TIGA BELAS

24.9K 3K 551
                                    

Hai👋

Pada nungguin gak sih?
Aku hari ini baru bisa update sekarang, maaf yaa..

Jadi, selamat membaca semuanya.

••••

"Mas!"

"Hm?"

"Ngapain, sih?" tanya Difya.

"Kelihatannya?"

Difya berdecak, merasa kesal melihat Dipta yang sibuk dengan komputernya. Itu adalah kebiasaan seorang Dipta, dia akan sangat betah berada di depan komputer, entah itu membaca, bermain game, atau menonton. Terkadang Difya punya niat untuk menjual komputer milik Dipta karena sudah sangat jengah dengan perilaku kakaknya itu.

"Difya bosan," keluh gadis itu.

"Ini udah malam, Difya. Emang mau ngapain lagi?"

"Ya ngapain, kek. Ayo main aja."

Dipta memutar kursinya, memperbaiki letak kecamatannya lalu menatap Difya yang duduk di atas kasur. "Mending balik ke kamar, tidur aja udah malam. Ingat, besok sekolah, nanti terlambat kalau begadang."

"Ih, gak bisa tidur, mas. Kalau bisa juga udah tidur dari tadi," sungut Difya. "Lagian mas Dipta ngapain, sih? Dari habis isya sampai sekarang tahan banget di situ."

Dipta melirik jam di samping komputernya, sudah hampir jam sebelas malam dan dia tidak sadar akan hal itu.

"Tidur sana, mas juga mau tidur."

Bibir Difya mengerucut, dengan kesal dia berdiri dan pergi dari kamar Dipta. Entah apa yang akan dia lakukan, mungkin saja menunggu kantuk datang dengan menghitung domba seperti kebiasaannya bersama Ditya.

Dipta mematikan komputernya, merapikan barang yang ada di atas meja belajarnya. Menyusun buku-buku yang selesai dia gunakan dan beberapa pena yang berantakan.

Merasa kehilangan sesuatu, Dipta berdiri dan mengedarkan pandangannya. Sebuah pena kesayangannya hilang, dia berjongkok dan mendapati benda kecil itu di bawah meja.

Dug!

Bagus sekali, kepala Dipta harus menyapa kerasnya meja belajar berbahan kayu dan besi itu.

Suara ringisan jelas terdengar dari mulutnya, tapi untungnya itu bukan Difya, setidaknya tidak ada suara teriakan yang akan mengejutkan seluruh penghuni rumah.

Mengelus pelan kepalanya dengan sayang, Dipta kembali berdiri dan meletakkan pena itu wadahnya agar bergabung dengan benda yang sejenis.

Tes

Dipta mendongak, menatap plafon kamar yang tidak ada apapun di sana. Sedetik kemudian dia terkejut melihat cairan berwarna merah yang terjatuh di atas mejanya.

"Astaghfirullah," ucapnya menyadari cairan itu berasal hidungnya.

Mengambil sebuah tisu, Dipta lebih dulu mengelap darah yang ada di meja di banting hidungnya sendiri. Dia berjalan menuju kaca dan memeriksa hidungnya.

"Gak ada yang luka," gumamnya. "Karena ke bentur meja, kali."

Sepertinya memang begitu, bagaimana kerasnya suara hantaman dari kepala dan meja itu tidak perlu di ragukan jika ada efek yang muncul.

Dengan segera dia menuju toilet untuk membersihkan hidungnya, sekaligus mencuci muka, kaki dan tangannya untuk persiapan tidur.

••••

TRIPLETS D [END]Where stories live. Discover now