Chapter 9. Ciuman Pertama

1.5K 543 174
                                    

"Memang kamu pikir aku ini sejahat itu?" Sampai berkacak pinggang Dylano

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

"Memang kamu pikir aku ini sejahat itu?" Sampai berkacak pinggang Dylano. Tidak heran, orang-orang memang selalu curiga akan kebaikan hatinya. Contohnya seorang gadis kemarin yang menggoda minta tumpangan, Dylano turunkan tepat di tempat sampah dekat kebun binatang.

(Ginilah penampakannya)

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

(Ginilah penampakannya)

Ingin mengangguk, tetapi takut. Ingin menggeleng, bukannya itu bohong? "Ini maaf ya. Maaf banget! Semua orang di sekolah ini tahunya begitu. Bukan kata aku lho ini!"

Kali ini mata Dylano menyipit. Ia masukan tangan kanan ke saku celana seragam abu-abunya. "Tadinya mau nolong. Berhubung tak dipercaya, lebih baik tunggu kepala sekolah saja ke sini. Dia pasti terkejut ada siswa sering metik buah di sekolah sembarangan."

Mendengar kata kepala sekolah mendadak jantung Tiffany merasa berolahraga. Ia panik sendiri. Dikeluarkannya plastik berisi kersen dalam kantung kemeja seragamnya.

"Tolongin aku. Ini aku ganti pakai kersen. Semuanya." Plastik itu ia asongkan ke arah Dylano.

Alis Dylan terangkat. "Kamu pikir aku lelaki murahan?" sindirnya.

Seketika itu Tiffany merasa bodoh. Benar juga. Dylano anak orang kaya, mana mau dia disogok buah kersen. "Kamu tahu aku cuman anak penjual gorengan. Aku bisa ngasih apa?"

"Kasih aku waktu satu bulan buat ambil hati kamu. Gimana?" tawar Dylano.

Oleng enggak tuh, wanita ditawari begitu? Wanita tak suka miliknya dipaling, kecuali hati. Apalagi oleh pria setampan Dylano. Sayangnya Tiffany pikir ketampanan tiada guna kalau kelakukan seperti kerasukan iblis. Sama saja menukar masa depan dengan tali gantungan leher. Ia masih waras.

"Maksudnya gimana? Aku jadi pembantu kamu gitu?" Di sini Tiffany lebih memilih pura-pura bodoh. Lebih baik, karena ia tak mungkin pura-pura miskin. Sudah miskin sesungguhnya.

Dylano berjalan tepat ke bawah dahan tempat Tiffany duduk. "Sini, aku tahan tubuh kamu biar enggak jatuh."

Tak tahu kenapa Tiffany masih ragu. "Kuat? Aku ini gemuk, Tuan."

"Kalau kamu gemuk, terus paus apa?"

Mencoba memantapkan diri, Tiffany mulai bergeser. Ia menutup mata dan siap melompat. Sempat berteriak pasrah, Tiffany kaget karena tak terasa sakit sama sekali. Ia buka mata perlahan dan benar Dylano menangkapnya. "Beneran gemuk. Berat," ledek Dylano.

Dengan kasar Tiffany memaksa melepas pelukan Dylano di tubuhnya. Pria itu tak melepas pelukan. "Tuan, lepasin! Nanti ada orang yang lihat!" keluh Tiffany. Ia masih mencoba melepaskan diri. Sayang cengkeraman lengan Dylano di pinggangnya begitu erat.

"Kamu pernah ciuman?" tanya Dylano tiba-tiba.

"Hah?" Tiffany masih belum mendengar jelas apa yang dikatakan pria itu.

"Kamu pernah ciuman?" tanya Dylano lagi. Dengan tegas Tiffany menggeleng. Jelas, jangankan ciuman. Pacaran saja enggak pernah. Ia tak punya waktu. Waktunya hanya untuk belajar. Sayangnya ia menyesal menggeleng karena selanjutnya terkejut akan mendaratnya bibir Dylano di bibirnya. Serangan yang mampu membuat jantung Tiffany berdebar, darah bergejolak, pupil mata melebar dan wajah memerah.

"Kita impas. Itu sama-sama ciuman pertamaku," celetuknya santai lalu menurunkan Tiffany.

Dengan telapak tangan, Tiffany menutup bibirnya. "Ingat! Satu bulan. Kalau dalam satu bulan kita jatuh cinta, kamu harus jadi milikku selamanya." Kini giliran telunjuk Dylan yang menekan gemas hidung Tiffany.

Gadis itu masih diam. Ia merasa saat ini sedang dikirim ke dimensi lain. "Itu, Tuan muda apa enggak kepentok?" Barulah Tiffany mengeluarkan suara.

"Kepalaku lebih keras dari baja!" Dylano terus maju dan membuat Tiffany tertahan di batang pohon kersen. Pria itu menatap tajam ke arah Tiffany, sedang gadisnya menunduk ketakutan. Tangan Tiffany bergetar dan keringat dingin mulai keluar.

Dylano mengangkat tangan. Karena dikira akan dipukul, Tiffany menutup matanya sambil menyilang tangan di depan bahu. Tak lama ia kaget akibat merasakan belaian tangan Dylano di rambutnya. "Kamu cantik," puji pria itu.

Perlahan Tiffany membuka mata. "Makasih. Tapi tolong jangan sentuh aku," pinta gadis itu memelas.

"Kenapa? Lima menit lalu kita resmi jadian. Emang pacaran enggak boleh nyentuh?"

"Aku cuman orang miskin. Nanti Tuan muda bisa alergi."

"Siapa yang bilang? Ada yang ngomong nyentuh kamu bisa alergi? Ngaca enggak tuh si goblok, kayak cantik saja!" umpat Dylano.

Mendengar suara Dylano mengumpat, tubuh Tiffany bergetar. Ia merasa lututnya lemas. Tak tahu apa yang akan dilakukan pria di depannya kini. Namun, pria itu seperti sadar keadaan gadis di depannya.

"Heh, kamu kenapa dekat aku kayak lagi ditempelin setan? Emang aku kelakukan kayak setan, tapi kalau dari fisik masih original, manusia!"

"Itu ... aku takut," keluh Tiffany dengan suara gemetar dan pelan.

Dylano menarik lengan gadis itu dan dibawa dalam pelukan. Ia usap rambut Tiffany. "Jangan takut sama aku, soalnya aku bakalan lindungin kamu. Ngerti?" bisik Dylano.

Tak tahu kenapa Tiffany masih belum bisa percaya itu. Sosok Dylano masih tergambar seperti monster penghancur. "Makasih," ucap gadis itu terpaksa walau begitu sulit mengucapkannya.

Dylano melepas pelukan. Ia memegang kedua pipi Tiffany dan mendekatkan wajah gadis itu. Sebuah kecupan hangat mendarat di pipi Tiffany. "Satu, aku cinta kamu dan aku mau milikin kamu. Dua, kalau cinta itu jadi sayang, aku bakalan berikan seluruh hidupku untuk kamu. Tiga, kalau rasa sayang itu jadi kasih mendalam, aku akan berkorban apa pun untuk lindungin kamu."

🍒🍒🍒

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
DylanoOù les histoires vivent. Découvrez maintenant