Chapter 26

381 69 28
                                    

“Awak dah dua hari tak makan,”

Gimana aku bisa makan kalau mau tutup mata aja wajah mereka selalu terbayang!

Perempuan yang tengah terbaring lemah itu, sempat lagi nak tinggi suara dekat aku walaupun dia dah tak berdaya. Lama-lama dia menangis pula. Sampai terisak sekali.

"Aku sayang sama anak-anak. Aku nggak bisa tenang, Bang!" ucapnya yang sampai tersasul.

“Awak tak boleh sakit, Sayang,” kataku. Bahunya aku usap penuh sayang. Aku tak nak tengok istriku sakit dan putus asa sebab kehilangan anak-anak.

“Makan sikit, please. Abang dengan Daniel nak jumpa polis lagi,”

Aku ikut,” dia merayu.

“No no no. Awak duduk rumah dengan Hasna. Awak masih lemah lagi,” aku tak boleh biarkan Aqila penat lagi. Dia kena rehat sebab tak seberapa sihat.

Aku nggak mau tau. Aku ikut!

Aku hela nafas dengan panjang. Aqila begitu keras kepala. Kalau dia pengsan lagi macam mana? Dia tak seberapa sihat kerana risau fikirkan anak-anak. Sama dengan aku yang juga begitu risaukan buah hati aku. Moga Allah jagakan Aimin dan Ameer.

"Yok, Fan. Kita berangkat sekarang," Panggil Danial yang berada di pintu bilik.

Belum lagi aku nak simpan makanan Aqila, perempuan tu dah turun dari katil dan lari naik kereta lebih dulu. Dah lah. Akhirnya aku, Daniel, Aqila, dan Hasna berangkat ke balai polis.

***

AQILA

Kami sudah berusaha memberikan beberapa keterangan. Si penculik begitu rapi dalam mengerjakan aksinya. Keadaan rumah masih rapi setelah kejadian, tanpa ada suatu apa kehilangan. Hanya saja botol minuman Ameer yang ikut dibawa.

Ini adalah pengalaman terburuk yang pernah kulakukan pada anak-anak. Padahal biasanya aku tidak pernah berani meninggalkan mereka begitu saja. Mungkin sudah cobaan dari-Nya.

Ya Rabb, beri hamba-Mu kesempatan untuk memperbaikinya dan tidak akan mengulanginya lagi. Pertemukan kami dengan anak-anak segera.

Pada saat anak-anak aku tinggalkan, Aimin sedang bermain dengan boneka di ruang tengah. Sementara Ameer baru saja tertidur di ayunan. Aku juga sempat membuatkan susu dan menaruhnya di atas meja kecil di ruang tengah itu. Sebagai bentuk jaga-jaga kalau nantinya Ameer terjaga dan tidak ada aku di rumah.

Antara berangkatnya aku dan datangnya kak Tun ke rumah, hanya selisih lima menit saja. Aku juga sudah menghubungi bang Zulfan dan dia bilang sedang dalam perjalanan pulang berbelanja mingguan di minimarket tak jauh dari rumah kami. Aku beranggapan, tidak masalah meninggalkan Ameer dan Aimin sebentar saja sembari menunggu kak Tun datang. Ternyata di balik itu ada yang diam-diam mengambil kesempatan.

Daniel tiba-tiba berujar seraya mengusap-usap dagunya.

“Setelah bertemu polisi tadi dan kalian menceritakan kembali apa yang terjadi, aku seperti menemukan sesuatu yang janggal,”

“Apanya?” tanyaku cepat. Aku akan memarahinya dia kalau lagi-lagi menyalahkan aku.

“Dari cerita versi Aqila, Aqila bilang kalau sebelum dia berangkat, udah hubungi Zulfan. Lalu Zulfan bilang otw. Harusnya Zulfan nggak lama setelah itu langsung ada di rumah dan berpapasan dengan penjaga anak itu dong? Siapa namanya, kak Tun?”

Iya bro, tapi tiba-tiba tayar kereta aku pancit. Aku tak boleh balik langsung,” jawab bang Zulfan.

“Abang rasa ban mobil bocor adalah kebetulan atau disengaja?” tanyaku.

DEAR, HEART! ✔Where stories live. Discover now