Chapter 50. Mesin Waktu

1.2K 281 84
                                    

Tak lama setelah ujian sekolah selesai, Dylano berangkat ke Amerika. Tak lupa Tiffany mengantarnya pergi ke bandara. Mereka sempat duduk bersama di kursi tunggu sebelum pesawat berangkat. Cukup lama, karena sedang ada keterlambatan penerbangan.

“Kamu enggak akan nangis, 'kan?” Dylano mengusap rambut Tiffany lalu sedikit mencubit pipi gadis itu dengan gemas.

“Untuk apa? Aku sudah terlalu besar untuk menangis,” bantah Tiffany.

Tiba-tiba saja Dylano memeluk Tiffany erat sekali. “Aku enggak bisa ninggalin kamu sebenarnya. Aku takut kamu nangis, takut kamu sakit. Aku sayang kamu, Tify! Kalau aku bisa, aku mau bawa kamu ikut denganku,” bisiknya di telinga gadis itu.

Tiffany menenggelamkan dirinya dalam pelukan Dylano. Suatu hari rasa rindunya pasti akan menggebu. “Kamu janji akan pulang secepatnya, 'kan? Kamu pasti akan kembali sama aku lagi, kan? Kita akan bersama selamanya, kan?”

Pada akhirnya Tiffany menangis. Dia bisa rasakan napas Dylano naik turun tidak karuan. Dylano juga sangat menderita. Tiffany tahu dia juga ingin menangis.

“Aku janji!” tegas Dylano.  Tanganya semakin erat memeluk tubuh yang membalut nyawa yang ia sayangi. “Tiga tahun dari sekarang. Tunggu aku di jalan Kiaracondong. Aku pasti ke sana menemui kamu. Aku akan bawa kamu ke Amerika. Aku pasti kembali.”

Dylano melepas pelukannya.
Beberapa menit lagi pesawat Dylano akan segera berangkat. Dylano bangkit dan menjinjing kopernya. Tiffany pegang tangannya erat. Dylano tersenyum pada gadis itu. Dia peluk kekasihnya lagi lalu mengecup kening berbalut kulit putih milik wanita yang ia titipkan cinta. “Aku pergi ya, Tify!” pamitnya. Dengan berat hati dia lepaskan tangan Tiffany dari genggamannya.
Perlahan Dylano mulai pergi, langkahnya membuat jarak di antara mereka semakin bertambah. Tiffany hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh.

Air mata Tiffany mengalir dan ia tak bisa melakukan apa-apa, kecuali berdiri mematung meratapi kepergian kekasihnya. Dylano tak sekalipun berbalik padanya lagi. Pemuda itu terus berjalan lurus pada tujuan hingga menghilang di kejauhan.

Tak lama muncul banyak pertanyaan. Bagaimana jika Dylano tak kembali? Bagaimana jika Dylano sakit di sana? Bagaimana jika .... Tiffany mulai dirundung rasa takut. Pada dasarnya, Tiffany takut kehilangan Dylano. Dia takut tak bisa melihat Dylano lagi. Dia takut tak bisa memeluk Dylano lagi.

🍒🍒🍒

"Nama kamu!" tunjuk Ema pada sebuah daftar nama mahasiswa yang masuk jurusan hukum di Universitas Padjadjaran. Tiffany langsung berjingkrak. Dia tak mampu menutupi rasa senangnya 

"Selamat, Fan. Jangan lupa traktir kuaci," pinta Daniel.

"Iya. Nanti aku belikan satu dus!" Tiffany memperlihatkan telunjuknya.

Tak lama dia terdiam. "Kak Ema, boleh pinjam laptopnya," pinta Tiffany.

Ema mengangguk. Lekas Tiffany duduk di depan Laptop. Ema tarik lengan Daniel dan mengajaknya ke luar kamar. Tiffany masukkan emailnya dan mulai mengirimkan email. Tak lupa dia kirimkan hasil tangkapan layar namanya yang diterima di jalur PMDK.

Kekasihku Dylano,

Aku mau kasih tahu. Namaku ada di sana. Nanti aku akan mulai kuliah. Aku turut senang kamu diterima di kampus New York walau bukan Harvard. Nanti S2 kamu kejar Harvard, ya? Aku juga. Biar kita satu kampus. Aku mau berjuang untuk bisa dapat beasiswa pertukaran pelajar di sana 

Email itu Tiffany kirimkan pada Dylano. Profil email itu masih foto mereka berdua. Tiffany usap foto itu. Mendadak dia merasa matanya perih. Tiffany menarik napas untuk menahan tangisan.

Tiba-tiba notifikasi muncul. Tiffany tersenyum melihat itu email balasan dari pacarnya.

Sayangku Tiffany,

Selamat, ya. Aku senang sekali. Kuliah boleh rajin. Jangan lupa makan dan istirahat. Kamu boleh sakit sekali-kali. Kalau enggak sakit, kamu pasti enggak istirahat, 'kan?

lihat baik-baik fotonya.

Dylano mengirimkan sebuah foto. Ada sebuah buku yang dipotret di atas danau. Sedang musim semi di sana. Tiffany terpaku membaca tulisan di foto itu.

"Kalau boleh aku meminta, aku ingin Tiffany saja."

Tiffany tersenyum. Dia lanjutkan membaca email Dylano.

Aku baru tulis itu. Tadi  tiba-tiba kamu kirim email. Apa itu tanda kita jodoh? 😁 Besok aku ke perusahaan Papa. Aku mau bantu masalah di sana. Kemarin aku berikan saran pada sekretarisnya dan berhasil. Jadi aku besok diminta datang oleh petinggi di sana. Jangan takut, aku sudah pintar cari nafkah, 'kan?

Tiffany mengangguk. Ini sudah bulan kedua mereka terpisah. Namun, Tiffany masih menangis sesegukan setiap membaca dan mengirim email pada Dylano.

Gadis itu keluar dari kamar Ema. Dia lihat Daniel dan Ema yang tengah bercanda sambil saling menggelitik di atas sofa. Mendadak mereka berdua terlihat seperti dirinya dan Dylano.

"Kapan aku dan dia bisa sedekat itu lagi?" batinnya.

Bulan demi bulan berlalu. Mereka berdua masih menikmati pertemuan hanya sebatas pesan dan email. Tak tahu sudah berapa ton rindu menumpuk dalam batin. Sesekali Tiffany menatap ke arah langit.

"Jika aku melihat langit siang, di sana dia melihat langit malam, ya? Tapi kenapa rindunya sama saja?" ucap Tiffany.

"Woy! Ngelamun terus!" Daniel menepuk bahu gadis itu. Jelas Tiffany kaget.

"Kamu bukannya tadi mau datang ke wisudanya Kak Ema?" tanya Tiffany bingung karena Daniel malah masuk kampus.

"Makanya kalau kangen jangan kelewatan. wisudanya besok bukan hari ini," jawab Daniel sambil melangkah. Tiffany ikuti dari belakang.

"Hari ini Kamis, 'kan?" tanya Tiffany.

"Sudah, Fan! Eror kamu! Ini Rabu. Kemarin hari Selasa kita latihan padus, 'kan?" jelas Daniel.

"Astaga! aku lupa bawa buku Pak Rafi!" Tiffany berbalik dan lari keluar gedung kampus.

"Bahayanya LDR kayak gini, nih," komentar Daniel.

🍒🍒🍒

BERSAMBUNG KE SEPATU TANPA PASANGAN CEK DI LIST NOVEL ELARA, NOVELNYA SUDAH ADA DAN TAMAT

BERSAMBUNG KE SEPATU TANPA PASANGAN CEK DI LIST NOVEL ELARA, NOVELNYA SUDAH ADA DAN TAMAT

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Feb 23, 2022 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

DylanoOù les histoires vivent. Découvrez maintenant