23

14.7K 2.5K 147
                                    

Ramein dong, sepi banget keknya

***

Mata Aylin bengkak namun senyuman lebar tetap terpatri manis di bibirnya. Dia mengunyah ayam krispi pedas kesukaannya dengan lahap. Tak sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian dari dua orang yang sangat menyayanginya.

"Aylin, kamu beneran udah ngga papa?" cicit sang ayah pelan. "Kita ke rumah sakit aja, ya?"

Aylin mengangkat kepalanya dan menggeleng. "Aku baik-baik aja, Pa. Dibanding selalu perhatiin aku mending Papa kasih perhatian juga sama Kak Darren. Suapi dia dong!"

Darren mendelik. "Lin, ngga usah ngaco!" hardiknya sebal dan malu di saat yang sama.

Kaffa menatap intens Darren membuat cowok itu tanpa sadar menegang karena diperhatikan seserius itu oleh ayahnya. Apa dia membuat kesalahan?

"Aylin bener. Udah lama Papa ngga nyuapin kamu. Sini Papa suapin kamu, Ren!" tuturnya ramah.

Darren bergidik ngeri. "Nggak! Mending Papa marahin Darren aja ketimbang kaya gini, Papa bikin takut!" tolaknya mentah-mentah.

Kaffa menggeleng. "Nggak, Ren. Papa ngga mau marah-marah sama kamu lagi. Ternyata kamu anaknya irian sama Aylin. Maafin Papa yang ngga pengertian ini, ya. Sini sayang, Papa peluk dulu!"

Darren berteriak geli sembari memeluk tubuhnya sendiri. "AKHH! JIJIK BANGET SUMPAH! JIJIK PA!" Dia berlari terbirit-birit untuk segera pergi ke kampus sementara Kaffa menyusul sambil memanggili namanya dengan lantang.

Aylin tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya. Bi Ami yang melihat interaksi hangat mereka tersenyum lembut. Sudah lama rasanya tidak melihat mereka ramai seperti ini. Bi Ami kembali melanjutkan membasuh peralatan dapur yang basah karena baru saja dia cuci dengan tenang.

Selang beberapa menit kemudian, Kaffa kembali, namun wajahnya berubah aneh. Dia terlihat kesal akan sesuatu?

"Lin."

Aylin mendongak, menatap Kaffa dengan heran. "Kak Darren mana, Pa?" tanyanya begitu tak menemukan sang kakak bersama Kaffa.

"Dia udah berangkat." Kaffa melipat tangannya di dada dan menatap Aylin dengan serius hingga membuat cewek itu mengernyit. Mendadak tenggorokannya terasa kering. Dia mengambil air putih dan menenggaknya perlahan kemudian kembali memakan ayamnya lagi.

"Kamu ada hubungan apa sama Arkala?" singgungnya mendadak.

"Huk!" Aylin tersedak dan segera mengambil segelas air yang tersisa setengah di dekatnya. "Apa? Arkala? Aylin ngga ada hubungan apa-apa kok sama dia!" elaknya tegas.

"Dia di depan rumah. Katanya mau nganter ceweknya ke sekolah. Satu-satunya cewek yang sekolah di sini kan kamu. Jadi, bisa kamu jelasin kenapa dia bilang kamu ceweknya?"

Aylin meringis. Tak menyangka jika cowok itu senekat ini dan dia juga harus mendapatkan pertanyaan seperti ini. Gadis itu meremas jemarinya gugup dan berusaha menemukan jawaban yang bisa memuaskan sang ayah. Jika dia bilang hubungan ini hanya berlangsung selama tujuh hari karena taruhan, ayahnya pasti akan melakukan tindakan yang tak masuk akal nantinya.

Dia baru tahu setelah mendapat ingatan Aylin jika Kaffa ternyata sangat protektif jika menyangkut gadis ini. Dia tak segan-segan menghancurkan sebuah perusahaan yang tak Aylin sukai atas permintaannya. Walaupun dia harus menderita kerugian namun Kaffa akan dengan cepat menanganinya.

Dia benar-benar ayah yang mengerikan. Dan, jika ayahnya berperang dengan keluarga Arkala, sudah dipastikan ayahnya akan kalah. Dia tidak mau. Bukan hanya karena dia tidak mau jatuh miskin tetapi karena ini demi ayahnya. Ayahnya sudah susah payah membangun bisnis ini mana mungkin sebagai anaknya yang tidak tahu diri ini menghancurkannya.

"Kami memang lagi dekat sih, Pa."Aylin akhirnya mengakui dengan pilihan dengan setengah berbohong.

"Apa? Kamu bilang ngga ada hubungan apa-apa sama dia? Kenapa sekarang bilang dekat dengan mantan kriminal sepertinya?" sentaknya tidak terima. "Ngga bisa, Lin. Dia udah buat Darren berubah dan sekarang dia mau deketin kamu. Ngga, Papa ngga setuju!"

"Kak Darren?" beo Aylin penasaran.

Kaffa terkesiap sadar. Dia hampir saja mengungkapkan rahasia terbesar Darren. Kaffa mengusap dagunya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. "Ya, pokoknya kamu ngga boleh sama dia!" putusnya final.

"Pa, semua orang bisa berubah jadi baik kalo dia mau. Walaupun Arkala dulu napi tapi sekarang dia cuma remaja biasa. Dia nggak akan apa-apain Aylin," ucap Aylin berusaha memberi pengertian.

"Justru itu yang Papa khawatirin. Kamu udah ngga mau diawasi Papa atau Darren dan sekarang kamu malah deket sama biang masalah kaya dia! Papa ngga terima, Lin!" tekan Kaffa bersikeras akan keputusannya.

"Papa, Aylin juga biang masalah kalau Papa lupa?" Aylin segera mengingatkan posisinya. "Aku selalu buat Papa ke sekolah. Aku nyakitin orang lain dan yang paling parah aku buat anak orang lain sampai nyaris ngga bisa jalan. Kenapa Papa ngga nyalahin aku dan malah bertanggung jawab untuk semua itu? Apa karena aku mirip ibu? Apa karena penyakitku ini Papa berusaha memaklumi?"

Kaffa tersentak.

"Jujur saja, Pa. Aylin kecewa. Papa malah membenarkan semua hal yang Aylin lakuin. Ini salah, Pa." Aylin berdiri dan menggenggam tangan Kaffa. "Tapi sekarang, Aylin bakal berubah. Aylin bakal mencoba menebus kesalahan Aylin di masa lalu. Itu termasuk mendapat omelan Papa. Aku pengen kaya Kak Darren. Dimarahin saat salah dan bukannya malah di tenangin saat salah. Tolong ya, Pa?"

Kaffa terperangah. Matanya berkaca-kaca menatap Aylin yang tersenyum manis padanya. Anaknya, kapan dia tumbuh sedewasa ini? Dia memeluk Aylin. "Maafin Papa, Lin."

"Aylin juga minta maaf, Pa." Aylin mengusap punggung Kaffa. "Tapi nanti kalo Aylin ngga sengaja buat masalah, Papa tetep tolongin Aylin dulu sebelum marahin Aylin ya, Pa?"

Kaffa tertawa pelan. "Tentu saja, Aylin. Anak perempuan ayah udah besar, ya. Padahal kayaknya baru kemaren Papa gendong pas kamu baru lahir loh, Lin."

Aylin terkekeh. "Jadi, Aylin boleh deket sama Arkala 'kan?"

Kaffa melepas pelukannya pada Aylin dan membuang muka malas.

"Pa?"

"Tapi janji ngga aneh-aneh, ya? Papa ngga mau kamu kenapa-kenapa. Kalo dia jahatin kamu, Papa sendiri yang bakal hajar dia sampe mampus!" ucap Kaffa penuh tekad.

Aylin mengangguk patuh. "Aylin berangkat, ya?"

"Hati-hati."

Aylin lagi-lagi mengangguk untuk membalasnya. Dia melangkah pergi keluar dan menghela napas malas melihat Arkala tersenyum lebar padanya. Jika saja tidak ada insiden jatuh dari motor, dia tidak harus menderita seperti ini. Ya, dihari pertamanya mencoba motor miliknya ia jatuh. Darren langsung menjualnya dan tak mengizinkan Aylin mengendarai motor lagi. Mengingat itu membuat Aylin mendengus sebal.

"Selamat pagi, cantikku."

Dahi Aylin berkerut aneh. Dia membuat raut jijik namun Arkala tak memperdulikannya.

"Lo ngga capek cantik tiap hari? Jantung gue ngga kuat nahan damage lo, Ay." Arkala meratap dengan dramatis memegangi dadanya sendiri. Dia lantas menutup matanya lagi-lagi dengan ekspresi wajah berlebihan. "Akh, mata gue bisa buta liat bidadari tiap hari ...."

Aylin menatapnya dengan pandangan jijik namun Arkala tetap mempertahankan ekspresi terpesonanya pada gadis itu yang membuat Aylin menoleh ke samping. Dia lantas segera menutup mulutnya sebab perutnya mendadak merasa mual. Kenapa gue bisa kenal cowok kaya dia? Aylin menjerit frustrasi dalam batinnya.

***
Terima kasih banyak udah baca.
Jangan lupa jejaknya, ya. ❤️

27-11-2021

I'm An Antagonist GirlWhere stories live. Discover now