02

21.9K 3.1K 249
                                    

BANTU VOTE, KOMEN, TERUS SHARE KE TEMEN, TIKTOK, TWITTER, IG, ATAU KE SOSMED LAIN YUK 🙏🏻

MAKASIH ❤️

HAPPY READING

***

"Kamu kalo kebanyakan baca dan ngga istirahat dulu nanti masuk ke novel, gimana hayo?"

"Kamu kalo begadang terus nanti bahaya lo, Ran."

"Rani, istirahat dulu."

"Sayang, keluar yuk! Main sama mommy."

"Rani sayang, kamu mau jalan-jalan ngga?"

"Rani, jangan di kamar terus. Mommy kangen Rani yang dulu."

"Rani, di cariin temen loh."

"Rani...."

"Rani?"

"RANIKA!"

Rani menekuk lututnya dan memeluk dirinya sendiri. Gadis itu menangis histeris dan menatap kaca di depannya dengan tidak percaya. Kenapa harus dia? Kenapa harus dirinya? Di saat ia sudah berhasil mendapat lima puluh juta pembaca. Di saat dia sudah memiliki ratusan ribu followers. Di saat dia sudah bahagia dengan kehidupannya? Kenapa dia harus mati dan berpindah tubuh seperti ini? Kenapa harus dia?

Rani menatap ke arah balkon. "Apa gue bunuh diri aja, ya? Kali aja gue balik ke tubuh gue?" Rani melangkah ke sana dan berdiri di depan pagar pembatas. Gadis itu melirik ke bawah dan menelan ludah gugup. Terlalu tinggi. "Gue ngga bisa, huaaa.... Gue harus gimana?" raungnya frustrasi.

"AYLIN! SAYANG! BUKA PINTUNYA! PAPA MAU NGOMONG!"

Brak Brak Brak

"Sayang! Please, ini papa, Lin. Papa cuma mau ngomong sebentar kok. Buka, ya sayang!"

Rani menyentuh dadanya yang merasa sakit. Itu bukan perasaannya. Matanya melebar. Aylin masih ada di tubuh ini! Apa dia bisa bicara dengannya? Rani menutup matanya dan berusaha memanggil Aylin asli dengan pikirannya namun nihil. Tidak ada apapun yang terjadi.

"Kasian banget lo, Lin. Eh, kenapa gue kasihan sama dia? Seharusnya gue kasihan sama diri gue sendiri! Bisa-bisanya gue kejebak di sini!" Rani mengusap wajahnya yang berair. "Gue bakal nolongin lo sebentar tapi kalo lo ngga mau keluar ke sini, jangan salahin gue kalo cerita lo bakal gue hancurin!" ancam Rani kemudian.

Gadis itu melangkah menuju pintu kamar dan membukanya, tetapi Rani segera mundur ketika tiba-tiba saja ada dua orang tersungkur ke depan.

"AYLIN!" jerit seorang pria dewasa. "Ya ampun, sayang. Papa khawatir sama kamu! Kenapa ngga dibuka-buka pintunya? Kata Darren kamu lupa sama kita, ya? Ayok ke rumah sakit. Kita harus periksa kepala kamu."

"Papa?" sapanya nyaris bertanya. "Aku ngga papa, kok. Emang aku kenapa?"

Kaffa, pria itu menatap putranya yang melongo. "Kamu main-main sama Papa, ya?" sentaknya galak.

"Eh-eh anjir. Ngga gitu, Pa! Tadi Aylin beneran kaya lupa ingatan! Dia bahkan ngga ngenalin Darren sama sekali!" belanya panik. "Sumpah, Darren ngga boong! Tadi tuh Aylin kaya ngga inget! Sumpah, Pa. Darren ngga bercanda sama Papa! Lin, jelasin dong, anjir! Lo jangan main-main sama gue!"

"Papa...." lirih Rani sok takut.

"Darren! Uang jajan kamu Papa potong!" Kaffa menyentuh pipi putrinya. "Kamu istirahat aja dulu, ya. Kamu baru aja sembuh dari demam jadi Papa masih cemas sama kamu. Nanti biar papa bilangin Axiel biar dia ngga khawatir sama kamu, ya." Kaffa mengusap puncak kepala putrinya dan melotot ke arah Darren. "Jagain adek kamu!" serunya galak.

Darren melongo. Dia tertawa terbahak-bahak dan menatap adiknya dengan sinis. "Gue ngga terima! Gue bakal bales perbuatan lo! Liat aja nanti!" ancam Darren penuh dendam.

Rani menatapnya dengan polos dan melambaikan tangan ke arah Darren yang terus saja melihatnya dengan tatapan menusuk. Rani menutup pintu kamarnya dan menghela napas lega. Dia beranjak menuju cermin dan menutup matanya.

"Aylin! Aylin! Gue tau lo masih di sini! Cepet muncul! Gue ngga tau gimana caranya tapi lo harus muncul sebelum gue hancurin hidup lo!" Rani yang merasa tak ada pergerakan membuka matanya. "Gue ngga bercanda, Aylin!"

"Hancurin aja."

Rani nyaris terjungkal karena kaget. Dia menyentuh dadanya dan melihat bayangan di cermin yang entah bagaimana bisa bergerak. "Gue udah mati sejak lama. Gue bakal lebih seneng kalo gue beneran mati dan bukannya kejebak kaya gini!" jelasnya lebih lanjut.

"Maksud lo apa? Kenapa lo bawa gue ke sini? Bawa gue balik, Aylin! Gue ngga mau di sini!" sentak Rani murka.

Aylin tersenyum sinis. "Lo udah mati. Pilihannya cuma lo netep di situ atau mati bareng sama gue di sini!" ujarnya kemudian.

Rani syok. Dia terjatuh dan membekap mulutnya sendiri. "G-gue mati?" lirihnya sedih. Ada banyak hal yang masih ingin dia raih. Kenapa dia harus mati sekarang? Kenapa? Rani menangis histeris sementara Aylin menatap Rani dengan datar. "Lo mau mati bareng gue? Lo lompat aja dari balkon. Kita bisa pergi ke pengadilan akhirat bareng."

Rani mengedipkan matanya. "Maksud lo apa? Kenapa gue di sini? Kenapa?"

Aylin mendengus. "Gue yang bawa lo ke sini. Gue seharusnya udah mati sejak lama tapi dia bilang gue harus tetep hidup sampai nemuin jiwa yang aliran mana-nya sama kaya gue dan ternyata ada lo makanya lo bisa ketarik ke sini." Aylin mengacak rambutnya. "Dan makasih. Akhirnya karena lo, gue bisa ninggalin dunia itu sekarang."

"Maksudnya?"

"Gue muak, Ran. Gue muak tinggal di tubuh itu dan disakiti terus menerus. Gue ngga tau salah gue apa tapi kenapa gue selalu milih jalan yang salah. Padahal gue pengen milih jalan yang bener. Dewa Kelahiran bilang ini karena takdir gue yang ditulis sama Dewa Takdir. Tapi gue ngga terima. Gue ngga suka. Gue beberapa kali nyoba bunuh diri tapi gue tetep hidup. Sampai akhirnya Dewa Kelahiran nemuin gue. Dia bakal bantu gue lari dari neraka itu kalo nemuin jiwa yang cocok sama tubuh gue." Aylin tersenyum. "Dan itu lo. Makasih, ya."

"Sekarang gue bisa pergi. Astaga, akhirnya. Oh iya, semua pilihan ada di tangan lo karena Dewa Kelahiran bilang lo punya sesuatu yang gue ngga punya makanya lo bakal bisa ngelakuin sesuatu sama takdir itu." Aylin melambaikan tangannya. "Makasih banyak, Ran. Bye bye!"

Bayangan itu menghilang.

Rani menggeleng. "Heh! Nanti dulu! Anjir lo! Woi! Kenapa lo tinggalin gue di sini? Woi!" Rani mendorong cermin itu hingga terjatuh di lantai dan menangis histeris. "Berengsek! Aylin berengsek! Takdir berengsek!" Rani membenamkam kepalanya di lipatan lutut selama beberapa saat. Rani mengangkat wajahnya. "Kalo gitu gue bakal bales semuanya! Gue ngga akan pernah biarin tubuh ini mati! Takdir, persetan! Gue bakal ubah akhir kisah tubuh ini. Karena gue tau jalan ceritanya. Aylin bener, gue punya sesuatu yang dia ngga tau. Alur itu. Gue bakal ubah semuanya! Hahaha... Uhuk, sebentar. Tenggorokan gue sakit."

Rani kembali minum lantas tertawa terbahak-bahak.

***
Makasih udah baca ❤️
Jangan lupa jejaknya yuk 🙏🏻

I'm An Antagonist GirlWhere stories live. Discover now