Bayang-bayang Anya (End)

22.7K 1.4K 292
                                    

"Ini nggak nyata Kak Rangga."

"Ini enggak nyata."

Rangga menggeleng kuat, mendekap erat tubuh Anya, tidak mau melepaskan. "Enggak Anya, enggak. Anya nyata, Anya di sini."

"Kak Rangga boleh ya ikhlasin Anya?"

Air mata Rangga kian lolos. "Anya kenapa ngomong gitu? Anya mau pergi lagi hm? Nggak boleh ya sayang. Nggak boleh. Kak Rangga nggak bisa tanpa Anya."

"Kenapa nggak bisa Kak Rangga?" Tatapan itu begitu terluka. "Kak Rangga enggak sayang Anya kan? Harusnya nggak berat."

Rangga menatap lagi manik mata Anya yang basah. Ia menunduk sedikit, memegang kedua bahu Anya. "Siapa bilang? Kak Rangga sayang Anya. Sayang banget sama Anya. Kak Rangga mati rasa tanpa Anya di sini."

Air mata yang meleleh di pipi itu diusapnya lembut. "Maafin Kak Rangga Anya. Kak Rangga jahat karena pentingkan Audsty. Kak Rangga nyesel. Maafin kakak Anya. Kak Rangga sayang Anya. Kak Rangga nggak mau kehilangan Anya."

"Anya boleh pukul atau diemin kak Rangga. Tapi Anya nggak boleh ke mana-mana ya? Anya di sini kan? Kak Rangga sayang Anya."

"Kak Rangga beneran sayang Anya?"

Rangga mengangguk. "Sayang banget. Kak Rangga cinta Anya."

Dua sudut di bibir itu naik sedikit.

"Jadi Anya nggak boleh pergi ya? Anya harus di sini, sama Kak Rangga."

Secepat itu pula senyum itu hilang. "Anya nggak bisa."

"Anya ..."

"Jangan nangisin Anya lagi ya."

"Nggak apa-apa Kak Rangga."

"Anya udah dengar ini dari Kak Rangga."

"Anya udah lebih tenang."

"Anya udah bobok tenang."

"Kak Rangga jangan ganggu Anya ya."

Perlahan Anya menarik tubuhnya mundur. Rangga menggeleng, kembali mendekap namun tertahan.

"Enggak bisa kak Rangga. Enggak bisa."

"Anya kak Rangga mohon."

"Anya sayang kak Rangga." Anya tersenyum perih.

"Kak Rangga sayang Anya."

"Kak Rangga harus bahagia."

Rangga menggeleng. "Nggak bisa tanpa Anya."

"Bisa. Bisa. Anya pamit ya kak Rangga." Anya hilang, hilang dari hadapannya.

Rangga menatap sekelilingnya panik.
"Enggak Anya." Kosong. Tidak ada keberadaan Anya di sana.

"ENGGAK ANYA!"

"ANYA KEMBALI!"

"Anya!" Bola matanya terbelalak. Wajah itu pucat dan basah dengan peluh keringat. Rangga terduduk, menatap sekelilingnya. Kamar.

"Rangga." Atensinya jatuh pada Bia sebelum kembali menatap sekeliling dan turun dari kasur. Melangkah terburu-buru menuju dapur.

"Rangga." Bia melangkah tergesa, menyusul.

"Bunda tadi Anya datang. Anya di sini. Anya tadi lagi masak, tadi ada ikan bakar, Anya lagi masak, Ra-" Rangga bergeming kaku melihat meja makan yang bersih, dapur juga bersih. Ia berbalik, mencari ke seisi dapur, mengabaikan Bia yang mengejar.

"Anya ... Anya mana. Anya ini kak Rangga."

"Rangga, Nak." Bia menangis.

"Rangga tadi ngomong sama Anya. Rangga peluk Anya."

Rangga Ini Anya- ENDWhere stories live. Discover now