49

2.1K 319 7
                                    

"Apa lo yakin kalo dia bakal di sini?"

"Kata temennya sih begitu, dia sering nongkrong semenjak deket sama Jordan.''

"Wah, gila. Tuh orang mainnya udah jauh banget, ya. Sampe-sampe nge-klub sendiri. Hebat-hebat!" Aylin bertepuk tangan dan menggeleng-gelengkan kepalanya takjub. Dia cukup senang karena berhasil mengangkat kepercayaan diri Karla sampai dia tidak lagi memandang rendah dirinya, namun dia cukup menyesal karena membiarkan Karla sebebas ini. "Gila tuh bocah! Baru bebas dikit langsung trabas aja, apa ngga dimarahin bokap nyokapnya?'' tanya Aylin pada Angela.

Angela menggeleng. "Gue nggak nyelidikin sejauh itu, gue juga sibuk kali. Lo pikir gue ngga ada kerjaan lain dan cuma nyariin Karla ada dimana," balas Angela sewot.

"Biasa aja, kali. Sensi amat, dapet lo?"

"Iya. Mau apa?" balas Angela sengit.

Aluna menggaruk tengkuknya dengan perasaan aneh. Biasanya dia yang akan nyolot dan bertindak semena-mena, tetapi sekarang dia merasa harus mengalah sebentar. Angela terlihat lebih seram ketimbang siang tadi.

Angela sangat kesal. Bukan hanya karena Aylin yang terus mengganggu atau periode datang bulan yang sedang datang menghampiri, tapi juga karena ibunya yang tiba-tiba menelepon dan meminta bertemu dengannya seusai pulang sekolah beberapa jam yang lalu.


"Angela."

Angela membeku ketika suara sang ibu masuk ke dalam telinganya, menyapanya dengan lembut dan membuat sekujur tubuhnya merinding. Keringat dingin bermunculan di beberapa titik di bagian lehernya.

"Ibu perlu bicara sama kamu. Ayo ketemu ditempat biasa."

"Eh, Jel. Ayo pulang! Gue laper!"

Angela dan terkesiap kaget dan tak sengaja menjatuhkan ponselnya. "Ah, ponsel gue!" dia memekik syok. Cewek itu berbalik. Dia siap memaki siapapun yang mengagetkannya dan berhenti ketika melihat siapa pelakunya. Aylin sialan.

Aylin membuka helmnya kemudian menyangga tangannya diatas tangki motor dan menatap Angela dengan malas. "Buruan naik! Gue mau pulang! Gue mau makan! Kak Darren juga nungguin!" ujarnya kemudian.

Angela menjauhkan ponselnya dan menggeleng. Menolak untuk pulang sekarang dan membuat kening Aylin berkerut dengan sorot mata dipenuhi tanda tanya. "Kenapa? Aneh lo? EH ... JANGAN-JANGAN!" Aylin menyipitkan matanya dan menatap Angela dengan tatapan menyelidik curiga.

Angela membeku. Takut akan kalimat apa yang akan Aylin katakan. Dia mungkin akan kesulitan menjelaskan segala jenis pertanyaan menyudutkan yang nantinya akan cewek itu ajukan padanya. Sejak Angela tinggal di tempat Aylin, cewek itu meminta tolong pada papanya untuk memblokir segala jenis komunikasi dirinya dengan ibunya. Dia sedikit berterima kasih atas sikap Aylin yang cukup menolongnya dan memberinya waktu untuk sendiri. Tapi, disisi lain dia juga tidak tega. Dia beberapa kali mencoba bertemu dengan ibunya dan berakhir diinterogasi dan dipojokkan oleh Aylin. Aylin melarang Angela untuk bertemu dengan ibunya dulu sebelum dia benar-benar bisa menata pikirannya sendiri agar tidak mudah dipengaruhi.

Angela sudah lama hidup dalam bayang-bayang ibunya jadi tidak mungkin dia akan dengan mudah terlepas dari ibunya. Aylin tahu benar soal itu karenanya dia mencoba untuk mencegah mereka bertemu dalam waktu dekat. Jangan bilang dia itu jahat, tetapi dia hanya mencoba membantunya melepaskan diri dari keluarganya yang toxic.

"LO MAU PACARAN SAMA HADES DAN NINGGALIN GUE SENDIRIAN SAMA KAK DARREN KAN?'' tudingnya dengan lantang dan membuat Angela terdiam. "Jahat banget, lo. Walaupun kakak gue gila tapi bukan berarti lo bisa remehin dia kaya gini. Teganya lo tinggalin sendiri buat ngadepin dia! Gue ngga mau, Jel. Gue nggak mau jadi babu Kak Darren. Kalo ada lo 'kan gue seneng soalnya ada yang gantiin gue buat ngurus dia," cerocosnya dengan lebay.

Angela menghela napas malas. Ah, ternyata otak Aylin memang pintarnya kadangp-kadang saja. Sialnya lagi dia serius memandangnya sebagai babu. Padahal awalnya dia kira cewek itu hanya main-main untuk membuatnya kesal, tapi ucapannya barusan semakin membuatnya yakin jika apa yang dia bilang soal menjadi babu memang benar adanya. Dasar cewek jahat!

"Gue harus nyari Karla. Gue khawatir. Dia bisa aja nggak sengaja ikut sekte sesat. Gimana coba kalo nanti kita keseret? Gue sih ogah, ya."

Aylin diam sejenak, membuat raut wajah berpikir dan mengangguk-anggukkan kepalanya "Oh, bener juga. Ya udah, sana pergi! Ganggu pemandangan aja!" usir Aylin dengan songongnya.

Angela tersenyum paksa. Tarik napas, buang. Tarik napas, buang. Dia tidak bolek menyelak. Tidak boleh. Apapun yang terjadi, kita tidak boleh menghina seseorang yang memiliki kekurangan asupan otak yang menyebabkan jadi bodoh sepertinya.

Aylin lantas melenggang pergi dengan motornya. Tinggallah Angela yang dipenuhi rasa bimbang sebelum akhirnya pergi ke tempat biasa dimana dia bertemu dengan ibunya.

Angela menarik napas dalam sebelum memasuki area toko kue. Tempat serba pink dengan jejeran kue yang tertata apik dan menggugah selera di etalase seketika menarik perhatiannya. Ini adalah surga kue. Ada banyak jenis kue yang siap dinikmati. Tempat istimewa yang selalu berhasil membuatnya seperti hidup kembali.

"Angela."

Angela menatap sang ibu yang terlihat tidak biasa. Penampilannya tidak semewah sebelumnya. Aura wajahnya juga lebih suram dan muram. Dia terlihat lebih menusiawi sekarang. Dulu, Angela selalu mengira jika ibunya adalah robot pemarah yang tidak bisa berekspresi sedih. Tetapi, melihatnya seperti itu sedikit mencubit hatinya.

"Bagaimana kabarmu?"

Angela duduk dan mengeraskan hatinya agar ekspresinya tidak berubah. Dia harus santai, santai, dan santai. "Aku baik-baik saja," sahut Angela pelan. Dia ingin menambahkan kata ibu dibelakangnya, tapi entah kenapa dia merasa tidak bisa melakukan itu.

"Yah, kuharap juga begitu."

Angela mengernyit heran. Apa begitu sikap yang pantas ditunjukkan oleh seorang ibu setelah sekian lama tidak bertemu dengan anaknya?

"Apa kamu yang meminta pada Aylin untuk melakukan sesuatu pada keluarga kita?"

Angela menatap sang ibu dengan tidak percaya. Apa ibunya baru saja menuduhnya?"

"Ayolah, Angela. Apa kamu nggak kasihan sama ayah kamu? Apa kamu tidak kasihan denganku? Kenapa kamu membuat masalah seperti ini." Gina, ibu Angela menyesap kopi hangat yang dia pesan sejak beberapa waktu yang lalu. "Kembalilah! Jangan membuat masalah ini lebih besar. Kami memaafkanmu dan kami tidak akan mengungkit apa yang sudah kamu lakukan hari itu."

Dada Angela terasa sesak. Batu besar seperti menghantamnya dengan kuat dan membuat lubang yang menghancurkannya berkepping-keping. Darahnya berdesir karena emosi yang merangkak naik dan siap meledakkan kepalanya. "Apa ini yang mau ibu katakan setelah semuanya? Apa ibu sama sekali nggak berniat minta maaf sama aku?" seru Angela marah.

"Angela!"

"Stop!" Angela berdiri dari tempat duduknya dan menatap ibunya dengan kecewa. "Angela kira ibu sudah berubah. Tapi, ibu sama sekali nggak peduli soal perasaan aku."

Angela menangis dan berakhir kena semprot Aylin karena keadaannya yang menyedihkan.

"Woi cepet masuk!"

Angela tersadar dari lamunannya dan menatap Aylin yang melambai-lambaikan tangan padanya dari depan pintu masuk. Gadis itu meringis melihat penampilan Aylin. "Apa Arkala nggak bakal ngamuk kalo liat dia begitu?'' bisiknya khawatir. Dia tahu cowok itu punya banyak mata yang mengawasi dan kekhawatiran Angela memang benar adanya.

Arkala menatap ponselnya yang memperlihatkan foto Aylin malam ini dengan wajah mengeras karena emosi. "Aylin!" desisnya rendah.

***
Aku update lagi, yuhu!
Maapkan typo. Aku ngetik di tab soalnya.

I'm An Antagonist GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang