Chapter 13

486 110 16
                                    

"Morning, Sayang!"

"Morning,"

Aku terheran-heran di pagi yang cerah ini bang Zulfan sudah menyiapkan sarapan lezat di meja makan. Ada nasi lemak dan teh yang sudah dituangkan dalam cangkir putih di sana. Pasti tadinya selesai salat subuh bang Zulfan langsung meluncur ke dapur.

"Aimin belum bangun. Ameer baru aja tidur lagi," ucapku sebelum bang Zulfan bertanya. Lucu ya, aku hanya melihat ekspresinya, sudah tahu apa yang hendak ditanyakan. Dan, memang hampir setiap jam bang Zulfan menanyakan keberadaan dan kabar anaknya padaku.

"Awak makanlah," ujarnya yang sedang menaruh nasi di piringnya.

"Ini terlalu pagi, Bang!" Biasanya aku sarapan agak terlambat, atau bahkan tidak makan nasi di pagi hari. Berbeda dengan bang Zulfan yang selalu makan teratur baik dari porsinya maupun waktunya. Sekalinya telat makan, lelaki itu langsung sakit perut.

Aku hanya duduk bertopang dagu, memperhatikan lelaki yang umurnya lima tahun di atasku itu. Dia asik dengan mengunyah sarapan olahannya sendiri.

"Sedap ni, tak nak makan sekali dengan Abang?" tanyanya. Aku tetap saja menggeleng. Bang Zulfan mengangkat bahu, setelah itu kembali fokus dengan kunyahan makanannya. Ia buru-buru karena harus segera berangkat ke kampus pagi ini.

Anyway, semenjak sebulan terakhir ini, Nursya tidak lagi membuat masalah. Dia sudah tidak pernah lagi datang ke rumah kami ataupun melakukan sesuatu yang membuatku cemburu. Bang Zulfan bilang, dia sudah mengancam Nursya dengan menelepon polisi jika masih mengganggu kenyamanan batin kami.

Pernah dua hari lalu aku berpapasan dengan Nursya yang sedang memanaskan mesin mobilnya. Aku perhatikan penampilannya sudah tidak seperti dulu. Biasanya Nursya akan tampil dengan bedak yang tebal satu inchi dan lipstik merah menyala. Belum lagi dengan maskara, eye shadow, eye liner, dan entah kosmetik apa lagi yang aku tidak mengerti. Aku termasuk perempuan yang tidak memperhatikan riasan wajah.  Selalu seadanya. Lagipula bang Zulfan juga melarang aku berhias secara berlebihan.

Beberapa waktu terakhir Nursya malah tampil natural tanpa make up sedikitpun. Aku tidak tahu apa orientasinya. Tidak mungkin kan, kalau Nursya sedang belajar meniru aku yang sederhana? Semoga dia memang tidak sedang mengusahakan sesuatu untuk mendekati bang Zulfan lagi.

"Bang, Nursya kok belum nikah juga? Dia kan cantik padahal. Tanpa make up aja udah bikin lelaki terpesona,"

Bang Zulfan sontak menatapku kesal.

"Bukan ke kita dah janji takkan cakap pasal Nursya lagi? Sekarang kenapa awak nak tahu pasal dia?"

"Pengen tau aja,"

Bang Zulfan menghela napas. Cangkir teh di hadapan diraih. Lalu meminum tehnya sampai tuntas. Alhamdulillah, ku kira dia mau melempari aku. Mana tahu, ya, kan?

"Abang pun tak tahu kenapa Nursya tak kahwin lagi,"

"Jadi Nursya udah pernah nikah?" tanyaku sedikit syok. Wajar sih kalau dia suka menggoda suami orang.

"Bukan macam tu maksud Abang, Sayang oi!" dirinya malah geram denganku. "Maksud Abang, lagi is mean belum. Nursya belum kahwin, dan Abang pun tak tahu apa sebabnya,"

Kan, lagi-lagi aku salah paham dengan bahasa Melayu yang memusingkan ini. Soalnya terkadang suka terbalik dengan makna bahasa Indonesia.

"Masa Abang nggak tau tentang Nursya? Bukannya kalian teman, dulunya? Jadi selama Nursya deketin Abang, ngapain aja kalian rupanya?"

DEAR, HEART! ✔Where stories live. Discover now