Chapter 5

775 124 14
                                    

AQILA

Aku menghela napas seraya menutup lemari pakaian Aimin. Diriku begitu kelelahan setelah hampir setengah hari membereskan barang-barang dan pakaian yang baru saja dibawa dari apartemen. Sebenarnya tidak terlalu banyak barang yang aku rapikan, karena untuk pekerjaan berat sudah dibereskan oleh bang Zulfan sejak tiga hari lalu.

By the way, ini adalah hari pertamaku di rumah baru. Untuk penempatan perabot dan berbagai tetek-bengek lainnya sudah menjadi urusan bang Zulfan dan temannya, aku hanya perlu memasukkan pakaian ke lemari.

Rumah ini tergolong minimalis, dengan dua kamar, ruang tamu, ruang tengah dan dapur. Begitu jam tujuh pagi kami mendatangi rumah ini, bang Zulfan segera membereskan kamar kami sedangkan aku membereskan mainan dan pakaian Aimin.

Walaupun Aimin masih tidur bersama kami, tetapi anak itu tetap memiliki kamar pribadi. Mainannya terlalu banyak, ditambah bang Zulfan tidak suka jika berkas-berkas pentingnya berada satu ruangan dengan mainan Aimin. Lelaki itu khawatir Aimin akan menjadikan berkasnya sebagai mainan pula.

Aku baru saja ingin mendudukkan bokongku untuk beristirahat dari penat. Namun, suara salam dari depan membuatku terpaksa ke luar. Mungkin saja itu si pemilik rumah sebelumnya yang ingin menyampaikan sesuatu kepada kami.

Aku terkaget ketika mendapati sosok perempuan yang tampak familier di hadapanku. Di mana aku pernah berjumpa dengannya ya? Aku mencoba me-recall ingatanku pada masa yang pernah lalu.

Ah aku baru ingat! Dia adalah perempuan yang beberapa waktu lalu hampir ku labrak ketika sedang makan siang bersama bang Zulfan.

Kali ini wanita itu menggunakan tunik putih dan celana kain longgar. Jilbab warna gold dengan sedikit kilauan membuat dirinya tampak elegan. Ku lirik tangannya yang menyandang tas bermerek keluaran Malaysia. Sementara sebelah tangannya lagi memegang sebuah  kotak yang tak ku ketahui entah isinya apa.

Baru saja ingin kutanyakan apa maksud kedatangan perempuan itu, tetapi ia sudah membuka mulut duluan.

"Saya Nursya, kawan Aiman sekaligus jiran korang. Rumah saya dekat sebelah ni je,"

What? Perlukah aku terkejut dan menganggap ini keliru? Sejak seminggu lalu bang Zulfan memaksaku untuk cepat-cepat pindah ke rumah baru ini. Bang Zulfan bahkan rela tidak datang ke kampus demi mengangkut barang dari apartemen ke rumah ini. Apakah wanita ini alasannya?

"Nama awak siapa ya?"

"Aqila," tukasku.

Kalian tahu kan, aku tergolong orang yang kurang suka berbaur dengan orang lain, apalagi dia belum ku kenal. Oke, barusan ia sudah memperkenalkan namanya, tapi bukankah itu semua tidak cukup?

"Ada keperluan apa datang ke sini?"

"Saya datang sini nak bagi cake," perempuan bernama Nursya Nursya itu menyodorkan kotak tadi ke arahku. Aku buru-buru membukanya, mana tahu dia menghadiahi aku racun.

Aroma selai strawberry sangat menggodaku. Kue itu juga kelihatan baru saja selesai dimasak. Well, sepertinya perempuan ini pandai membuat kue. Rasanya aku ingin segera melahapnya. Mungkin aku perlu berguru padanya dan—

"Jangan lupa bagikan dekat bakal suami saya tu," kata perempuan itu dengan seringaian di bibir tipisnya dan segera melengos pergi. Rasanya ingin ku lempar cake itu tepat mengenai wajahnya.

Ingin sekali aku meneriakinya semauku, tapi tidak berguna karena ia sudah keburu menaiki Audy putih dan pergi dari halaman rumahku.

"Bang! Bang Zulfan! Sini dulu!"

DEAR, HEART! ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat