DUA PULUH DUA

19.9K 2.8K 1.4K
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

"Balik sana," ketus Paska menatap Ditya kesal. "Jangan nginap di rumah gue, gembel gak di izinkan nginap."

Ditya tidak bergerak, dia masih menelungkup di kasur Paska. Sejak dia datang, dia hanya diam, tidak berbicara bahkan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Itulah yang membuat Paska kesal minta ampun.

"Heh! Bangun, lo. Pulang sana, iss."

Hendak menerjang pantat Ditya, Paska tersentak mendengar isakan temannya itu. Dia panik tiba-tiba dan langsung mendekati Ditya.

"Dit, lo kenapa?" tanya Paska panik.

"Bunda hiks.., keguguran," isak Ditya masih menenggelamkan wajahnya di bantal.

"Ya Tuhan," ucap Paska terkejut. "Sabar, Dit."

"Gue jahat hiks.., gue bentak-bentak Difya."

Paska terdiam, dia masih bingung dan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hingga Ditya mendudukkan tubuhnya lalu menatap Paska dengan air mata yang menggenang.

"Gue marah," kata Ditya. "Marah sama diri gue sendiri. Gue cemburu tapi gue baru bilang, gue ngerasa Difya selalu dapat semuanya padahal bunda sama ayah gak pernah bedain kita, tapi gue yang bego, gue yang egois dan bodoh."

"Gue salah, Ka," lirih Ditya. "Gak seharunya gue bentak-bentak Difya dan nyalahin dia atas kegugurannya bunda. Tapi gue juga gak bisa nahan diri untuk gak keluarin kemarahan gue. Bunda terlalu mikirin dia, bunda jadi stres dan gak mikirin dirinya sendiri, bunda jatuh, emang bukan salah Difya tapi bunda pasti terlalu kepikiran sama Difya yang bahkan dengan nyaman tidur di kamarnya."

"Lo salah," kata Paska. "Tapi lo juga gak bisa nahan diri, gue paham. Tapi Dit, kasihan Difya. Dia pasti gak mau sakit, dia gak mau begini, apalagi tentang musibah yang nimpa bunda, lo."

"Tau, gue tau, Ka."

"Balik, gih." Paska menepuk pundak Ditya. "Ayo gue temenin ke rumah sakit."

Tangan Ditya di tarik Paska untuk berdiri, Paska menarik Ditya keluar rumahnya. Dia tahu jika Ditya ingin sekali kembali namun dia tidak berani, dia juga pasti belum siap bertemu keluarganya, lebih tepatnya dia belum siap bertemu Difya.

Saat sampai, Ditya berjalan dengan sangat diam. Dia belum membuka suaranya bahkan setelah sampai di depan kamar bundanya. Dia sedikit bingung melihat Jendral yang tengah duduk di kursi tunggu bersama Dipta.

"Bang," sapa Paska.

Jendral mengangguk tanpa suara, mata mereka melirik Dipta yang menatap datar Ditya. Sedangkan yang di tatap benar-benar takut dan bingung.

"Gur mau ngomong," kata Dipta membuat mereka semua memusatkan perhatian mereka. "Tapi gak di sini."

Setelah itu Dipta pergi, mereka bertiga sedikit bingung namun ikut pergi menyusul Dipta yang ternyata pergi ke atap rumah sakit.

Dipta berdiri sambil bersandar di dinding pembatas, Jendral mengambil tempat beberapa meter dari mereka dan menghidupkan rokoknya. Paska mendekati Jendral, dengan sangat santai dia mengambil rokok Jendral dan membuat Jendral menatap Paska sinis namun Paska malah tercengir tanpa dosa seperti kuda.

"Habis dari mana?" tanya Dipta menatap Ditya.

Jendral dan Paska memilih untuk diam dan membiarkan kedua adik kakak itu menyelesaikan masalahnya.

"Rumah Paska."

"Pinter."

Satu kata yang bisa membuat Ditya menjadi takut apalagi tatapan Dipta benar-benar berubah.

TRIPLETS D [END]Where stories live. Discover now