Chapter 12

466 110 18
                                    

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana genitnya Nursya ketika mengikuti rapat bersama bang Zulfan kemarin sore. Pasti perempuan itu suka berdempetan dengan suamiku hingga akhirnya ponsel mereka bisa tertukar.

Oke, perempuan itu memang sudah tidak lagi sadar diri, tapi suamiku, kenapa nggak menjauhkan diri? Jangan lupakan bang Zulfan yang bisa memberi ratusan alasan setiap kali aku menginterogasi.

"Gimana ceritanya bisa ketukar itu hpnya?" Tanyaku yang memeluk dada. Malam ini aku tidak membiarkan bang Zulfan tidur nyenyak dan melupakan semuanya begitu saja. Masih sakit hatiku!

"Abang pun tak tau, Sayang,"

"Sebenarnya aku males banget ya, untuk ngomongin hal yang sama. Udah aku bilang berkali-kali, Abang harus jaga jarak sama virus mematikan seperti Nursya,"

"Kitorang tak buat apapapun,"

"Oke, minggu depan aku balik indo," ujarku yang membuang muka.

"Sayang, Abang kerja kat sini. Kalau balik indo Abang nak kerja apa?"

"Siapa bilang Abang harus ikut juga?"

"So, maknanya kita kena berpisah lah ni?" aku menganggukkan kepala. "Tak boleh lah, Sayang. Abang tak sanggup nak jalin long distance relationship," keluh bang Zulfan yang belum paham juga dengan maksudku.

"Nggak LDR, pisah aja sekalian. Biar Abang jadi duda anak dua. Abang pikir masih ada perempuan yang mau merawat dua anak itu selain aku? Mungkin ada, tapi di depan Abang aja,"

"Wow, dah jauh sangat awak menghayal ni. Masalah kita simple je kan? Kenapa awak suka melebih-lebih?"

"Simple bagi Anda, Aiman Zulfan!" Kenapa suamiku tidak paham juga? Perempuan itu sensitif, hal-hal seperti bukan masalah kecil. Apa dia tidak tahu bahwa aku begitu takut kehilangannya? Jujurly, aku khawatir, aku cuma memiliki dia di dunia ini. Aku tidak punya keluarga lain.

***

ZULFAN

Malam ini aku dah pun ganti baju sebab tak kuat nak mendengar bebelan Aqila. Dah lah aku penat dekat college, kena dengar Aqila marah-marah pula dekat rumah. Haishhh rimasnya kepala aku sekarang ini!

Sesudah menyarungkan baju dan seluar, aku mengambil kunci kereta dan ke luar rumah. Aku nak pergi ke kafe and fresh-kan kepala yang dah nak meletup ini.

"Abang mau ke mana?" Baru nak keluar, dah ada istri yang tanyakan.

"Ada hal. Lagi dua jam Abang balek,"

"Penting? Abang marah sama aku?" Thank you kalau awak dah sadar. Tapi aku taknak jawab. Tadi makcik ni beria-ria sangat nak marahkan aku. Sekarang nak tanya macam-macam pula. Sorry!

"Awak tidur je lah, bukan ke awak cakap tak dapat rehat selama ni?" Aimin dan Ameer dah lama tidur. Aqila je yang masih tak tidur dan terus pantau aku.

Phone Nursya aku ambil, aku nak pulangkan dekat pemiliknya. Lagipun, aku takut Nursya akan buat macam-macam dekat phone aku nanti. Entah macam mana boleh tertukar. Ni Nursya mesti sengaja. Dia senang sangat kalau tengok aku dan Aqila bergaduh hari-hari.

"Assalamu'alaikum, Nursya! Aiman ni!"

"Wa'alaikumussalam, bakal imam," jawab Nursya yang membuat aku nak jahit je mulut dia. Bakal imam apanya? Aku dah cukup stock makmum. Cukup Aqila and only Aqila.

"Mana phone saya? Urgent ni, cepat!" aku perlu nak pergi cepat. Tak sanggup nak lama-lama dekat rumah Nursya ni. Bukannya elok pun kalau orang nampak.

DEAR, HEART! ✔Where stories live. Discover now