48

2K 297 17
                                    

Aneh. Perasaannya pagi ini terasa berbeda. Dia merasa setidaknya dia harus kembali ke rumah dan menyiapkan hatinya agar tetep kokoh. Aylin gelisah. Itu terlihat dengan sangat jelas akan kelakuannya yang mengganggu di dalam kelas.

Angela yang tidak tahan melihat Aylin bergerak tidak jelas di tempat duduk mendengus jengkel. "Diem ngga lo, Lin! Lo bikin gue puyeng. Sebel gue liat lo muter-muter nggak jelas kaya gini," tegur Angela sengit. "Lo udah nyerahin masalah ini pada bokap lo, jadi, kenapa lo masih aja nggak tenang? Santai saja. Dia pasti bisa nangkep pelakunya dengan cepet."

Aylin menghela napas dan mendengus pelan. Dia tidak menanggapi gadis itu sedikit pun karena sibuk dengan pikirannya sendiri.

Angela yang merasa tidak dipedulikan mencubit pipi Aylin hingga gadis itu menoleh dan meringis kesakitan. "Hei, sakit, woi! Apa yang lo lakuin, hah? Lo mau bunuh gue, Jel?!" sungut gadis itu galak. "Gila, lo. Sakit banget anjir."

Dia menepis tangan Angela dan mengelus pipinya yang memerah. "Shhh, sakit huhu ... Awas saja kalo sampe jadi bekas nih pipi berharga gue. Gue bakal gigit lo balik sampe lo kena rabies!'' ancamnya kemudian.

Angela mengernyit aneh. Orang ini tidak waras.
"Jadi, lo ngaku kalo lo salah satu spesies anjing?" tebak Angela mengejek.

Aylin diam. Dia menggaruk tengkuknya dan menggeleng. "Gue suka liat anjing, tapi, kalo jadi anjing nanti gue jadinya bakal nurut sama majikan gue. Jadi, gue milih jadi kucing aja. Soalnya kucing tuh kurang ajar sama babunya sendiri. Jadi, enakan jadi kucing soalnya nggak bakal diatur-atur," jawab Aylin ngawur.

"Serah lo!'' sembur Angela tak tahan.

"Eh, btw si Karla kemana sih? Kenapa dia jarang banget muncul sekarang-sekarang ini? Gue kangen kebegoan dia soalnya," tanya Aylin sambil menoleh ke sekitarnya. Dia mengusap lengannya dan meringis. "Biasanya dia bisa gue suruh-suruh, sekarang nggak tahu deh dia di mana!" keluhnya sedih, dia kehilangan babunya.

Angela mengendikkan bahunya tanda jika dia pun tidak tahu keberadaan bocah itu.

"Semenjak main sama temennya si Axiel, anu, siapa itu gue lupa, sekarang dia jadi jarang muncul di kelas. Gue denger dia juga jarang ke rapat PMR. Bener-bener ya tuh orang, biangnya masalah. Bisa-bisanya dia bikin Karla jadi begitu!" Aylin merengut. "Hei, Jel. Sana cari Karla gih! Kita harus sidang dia sebelum dia kena lebih banyak masalah."

"Lah, kenapa lo nyuruh-nyuruh gue? Emangnya lo siapa?"

"Gue? Oh, gue cuma orang yang rumahnya lo tumpangi dengan gratis. Yang kasih lo makan dan juga minum. Gue bahkan banyak kasih lo duit jajan. Nggak banyak sih ...."

Angela menghela napas berat. Dia merasa punggungnya ditempeli oleh label 'penumpang tidak tahu diri' yang sangat besar dan jelas karena menolak perintah dari gadis itu. "Baik, Nona. Saya akan segera mencari pelayan anda yang melarikan diri dari anda!" ucap Angela dengan sangat sopan.

Aylin melambaikan tangannya dari tempat duduknya sementara Angela sendiri berjalan dengan langkah malas. Seharusnya saat ini dia menetap di kantin dan bergembira dengan kawan-kawannya yang lain, namun, kedatangan Aylin ke kelasnya sangat mengganggu!

Angela pergi menyusuri setiap kelas, bertanya pada para siswa-siswi, dan berakhir mendekam di kantin sekolah. "Gila, gue laper banget anjir. Lagian, si Karla kemana aja sih? Masa dia sampe jarang di kelas?! Bocah teladan itu diracuni sama siapa?!" sungutnya jengkel. Dia menyeruput jus strawberry pesanannya dan menghela napas lega. "Fyuh, akhirnya nih haus kesiram juga."

"Eh, eh, lo temennya Karla 'kan? Lo ngga ikut bolos sama dia?"

Angela mengernyit. Dia menoleh ke sekelilingnya dan menunjuk wajahnya sendiri. "Lo lagi ngomong sama gue?" dia malah balik bertanya.

"Iyalah, sama lo. Lo temennya Karla 'kan?"

Angela sontak berdiri. Dia memperhatikan gadis itu dengan seksama. Seragam yang sesuai peraturan sekolah, make up tidak tebal dan wajar, kacamata yang khas seperti orang pintar pada umumnya. Walaupun cara bicaranya kasar dan menyebalkan namun tak salah lagi, dia salah satu spesies yang sama dengan Karla sebelum bertemu dengan Aylin.

"Mungkin ... Eh, by the way lo ketemu Karla dimana?"

Cewek itu menatap temannya dan mendekat. Dia mendekati Angela dan berbisik, "di klub Rosetha. Klub lama di ujung Jalan West 45."

Angela menganga. Dia menatap cewek pemberi informasi yang kini tersenyum tipis sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir kemudian melenggang pergi bersama temannya yang satunya. Angela menatap kepergian cewek itu sambil menggeleng pelan. "Wah, orang pinter kalo suntuk mainnya ke klub juga." Dia berujar keheranan. Gadis itu membelalak sadar kemudian berteriak pelan. "Karla!''

Angela berlari dengan cepat kembali ke kelasnya dan menemukan Aylin sedang tidur manis dilantai setelah menggelar tikar yang entah dia dapat darimana. Angela mengguncang-guncang tubuh Aylin dengan cepat.

"WOI! LIN, BANGUN LIN! GUE DAPET KABAR SOAL KARLA!''

"Hah, apa? Apa? Di mana gempa bumi? Kabur? Ayo kabur!'' racau Aylin yang terkejut karena mendadak dibangunkan dari tempat tidurnya. Aylin mengusap pelan matanya dan merengut sebal. "Jel, gila lo! Kira-kira kek kalo mau bangunin gue!" pekik Aylin murka.

"Enggak usah marah-marah, sekarang ada hal yang lebih penting daripada tidur."

"Heh! Enak aja, ya! Mana mungkin ada yang lebih penting dari tidur singkat gue di sekolah! Lo nggak tahu aja nikmatnya tidur disaat jam kosong plus istirahat. It's amazing!''

Angela memutar bola matanya malas dan mendengus. "Bacot. Lo tahu ngga di mana Karla beberapa hari ini?'' singgungnya dengan cepat.

Aylin mengedipkan matanya. Ah, dia baru ingat. Dia meminta Angela mencari tahu keberadaan Karla yang sering menghilang dari pandangannya. "Jadi, dia ada di mana?" tanya Aylin kemudian.

"Dia di klub, njir! Bocah itu diem-diem mainnya di klub!" bisik Angela pelan-pelan. Entahlah, rasanya dia tidak bisa membiarkan orang tahu jika Karla si bego itu sudah berubah menjadi gadis yang berbeda. Sekarang, Karla bahkan mencicipi tempat semacam klub yang terkenal dengan semua hal negatif yang sering dimuat dalam artikel kenakalan remaja.

Aylin diam. Cewek itu mengusap telinganya, menatap Angela dengan pandangan tak percaya dan menggeleng. Angela menanggapi respon lambat Aylin dengan mengangguk mantap, bahkan matanya melotot seolah tengah menancapkan laser.

"Serius?"

"Serius."

"Lo nggak ngaco nih?"

''Enggak, bego! Buat apa juga gue ngarang beginian?! Nggak ada untungnya buat gue!" seru Angela jengkel.

Aylin menghela napas panjang. Dia mengusap kasar wajahnya dan kembali merebahkan tubuhnya diatas tikar. Cewek itu menatap langit-langit ruangan kelas dan membuat Angela menatapnya dengan aneh. "Lin?" panggilnya bingung. Kenapa respon Aylin biasa saja? Bukankah ini kabar yang mengejutkan?

"Gue masih ngantuk, Jel. Kita bahas nanti aja, ya."

Angela tersenyum paksa. Dia mengambil boneka yang juga entah datang darimana kemudian memukulkannya ke kepala Aylin dengan gemas. Sang korban sendiri hanya mengaduh kesakitan tanpa rasa bersalah usai memberi perintah sekejam itu pada Angela dan merespon laporannya dengan begitu santai.

***
Aku update lagi! :D

I'm An Antagonist GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang