asalnya menjadi pertanyaan. Dylano melepas seat belt, membuka pintu mobil dan langsung melepar kedua barang itu ke tengah jalan.

Wajah Tiffany memucat melihat perilaku pacarnya itu. Dia tak berani protes atau marah. Wanita itu hanya diam saja. "Lain kali kalau dapat barang enggak jelas pengirimnya, buang saja! Ngerti?" tegas Dylano yang langsung dibalas anggukan oleh Tiffany.

Dylano kembali menyalakan mobilnya. Kendaraan itu mulai kembali melaju di atas jalanan aspal. Terjadi keheningan di antara mereka. Tiffany takut melihat mata tajam Dylano yang berkonsentrasi ke arah jalan.

Akhirnya mereka tiba di jalan Kiaracondong di mana Dylano sering menurunkan Tiffany. Pria itu hendak mengucapkan salam perpisahan, tapi tertegun melihat Tiffany sudah duduk menyudut menempel dekat pintu hingga ada jarak lumayan besar di antara mereka berdua.

"Kamu kenapa?" tanya Dylano.

Tiffany hanya menggelengkan kepala. Gadis itu membuka pintu mobil. "Aku pulang," pamit Tiffany tanpa menatap Dylano. Baru akan menurunkan sebelah kaki, Dylano menarik lengannya.

"Duduk. Aku mau ngomong," pinta Dylano.

"Aku mau pulang," tolak Tiffany.

Dylano bangkit. Dia tarik lengan Tiffany dan menutup pintu mobilnya. Kini tangan Dylano menyangga ke pintu mobil sementara Tiffany bersandar ke pintu menghadapnya.

"Kenapa?" tanya Dylano pendek.

"Aku takut."

"Sama aku? Karena?"

"Aku bikin kamu marah." Tiffany masih menunduk. Suaranya terdengar bergetar dan lemah.

"Aku enggak marah sama kamu. Aku marah sama orang yang kasih cokelat itu. Aku sayang sama kamu, jadi aku enggak marah, kok," tegas Dylano lalu mengecup kening Tiffany.

Kali ini Tiffany berani mendongak dan menatap pacarnya. "Beneran enggak marah?" tanya Tiffany lagi takut.

"Beneran. Aku harus gimana supaya kamu percaya aku enggak marah sama kamu?"

Tiffany mencoba berpikir. "Senyum?" pinta Tiffany.

"Kayak gini?" Seketika Dylano tersenyum di depan Tiffany sambil memperlihatkan lesung pipinya. Pria itu terlihat manis setiap kali tersenyum hingga memancing Tiffany kembali tersenyum.

"Makasih, Dylano," ucap Tiffany.

"Sama-sama. Sekarang pulang ke rumah, mandi, makan terus salat terus istirahat dulu rebahan. Kalau sudah enggak lelah baru belajar. Jangan terlalu lelah belajar, ya? Aku tahu mencintaiku saja jauh lebih lelah dari apa pun."

"Iya capek, soalnya nakal terus, sih."

"Sekarang enggak lagi, kok. Janji."

Tiffany turun dari mobil. Dia melambaikan tangan ke arah Dylano sebelum mobil itu meninggalkan tepi jalan. Tiffany tersenyum. "Untung dia reaksinya enggak berlebihan. Aku takut kalau dia ngamuk lagi dan mukulin anak orang lagi," batin Tiffany.

Namun, Dylano tetap saja Dylano. Dia ada pencemburu yang sulit dipadamkan. Api kesalnya menggelora dalam dada hingga nyalinya menyala-nyala, memanggil untuk masuk dalam medan perjuangan.

Pria itu turun di parkiran sekolah. Dia lari ke arah kantor pengamanan. "Pak, aku mau lihat rekaman CCTV," pinta Dylano.

"Dek, CCTV di sini milik sekolah, enggak bisa sembarangan diakses siswa. Jadi tolong jangan ganggu. Fokus saja belajarnya sana," nasihat satpam yang kelihatannya masih baru.

Hanya saja satpam lain langsung menyikut dan menarik lengan satpam itu. "Jangan gitu! Kita harus bagi informasi. Apalagi kalau ada sesuatu yang genting. Iya 'kan, Dek?"

"Rekaman!" tunjuk Dylano ke layar. Dia merogoh uang dalam tas dan menawarkan pada petugas yang memberikannya izin.

"Ruangan mana?" tanya petugas.

Dylano tak tahu persis nama kelas Tiffany. Dia hanya menunjuk posisinya dalam kamera. "CCTV kelas ini juga ada, 'kan?" tanya Dylano.

Dari layar besar yang menampilkan banyak rekaman dari kamera, Dylano memperhatikan adegan yang terjadi dalam kelas hingga adegan saat seorang pria masuk dan diam-diam mengendap untuk memasukan cokelat ke dalam tas.

"Sialan! Beraninya dia gangguin cewek Dylano?" Lekas rekaman itu dia potret agar bisa mengingat jelas wajah pengirim.

Bukan namanya Dylano kalau berani cuman di sekolah sendiri. Saat itu tak pernah bisa dibayangkan akan jadi malapetaka bagi salah satu siswa SMA Berbudi yang berada di kelas yang sama dengan Tiffany Anggraeni Putri.

Pulang dari toko buku, dia tak sadar ada gerombolan motor yang mengikuti. Setelah melewati jalanan sepi, orang-orang di atas motor langsung melempari dengan telur.

"Siapa mereka?" tanya pemik mobil yang bingung.

"Woy! Turun!" tegas pria di atas motor.

Tentu saja pemilik mobil takut jika sampai dia kena rampok atau begal. Ingin kabur, mobilnya malah ditabrak hingga terpaksa menepi. Bisa dibayangkan olehnya bagaimana keadaan body mobil setelah ini.

Pria itu turun dari mobil dan tak lama mobil lain menepi. Bukan mobil, biasa. Namun, mobil seharga milyaran rupiah. Begitu melihat Dylano, bergetar sudah sekujur tubuh pria itu.

"Kamu! Kamu yang kasih pacarku cokelat?" tegur Dylano langsung. Bahkan pria itu diseret hingga tubuhnya menempel ke tembok kemudian lehernya dikunci dengan lengan hingga tak bisa berkutik.

"Ngaku! Kamu yang kasih dia cokelat?" tegur Dylano semakin meresahkan.

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DylanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang