Chapter 19

353 86 27
                                    

Ketukan pintu dan ucapan salam membuatku menghentikan aktivitas melipat pakaian. Aku menggendong Ameer lalu menuju pintu utama.

Kuncinya aku putar, kemudian membuka gagang pintu dengan pelan. Aku berusaha mengintip terlebih dahulu. Tampak seorang pria mengenakan kemeja kotak-kotak coklat dan celana warna cream. Kuperhatikan dari atas sampai bawah seperti petugas yang melakukan sensor, sampai orang itu memberi salam sekali lagi karena terlalu lama menunggu.

"Assalamu'alaikum, mak cik!"

Astaghfirullah, ini kan suamiku! Hampir saja aku tidak mengenalnya.

"Daddy!" sapaku. Kemudian segera menjawab salamnya ketika mendapat pelototan. Kalau tidak, pasti dirinya akan memberi siraman rohani tentang kewajiban menjawab salam.

"Hei, anak sholeh Daddy," bang Zulfan yang mukanya tampak lelah di sore itu, langsung tersenyum bahagia ketika pulang kerja disambut olehku dan Ameer.

Aku mencium tangan bang Zulfan takzim. Dia balas mengecup dahiku. Ameer diraihnya dan tas kerjanya diserahkan padaku.

Dirinya mulai mencium seluruh wajah Ameer sampai bayi itu merengek tidak tahan pipi gembul miliknya mepet-mepet dengan wajah kasar bang Zulfan.

"Kenapa awak kunci pintu? Macam tiba-tiba je," tanyanya. Mungkin dirinya agak kesal karena tercegat di luar dalam durasi yang lumayan lama.

"Eum gak papa, lagi pengin aja,"

Siapa yang nggak papa? Aku masih takut luar biasa. Untung saja Zafriel yang datang tadi tidak berbuat macam-macam.

Bagaimana jika masuk penjahat ke rumahku? Di rumah ada dua anak kecil. Aku bisa saja sibuk dengan pekerjaan dan ada yang diam-diam menculik anak-anak. Bisa gila aku dan bang Zulfan.

Aku membawa tas bang Zulfan ke kamar kami. Lalu menyusul bang Zulfan yang menuju kamar Aimin dengan Ameer yang masih dalam gendongannya.

"Daddy!!!" Aimin begitu bersemangat ketika melihat sosok ayahnya memasuki kamar.

"Sayang, macam mana? Dah oke? Nampak happy je harini,"

"Ye lah. Aimin dapat mainan baru!!!" ucap Aimin senang seraya mengangkat buku dan pensil warna ke udara, memperlihatkan mainan pada ayahnya.

"Oh ya ka? Siapa bagi?"

"Uncle Zafriel!!!"

"Uncle Zafriel?" tanya bang Zulfan dengan nada yang ... ah, aku sendiri tidak bisa membayangkan. Dia menatapku dengan mata menyipit dan meminta penjelasan. "Sayang, who is him?"

Mati aku! Harusnya tadi Aimin nggak usah cerita! Ah, ini gara-gara aku dan Aimin nggak kompromi dulu.

"Tadi itu, ..."

"Tadi uncle Zafriel datang sini, dia masuk bilik Aimin and bagi Aimin buku baru,"

"Wow, sampai masuk bilik sekali?"

Bang Zulfan menatapku dingin, lalu segera keluar dari kamar itu. Ameer ia tidurkan di atas karpet bulu ruangan tengah, lalu menarikku menuju kamar kami. Kenapa bang Zulfan makin ngeri aja sih? Kemarin dorong-dorong, hari ini narik-narik aku. Udah kayak mafia aja.

Aku mulai ketar-ketir. Aku paham kenapa dirinya tidak langsung melepaskan semua rasa keberatannya di depan anak-anak. Alamat aku kena marah habis-habisan.

"Siapa yang bagi awak izin untuk bawa jantan lain masuk rumah kita? Terlebih lagi masuk kamar. Are you crazy Aqila?" tanyanya mengintimidasi. Matanya yang hanya menatap lurus padaku, membuatku takut.

DEAR, HEART! ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin