Chapter 20

383 91 28
                                    

AQILA

Aku tengah menyiram bunga yang sudah sangat gersang karena terlalu lama tak kusiram. Kebetulan pagi ini Ameer masih ketiduran, jadi kesempatan besar untukku beraktivitas di luar rumah. Ameer tipikal bayi yang kalau sudah terjaga harus segera diperhatikan. Jika kita tidak segera mengobrol dengannya atau menggendongnya, ia akan menangis sejadi-jadinya. Huh, mewarisi sifat bang Zulfan sekali. Kalau dipanggil harus segera stand by.

Aimin lain lagi ceritanya. Dia sudah bangun sejak tadi, tapi tetap tidak mau ke luar, bahkan ke teras sekalipun. Katanya takut melihat mobil. Padahal kan mobilnya bang Zulfan sudah dibawa. Suamiku berangkat begitu pagi sekali, katanya ada kepentingan.

Suara klakson mengagetkan diriku yang tengah mengutip daun kering dari pot bunga. Aku melirik ke jalan, tampak sebuah mobil warna hitam di balik pagar. Namun, aku yakin itu bukan mobil bang Zulfan.

Hello, assalamu’alaikum awak,”

“Ngapain anda ke sini?” tanyaku dengan kening mengernyit.

Manusia itu datang lagi. Pertengkaran sengit antara aku dan bang Zulfan belum selesai dia sudah kembali mengulang. Mau buat kekacauan apalagi Zafriel pada saat ini? Selalu datang di saat-saat yang tidak terduga.

Saya nak jumpa awak lah. Nak buat apa lagi?

“Saya udah bersuami. Jangan ganggu saya. Nanti jiran Nampak macam mana? Dia orang cakap macam-macam pula dekat suami saya,” ucapku yang mencampur-campurkan bahasa. Lagi pula aku khawatir dia tidak akan paham bahasa Indonesia.

Boleh cakap Melayu juga rupanya?

“Mau Anda apa? Cepat jangan buang-buang waktu saya. Saya mau masuk, ngurus anak,” sela diriku yang mengabaikan ketakjubannya.

Saya nak ajak keluar. Awak tak bosan ke hari-hari duduk rumah dengan activity  macam ni?

“Bukan urusan anda!”

Jom lah, ummi saya tak sabar nak jumpa dengan awak. Itulah sebabnya saya datang ni.” Lagi-lagi dia menjual nama umminya untuk mencari alasan. Dia pikir kali ini aku akan luluh?

“Saya nggak percaya,”

Saya serius ni. Ummi saya nak cari baju baru. Tapi tak tau pulak nak cari yang macam mana. Ummi saya kan sakit, tak boleh berjalan. Tolonglah, sekali ni je. Lepas tu saya janji saya takkan kacau awak lagi,” lelaki itu terus berusaha menjelaskan panjang lebar. Dia memohon-mohon padaku, berharap aku punya belas kasihan. “Birthday ummi lah kan. Sebagai anak yang baik, kena ikut semua yang ummi minta,” lanjutnya.

“Tapi saya harus izin dulu dengan suami. Biasanya sih suami saya nggak bakalan ngizinin pergi dengan lelaki yang bukan mahram,” aku bener kan? Dalam Islam saja dilarang. Apalagi jika suami tidak memberi izin, sudah dosa dengan Allah dosa dengan suami juga. Terus Aimin sama Ameer gimana? Kan ribet juga.

Aku heran, dari sekian banyak manusia di dunia ini, kenapa harus aku yang diajak coba? Memangnya selama ini dia tidak punya kenalan lain selain aku?

Uncle!

Aku melirik ke teras depan. Tampak Aimin sedang mengintip di balik pintu utama. Mungkin karena tadinya mendengar suara Zafriel makanya ia muncul.

Hy baby!

Saya Aimin lah, yang baby tu adik saya, tengah tidur,” Aimin menjawab dengan wajah merungut.

Comelnya,” Zafriel mendekat dan mencubit pelan pipi Aimin. Mungkin karena gemas akan jawaban Aimin barusan.

DEAR, HEART! ✔Where stories live. Discover now