Rasanya Sakit

6.1K 679 69
                                    

Setidaknya jika tidak cinta. Tidak perlu menanam luka. Rasanya sangat sakit.

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Audsty

[Makasih ya Ngga buat seharian ini. Aku senang banget]
[Kamu udah sampai, Kan?]
[Selamat istirahat Rangga]

Dua alisnya tertaut. Kenapa isi pesan Audsty itu? Tapi yang lebih menganggu pikirannya, ternyata Rangga masih menyimpan nomor Audsty. Anya memaksakan senyum tipis. Kini otaknya menerka-nerka dengan berbagai praduga.

Seharian tadi ya?

Ngapain?

Ah, mungkin karena satu perusahaan ada pekerjaan. Anya berusaha mengabaikan pikiran negatifnya. Ia pilih merapikan Kasur yang sudah rapi, mengalihkan rasa keponya.

“Anya tadi pulang jam berapa sayang?"

Suara berat Rangga membuat atensinya beralih. Rangga berdiri di depan pintu kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya yang masih basah. Saat ini pria itu tengah memakai kaus hitam bercorak kuning yang membalut tubuh atletisnya.
Melihat Rangga, pikirannya ke chat tadi.

“Anya?”

Ia mengerjap. “Oh jam setengah enam kak Rangga."

Rangga mengangguk, mendekat dan mengelus lembut puncak kepala Anya. Anya membasahi bibirnya gugup.

“Kak Rangga mau makan?”

“Udah Sayang.”

Anya mengangguk, tidak lagi banyak bicara. Ia segera mengambil handuk yang di sampirkan Rangga di bahu kiri laki-laki itu dan beralih menjemurnya. Menjemur tidak lama, tapi pergerakan Anya begitu lama.

Ia menghela nafas gusar, mencoba bersikap wajar.

“Anya.” Rangga kini sudah duduk di tepi Kasur. Tangan pria itu bergerak, memberinya isyarat mendekat. Ragu, Anya menurut.

“Duduk sini.” Anya mengerjap. Melirik paha Rangga, tempat pria itu menyuruhnya duduk. Detak jantungnya berdetak abnormal begitu Rangga kembali menyuruhnya duduk.

“Sayang …” Bulu kuduknya meremang. Wajahnya panas. Rangga terkekeh begitu pergerakan Anya kaku. Inisiatif ia menarik istrinya hingga duduk nyaman di pangkuannya.

Mata Anya melebar. Ia mengalihkan wajah begitu Rangga tersenyum menawan. Salah tingkah. 

“Lihat Kak Rangga dong,” pinta Rangga manja. Pelan, Anya mendongak hinga Netra mereka berselobok. Rangga menarik kedua tangannya dan mengalunkan di leher pria itu.

Jantungnya mau copot!

“Kak Rangga,” ujarnya gugup. Saat ini jarak wajah mereka hanya satu senti. Tubuh Anya bereaksi berlebihan.

“Hmm?”

“Kenapa?”

Sebelah alis Rangga naik.

“Kenapa gimana?”

“Gini?” Matanya mengerjap.

“Lagi mau mesra-mesraan. Nggak boleh?” 

Rangga melepas tawa melihat salah tingkah Anya. Anya memundurkan wajah, lekas ia tahan dan melingkarkan tangan di pinggang Anya.

“Anya belum ngantuk kan?”

Anya menggeleng. Rangga tersenyum kecil. Menatap sejenak bibir Anya, Rangga memiringkan kepala. Sontak Anya memejamkan mata. Terpaan nafas Rangga begitu jelas, rasa kenyal dan hangat melumat bibirnya.

Rangga Ini Anya- ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang