Chapter 22. Pria dari mentari

1.3K 524 188
                                    

"Dari seragam anak Berbudi, sih," ucap salah seorang pria yang menepikan motor di pinggir jalan bersama dengan gerombolannya.

Senyum mereka begitu sinis. Biasa nongkrong di salah satu mall mewah, mereka sempatkan konvoi dengan motor mahal. Tanpa sengaja mereka melihat beberapa siswa SMA Berbudi yang terkenal sama elite dengan sekolah mereka.

"Ternyata Berbudi nyimpen gembel?" sindir mereka.

Tentu perkataan itu terdengar oleh Ben dan Teddy yang sedang berjongkok di sana sambil makan kacang dan minuman soda. Kedua berdiri, menghampiri siswa SMA Raihan. Bukannya takut, lelaki-lelaki itu malah menertawakan kedua sepupu Dylano.

"Gembel? Bilang sekali lagi!" tantang Teddy.

"Gembel! Pakek seragam mewah nongkrong di jalan!" ledek mereka.

"Palingan juga anak beasiswa!" timpal yang lain.

Kesal, Teddy langsung meraih kerah kemeja salah satu dari mereka. "Emang lu punya apa?" tantang Teddy.

"Cie, ngambek!" ledek lawannya.

"Sombonglu! Belum tahu saja gue siapa!" Teddy semakin memuncak.

Saat itu, seorang pria berpakaian hitam hitam tiba-tiba muncul dan menarik kerah Teddy. Siswa-siswa SMA Raihan tertawa puas. "Lawan tuh bodyguard gue!"

"Aku peringatkan, jangan sentuh tuanku! Kamu mau dilepar ke tengah jalan!" ancam bodyguard dengan tubuh jangkung dan berotot itu. Namun, tak lama dia oleng karena tijuang seseorang. Kaget semua yang ada di sana.

Tak hanya bodyguard, bahkan Tuannya pun ikut ditonjok di pipi. Bodyguard berdiri hendak membalas. Begitu gesit, Si Pria menangkis dan menendang perut body guard itu. Dia berlari dan duduk menindih body guard lalu menghantam dengan pukulan bertubi-tubi ke wajah.

Siswa SMA Raihan mendadak ketakutan. Mereka hendak lari, tetapi langsung ditahan Bentor dan kawan-kawannya. Pukulan Si Pria semakin ganas hingga Body Guard babak belur. Mencoba menendang pun, Si Pria berbalik, berdiri dan balas menendang. Body guard menggunakan waktu itu untuk berdiri, sayang tangannya langsung diinjak hingga berteriak kesakitan. Tangan Si Pria langsung melingkar di leher Body Guard niat mencekik. Namun, Teddy langsung menghentikan dibantu Ben karena tenaga Pria itu sangat kuat.

"Dylan! Dia bisa mati! Sadar!" tegas Teddy. Dylano tetap meronta mencoba kembali menyerang.

"Anjing! Kalian pikir siapa kalian? Lawan Dylano Khani! Gue berantakin kalian sampai mati!" ancam Dylano.

"Kita bakalan bawa ini ke jalur hukum. Tunggu saja lawyer kita bakalan tuntut kalian!" ancam siswa SMA Raihan.

"Sana bawa! Kagak takut gue, Babi! Inget nama gue baik-baik! DYLANO KHANI! INGET ITU! BILANG SAMA ORANG TUA KALIAN! DASAR! MASIH SUKA BOKER DI CELANA SAJA SOK JAGO LO!" teriak Dylano habis-habisan.

Keesokan harinya tuntutan benar datang ke keluarga Khani. Abraham mendengar hal itu karena orang tuanya langsung meneruskan surat ke Amerika. Lewat telpon, Dylano langsung di omeli. Dia duduk di ruang tengah menghadap kakek dan neneknya.

"Otak kamu itu disimpan di mana? Kamu buat nama keluarga malu saja! Kenapa bisa kamu seliar itu? Kamu tahu di mana kelas kita? Harusnya kamu malu, hidup dari uang keluarga, tapi perkerjaan kamu menjatuhkan nama keluarga!" omel Abraham.

"Nak, Dylano masih remaja. Wajar kalau emosinya tinggi. Aku dengar dari Ben kalau anak-anak itu mulai duluan," jelas Nenek Dylano.

"Jangan bela dia, Ma. Selama ini dia sudah sering buat masalah. Sekarang biar dia sendiri yang selesaikan!"

"Tak apa, aku bisa dipenjara. Dan nanti dalam keluarga Khani akan ada salah satu anggota yang pernah jadi narapidana. Papa pasti bangga." Ada saja cara Dylano mengelabui Papanya.

"Aku akan minta Loudy bicara dengan orang tua mereka!" Abraham langsung menutup telpon.

Bagi Dylano yang sudah langganan disidang, hal seperti ini malah lebih seperti selingan biasa. Dia berdiri dan hendak ke kamar. "Dylano! Bicara dulu dengan Kakek!" panggil Harvey, Kakek Dylano.

"Apa lagi? Aku ngantuk, besok sekolah," jawab anak itu.

Harvey tersenyum. "Sejak kapan kamu peduli dengan sekolah?"

"Pokoknya Kakek jangan khawatir. Tanya sama pelayan di sini. Aku sekarang rajin belajar, ada di kelas dan ke sekolah jam enam," tegas Dylano.

"Tak mau cerita apa pun?" Harvey walau sibuk, dia selalu punya waktu untuk bertanya pada cucunya. Lain dengan Abraham.

"Iya, aku mau jadi anak yang baik juga." Timpal Dylano dengan datar.

"Tidur sana! Kakek akan bereskan masalah ini."

Dylano akhirnya dipertemukan dengan anak-anak itu. Melihat banyak bodyguard yang mendampingi juga barisan pengacara, siswa-siswa SMA Raihan yang membuat masalah menunduk malu. Begitu pun dengan orang tuanya.

"Hai! Salam kenal, gembel di sini," sindir Dylano sambil tersenyum sinis.

Saat itu juga langsung diadakan mediasi dan hasilnya tentu Khani yang menang. "Kami ingin urusan anggota keluarga kami berjalan lancar, maka urusan usaha anda pun lancar. Anda semua tentu tahu kami tidak memberi ampun pada orang yang menghina keluarga kami. Hanya saja ...." Ancam Loudy, sekretaris Abraham.

"Kami akan cabut tuntutannya," ucap pada orang tua lawan Dylano. Dan semua masalah selalu selesai bagi pria itu dengan berlindung di belakang nama keluarga.

Tak sekolah seharian membuat Dylano ditelan rindu hingga ingin menumpahkannya. Pukul tiga sore, dia datang ke sekolah. Menggunakan kaos Balenciaga hitam, dia berdiri di depan gerbang gedung SMA Berbudi. Tak lama yang menjadi sumber rindu akhirnya lewat. Dylano merentangkan lengan.

Melihat pria itu dari kejauhan, Tiffany tersenyum lalu lari. Namun, tak masuk dalam pelukan. "Aku sudah rentangin tangan. Kalau kamu enggak kupeluk, aku malu seumur hidup," protes Dylano.

Merasa tak enak, Tiffany masuk dalam pelukan walau dengan langkah ragu. Lengan Dylano begitu hangat, memeluknya dalam dekapan kasih sayang. Tak lama lembut tangan pria itu menyentuh rambut.

"Gimana rasanya enggak ketemu sehari?" tanya Dylano jahil.

"Gimana? Enggak apa-apa," jawab Tiffany.

Saat gadis itu mendongak, Dylano mengecupnya di hidung. Semua siswa yang lewat auto julid together and forever after. Apalagi para wanita. "Untung sayang," ucap Dylano.

"Kenapa?"

"Karena aku biasanya enggak suka ketika rindu dan orang yang kurindu tak ikut rindu."

"Marah?" Tiffany menatap dengan pandangan lemah.

"Sama kamu enggak bisa. Bisanya cinta saja."

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
DylanoWhere stories live. Discover now