Anya Jangan Insecure

15.3K 1.2K 45
                                    

Jadilah tanah. Fisiknya nggak mendukung, Nggak sering disebut dan dipuja. Tapi dia begitu rendah hati dan berharga.

Rangga Ini Anya
-Sarifatulhusna09

.
.
.

Sorot mata sipit itu tidak teralih dari laki-laki tampan, bertubuh tinggi jangkung, tatapan teduh, alis mata tebal lurus, rahang tegas yang kini berjalan melintas di jalan setapak antar gedung kuliah.

Dengan satu tas hitam kulit yang ditenteng, cowok itu mengulum senyum yang mampu membuat kaum hawa jatuh di tempat. Tak terkecuali dirinya yang kini mesem-mesem sendiri.

Tapi itu tidak berlangsung lama ketika, Rangga- nama cowok Itu- berbicara dengan sosok cewek cantik, tampak anggun dengan gamis dan Khimar panjangnya.

Iris matanya menelisik cewek itu dari atas hingga bawah. Putih, Tinggi, bola matanya jernih, berbulu mata lentik, senyumnya manis, bibirnya pink cerah dan wajahnya natural alami.

Bening.

Bahunya melemas. Anya, cewek itu kini melihat tangannya. Putih? Tidak. Kulitnya berwarna kuning Langsat. Pipi tembem, mata sipit, hidung standar, alis mata lurus, dan bibir pink karena ditutupi Lip.

"Emm memang jauh."

Kepalanya menoleh tak semangat. Lea, mengetuk jarinya ke dagu. Bola mata bulat cewek itu mengamati apa yang dia lihat.

"Mental gue seketika down." Bibirnya mengerucut. Lea kini menariknya hingga berdiri di depan. Cewek yang memiliki tinggi 160 cm berbalut hijab hitam itu kini membuat teropong dengan tangannya.

"Gimana?" Anya, yang hanya setinggi 156 cm menunggu. Sama seperti Lea, ia berhijab juga, dengan warna biru bermotif bunga.

"Gue takut dosa untuk bohong. Kecantikan lo 5%, kulit 3% , tinggi jauh. Pendek, dan hah nggak ada harapan." Lea menghela nafas berat. Menatap kasihan sang Sahabat.

Hati Anya langsung meleset jatuh ke jurang. Kejujuran Lea buat dia makin tidak ada apa-apanya.

"Tapi lo masih punya kelebihan kok."

Tubuhnya kembali terbang ke langit. Bibir manyun itu tersenyum lebar.

"Gimana gimana? Apanya?"

"Tubuh lo ideal, ramping. Pinter masak. Kepintaran juga di atas standar. Tapi tetap kalah." Lea meraih tangannya. Menatap kulitnya yang agak gelap.

"Gimana pun kecantikan dan warna kulit Paling nomor satu. Rata-rata pada lihat fisik."

Anya menatap datar. Jatuh lagi ke Jurang. Netranya kembali melirik Rangga yang menjauh.

"Gue tanah, Rangga Rembulan," cetusnya.

"Punuk yang merindukan Bulan." Lea menambah sambil menepuk bahu sahabatnya, memberi ketegaran. Sebagai sahabat yang baik, jujur adalah hal tepat.

"Insecure gue."

"But it's no problem. Seengaknya walaupun tanah itu posisinya di bawah, sering diinjak dan enggak penting. Dia rendah hati, memberi manfaat kepada orang lain."

Rangga Ini Anya- ENDOnde histórias criam vida. Descubra agora