Chapter 24

335 76 36
                                    

Maaf udah ingkar janji, harusnya update Minggu malah kecepatan di hari Kamis.

Nggak keberatan kan? Wkwk

Happy Reading

***

Selepas semua pertikaian, akhirnya tibalah masa kejayaan. Nursya akan menyudahi masa lajangnya. Tentu ini sebuah kebahagiaan bagiku agar perempuan itu tidak lagi menggoda bang Zulfan. Soalnya bang Zulfan tipikal yang nggak tegaan dan mudah percaya begitu saja pada perempuan.

Ngomong-ngomomg, Nursya akan menikah dengan Zafriel. Aku tidak paham betul bagaimana motif orang itu kenal, pacaran, lalu putus dan secara tiba-tiba mereka nyebar undangan. Aku tidak berani menanyakan itu pada Zafriel, takut laki-laki itu akan tersinggung atau bahkan marah padaku.

Tapi kalau tidak salah ingat, dulunya ibu Halimah pernah menyindir agar Zafriel mencari calon istri yang baik. Apapun itu, yang terpenting dua sejoli itu akan menikah dengan segera. Hatiku terasa tenteram sentosa.

Aku berharap semoga mereka menjadi keluarga samawa dan tidak membuat kacau keluargaku lagi.

Hai! Datang juga rupanya!” begitu sapaan Nursya ketika pertama kali kami berjalan mendekat ke arah pelaminan. Zafriel ikut melambaikan tangan dan melempar senyuman begitu melihatku.

Takkan tak datang wedding kawan,” respon bang Zulfan santai.

Manalah tau kan, istri tak bagi kut,

Nursya ini, udah nikah masih aja suka nyinyir. Pengen aku tampol rasanya. Buru-buru bang Zulfan memegang lenganku agar tidak hilang kendali di tengah keramaian ini.

Baby tak ikut sekali ke?” Zafriel bertanya padaku.

“Nggak, lagi ada yang jagain. Agak susah dibawa ke tempat ramai begini. Lagian aku ke sini juga dipaksa sama suami!” ucapku yang memelototi Nursya ketika sudah tiba di kalimat terakhir. Biar dia tahu bahwa aku sama sekali tidak sudi berada di sini. Perempuan itu malah membuang muka mendengar ucapanku.

Aku melirik ke sisi kiri dan kanan, tampak orang tua Nursya sedang mengobrol dengan koleganya. Aku iseng bertanya pada Zafriel tentang posisi ibunya, soalnya kupingku mulai memanas karena bang Zulfan dan Nursya malah asik bahas kerjaan di hari pernikahan. Dibilang nggak ada kerjaan lain, mereka malah lagi bahas kerjaan.Ya sudahlah.

Aniway, ibu kamu duduk di mana? Dari tadi aku perhatiin nggak kelihatan juga,”

Ummi tak ikut,” jawab Zafriel sendu.

“Lah, kenapa? Lagi sakit, ya?”

Zafriel hanya tersenyum tipis tanpa mau menjawab lagi. Aku memilih berhenti menanyakan itu. Mungkin di lain waktu Zafriel mau bercerita. Tidak etis kalau aku membuatnya sedih di hari bahagianya.

Pada akhirnya aku sungkeman dan berpelukan dengan Nursya.

“Selamat atas pernikahannya. Akhirnya kamu laku juga, ya! Setelah ini jangan ganggu suamiku lagi. Ternyata kamu baru nikah setelah menjadikan Aimin korban dulu. Memalukan!” ucapku. Lalu melepaskan pelukan itu. Ekspresi Nursya seketika panik luar biasa. Pasti dia tidak akan menyangka aku akan berkata seperti itu padanya.

Bang Zulfan yang menyadari ada yang tak beres, segera memeluk pinggangku seraya bertanya ada apa. Aku hanya menggeleng pelan, lalu menarik lengan suamiku, berbisik padanya bahwa orang lain juga mau ke pelaminan buat sungkeman. Jangan malah bikin orang lain ngantri lama.

Akhirnya aku dan bang Zulfan memutuskan turun dari pelaminan. Ingin segera makan dan pulang. Alasan paling masuk akal adalah, kasian anak-anak takut nangis, atau kasian kak Tun kewalahan menghadapi dua bocil itu. Aimin itu anaknya suka nyuruh-nyuruh kayak nyonya besar, kalau Ameer lagi aktif-aktifnya. Sanggup merangkak dan menuju ke mana-mana. Khawatir kak Tun tidak bisa menjaga secara maksimal.

DEAR, HEART! ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن