TIGA PULUH EMPAT

22.2K 2.9K 1K
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

Sudah sampai mana langkahmu?

Sudah seberat apa bebanmu?

Sudah sejauh mana usahamu?

Kamu terlihat sangat pandai mengeluh, apa memang kamu yang paling tersakiti di sini?

Atau mungkin kamu lupa bahwa kamu pernah tersenyum namun tangismu yang selalu di ingat?

Hidup itu perihal mencari cara untuk kembali. Di dunia ini, garis akhirnya adalah kematian. Jadi, untuk apa takut dan menolak, semuanya akan mendapatkan hari itu.

Seperti hari ini, kembali ke pemakaman. Seorang Juanda Putra Baskoro telah berpulang ke pelukan Tuhan.

Meninggalkan orang-orang yang menangisi bagaimana sosok yang sangat berarti bagi mereka.

Sejatinya, seseorang akan di pandang baik saat dia sudah berada di dalam tanah.

"Ju," lirih Juno. "Kenapa secepat ini, Ju?"

Nusa menarik kepala Juno untuk bersandar di bahunya, memeluk sahabatnya yang terlihat sangat kehilangan.

"Sa, Juan, Sa. Dia tinggalin kita."

"Dia pulang, Jun. Dia udah di jemput mama sama papanya," jawab Nusa. "Dia udah gak sendirian lagi, dia udah bahagia."

Di sisi lain, ada Jendral yang berdiri diam di tempatnya. Air mata yang mengalir tidak bisa menutupi kesedihan dan keterpurukannya.

Juno melirik Jendral, membuat Nusa ikut melirik ketuanya itu. Lalu mereka berdua menghampiri Jendral dan memeluknya.

"Dia belum minta maaf," ujar Jendral. "Dia belum minta maaf atas pengkhianatan yang dia lakuin ke kita, dia pengecut banget, dia pergi ninggalin kita yang kesakitan disini."

Juno semakin menangis, dia meremas lengan Jendral dengan erat. Tinggal mereka bertiga di sana, hanya ada mereka karena para Grexda yang lain sudah pulang.

"Ikhlas," bisik Nusa. "Lupain semua hal buruk tentang dia, jangan buat dia susah ketemu orang tuanya. Ikhlas untuk kehidupan dia yang lebih baik."

"Jangan tinggalin gue," lirih Jendral. "Cukup ayah sama Juan, kalian jangan."

Berharap adalah hal satu-satunya yang bisa mereka lakukan sekarang. Mengharapkan keadaan baik akan menghampiri di kemudian hari.

••••

Bukan tanpa maksud semesta memberi sesuatu untuk para penghuninya. Percaya saja, akan ada maksud tertentu di sana.

"Mas, bangun. Mas bunda nangis, mas gak mau hapus air mata bunda? Hikss.., bangun, nak. Adik-adiknya ikut sakit."

Genggaman tangan yang selalu Yoza rindukan, dimana tangan itu akan menghapus air mata yang mengalir di pipinya, dimana tangan itu akan merengkuh tubuhnya dan berusaha menguatkan. Sekarang, tangan itu tak bergerak sama sekali. Mata yang biasa menampakkan binar kebahagiaan, kini tertutup rapat seakan tak ingin menatap dunia lagi.

"Mas..."

"Bangun, nak."

Bisikan-bisikan kecil yang di berikan seakan angin lalu, menunggu balasan adalah usaha yang terlihat sia-sia.

Di sisi lain, ada Ayres yang tengah menggenggam tangan Ditya.

"Bang, bangun. Ayo bangun, nak. Lihat ayah sama bunda, kita hancur, nak."

TRIPLETS D [END]Where stories live. Discover now