Chapter 8. Bukan Tempat

1.5K 525 141
                                    

"Heh!" panggil seseorang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Heh!" panggil seseorang. Tiffany menoleh dan saat itu pula ia ditarik oleh beberapa siswi ke dalam bilik kamar mandi sekolah. Tentu melawan banyak, kalah dijumlah. Ia didorong hingga menghantam dinding kamar mandi yang dilapisi keramik.

Salah satu di antaranya mencengkeram leher Tiffany. Dengan susah payah gadis itu mencoba melepaskan diri. Ia sempat melihat nama di badge siswi itu, Reva. Dari lambang pita di bahu, bisa terlihat dia masih kelas satu.

"Kamu sadar diri enggak, sih? Aku enggak suka lihat kamu bolak-balik di sekolah ini. Tahu kayak apa? Kayak lihat sampah berserakan!" umpat Reva.

"Bikin udara sekolah ini kotor saja! Orang melarat kayak kamu itu enggak pantes ada di sini!" Hani, begitu nama yang tertera di badge seragam siswi yang kini menoyor jidat Tiffany.

Reva menjambak rambut Tiffany dan mendorongnya hingga jatuh tersungkur ke lantai kamar mandi. Regina, salah satu teman Reva menendang betis Tiffany dan rasanya sakit hingga gadis itu memekik kesakitan.

"Kita di sini enggak mau tahu! Pokoknya kamu harus enyah dari sini secepatnya!" ancam Reva.

"Iya, apalagi sampai berani masuk kantin kayak waktu itu! Bikin selera makan ilang, tauk!" tambah Tiwi.

"Ngerti, enggak?" Reva kembali menjambak rambut Tiffany. Dengan terpaksa korbannya menganggukan kepala.

"Jangan bikin mata kita sakit cuman lihat lo!" Hani kembali menoyor kepala Tiffany. Setelah itu mereka langsung pergi. Tangan Tiffany mengepal. Ia bukannya tak mau melawan. Hanya saja, dia punya uang dari mana untuk pindah sekolah.

Kakaknya masih kuliah dan biaya kuliah tak sedikit harus ditanggung di luar beasiswa. Tiffany hampir terancam tak bisa melanjutkan SMA. Bahkan keluarga Ayahnya sudah menyuruh dia berhenti dan khusus membantu Ayah karena Tiffany anak perempuan.

Namun, Tiffany tak mau begitu. Ia ingin hidup lebih baik di masa depan. Tentu untuk itu dia tak boleh membuat masalah dengan anak orang kaya di sekolah ini. Kalau sampai macam-macam, ia bisa keluar dari sana.

Gadis itu berdiri. Ia merapikan rambut yang berantakan. "Aku harus bertahan di sini walau harus sembunyi," pikir Tiffany.

Lekas ia keluar dari tempat itu. Tiffany menunduk melewati barisan siswa dan siswi yang berdiri di pinggir lorong. "Eh, orang miskin itu!" tunjuk mereka.

"Kenapa sih sekolah nampung dia di gedung yang sama dengan kita. Jijik tahu!" timpal yang lain.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
DylanoWhere stories live. Discover now