Jangan Bebani Rangga

5.2K 584 14
                                    

Selama seminggu berada di Rumah Sakit, Anya sudah diperbolehkan pulang. Dokter memberinya banyak pesan. Merawat luka operasinya, menghindari pekerjaan yang menekan perut serta mengelola emosi.

Sayangnya di hari kepulangannya, Rangga tidak bisa datang. Pria yang seminggu ini sering lembur itu baru saja mengirim pesan padanya.

Kak Rangga
Anya, kakak minta maaf nggak bisa datang. Ada pekerjaan yang harus kakak kerjakan sayang. Tunggu nanti malam Kak Rangga di rumah ya.

Diusapnya pelan layar ponsel, helaan nafas kecil meluncur dari bibir ranum itu. Akhir-akhir ini Rangga begitu sibuk, sering kali lembur dan pulang jam sembilan hingga sepuluh malam.

“Anya tunggu di sini dulu ya, Nak.”

Ia mendongak. Mama memegang secarcik kertas berisi nama obat yang harus ditembus ke apotik rumah sakit lantai 1.

Anya memberi anggukan, memilih menunggu.Ia menunduk kembali, mengetikkan balasan

“Anya?”

Anya belum mengangkat kepalanya, sepasang sepatu putih berada tepat di bawah samping brankarnya. Ia yang duduk bersandar di atas Kasur dengan baju disket hitam kini perlahan mendongak. Sepasang bola mata bulat jernih menatapnya.

Kak Audsty?

“Bagaimana keadaanmu?”

Anya mengerjap. Kenapa Audsty tahu dia sedang di rumah sakit? Ia membalikkan ponselnya begitu Audsty sekilas melihat layar ponselnya yang memperlihatkan chatnya dengan Rangga.

“Anya … Alhamdulillah sudah baik,” jawabnya sambil menegakkan badan.

Audsty tersenyum simpul. “Boleh aku duduk?” Anggukan kecil Anya memuat perempuan cantik itu kini menarik kursi.

Anya masih diam, enggan mulai bicara. Terlalu banyak yang ia pikirkan saat ini.

“Rangga kenapa?” Audsty menatap ponsel yang digenggam kuat oleh Anya. Cewek itu berganti menatap Anya yang kini mengernyit bingung.

“Maksud kakak?”

“Rangga banyak kerjaan. Lembur setiap waktu. Apa ada masalah?”

Anya tidak mengerti.

“Aku boleh minta satu hal?”

Perasaanya tidak enak, Anya duduk tidak nyaman selama Audsty begitu menatapnya dengan lekat.

“Jangan bebani Rangga ya.”

Deg!

“Rangga dimarahin atasannya karena menghilangkan mobil perusahaan tepat di hari kamu kecelakaan. Gantinya kamu tahu?” Audsty tersenyum tipis. “Rangga nggak digaji selama beberapa waktu sampai gajinya bisa menganti mobil. Bahkan lemburnya nggak digaji.”

Retinanya melebar. Anya melepaskan genggamannya pada ponsel. Nafasnya terasa memburu seiring informasi yang bahkan tidak pernah ia tahu. Dan itu terasa mencekat dadanya.

“Lihat reaksimu, sepertinya kamu nggak tahu ya.”

“Kak Audsty-“

“Rangga itu nggak akan perlihatkan kesulitannya. Selama dia mampu dia akan bekerja sendiri. Dia nggak mau membebani orang lain. Mungkin dia juga nggak akan perlihatkan itu sama kamu.”

Dadanya terasa sesak, jantungnya seakan diremas. Pandangannya mengabur seiring cairan bening yang kini menggumpal.

Audsty berdiri. “Bantu Rangga. Jangan buat dia makin susah. Aku nggak suka.”

Kenapa perkataan Audsty seolah mengatakan ini gara-garanya?”

“Maaf ya jika  menyakitimu. Aku hanya masih peduli pada dia dan aku tidak suka melihat dia seperti ini.  Sampai jumpa. Jaga kesehatanmu.” Audsty tersenyum kecil, berbalik langkah untuk pergi. Anya mendongak.

Rangga Ini Anya- ENDWhere stories live. Discover now