ENAM

28.2K 3.4K 294
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

"Pagi, mas." Ditya menyapa dengan senyum paling manis yang bisa dia tunjukkan.

Bukannya menjawab, Dipta malah turun ke bawah tanpa menghiraukan Ditya. Membuat Ditya merasa sakit hati yang teramat, layaknya di tinggal kekasih untuk menikah dengan laki-laki lain, Ditya memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Nyess banget," gumamnya ikut turun ke bawah.

Saat sampai di bawah, hening menyelimuti keadaan rumah. Ditya dan Difya hanya diam sambil sesekali melirik kearah Dipta yang sibuk makan tanpa menghiraukan sekitar.

"Ekhem." Ayres berdehem pelan, mencoba mencairkan suasana yang membuatnya tidak nyaman. "Mau berangkat sama ayah atau di antar pak Ali?" tanya Ayres.

Ditya dan Difya kembali berpandangan lalu sama-sama melirik Dipta. "Uhm, sama ayah aja boleh?" tanya Ditya pada Ayres.

"Ya boleh, lah." Ayres menyetujui.

Tak lama kemudian, mereka siap untuk berangkat. Dipta mendahului kedua saudaranya dan duduk di depan bersama Ayres, hal itu membuat Ditya dan Difya merasa sangat sedih.

Ayres mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, kembali hening bahkan tidak ada suara sedikitpun.

"Kita masuk ya, yah," kata Difya berpamitan. "Assalamualaikum."

"Ditya masuk, yah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Keduanya keluar dari mobil, saat Dipta ingin berpamitan, Ayres menahan Dipta sebentar.

"Ayah mau ngobrol bentar," kata Ayres. Dipta mengangguk dan menatap Ayres menunggu. "Marah banget, ya?" tanya Ayres.

Dipta diam.

"Emang adiknya pada ngapain, sih? Kok sampai begini banget?" ujar Ayres bertanya.

Dipta masih diam.

"Lagi sakit gigi?"

"Dipta cuma lagi malas ngomong, yah. Lagian gak masalah kalau Dipta diam satu hari," jawab Dipta yang sangat jauh dari jawaban yang Ayres mau.

"Tega lihat adik-adiknya sedih begitu? Bunda juga sampai kepikiran tu di rumah."

"Biar mereka belajar paham kalau mereka gak bisa begini terus. Kalau ketemu bakal selalu berantem, udah besar tapi susah di bilangin."

Ayres menghela napas berat. "Jangan terlalu lama, nanti Difya nangis di cuekin masnya."

Dipta mengangguk, dia langsung berpamitan dan masuk ke dalam sekolah.

Brukk

"Wadaawwww," pekik seorang gadis yang terduduk di lantai koridor. "WOY, KALAU JALAN PAKE MATA DONG."

Dipta menatap gadis itu dengan datar, di mana-mana jalan menggunakan kaki, itulah yang Dipta pikirkan.

"WOY, BISU LO?"

"Iya."

Menjawab dengan satu kata lalu pergi meninggalkan gadis yang masih duduk di lantai, wajah gadis itu sudah merah menahan marah. Jika saja tidak melihat kondisi koridor yang cukup ramai, sudah dia maki-maki si Dipta.

"Sial, awas aja kalau ketemu lagi, gue cekokin pake air kobokan," gerutunya berjalan meninggalkan tempat itu.

Dipta berjalan masuk ke dalam kelas, langsung duduk di kursinya tanpa suara. Restu yang melihat Dipta datang langsung saja menghampiri teman sebangkunya itu.

TRIPLETS D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang