Pedih

5.3K 556 8
                                    

Kekhawatiran yang nyatanya mengantarkan pada suatu ketakutan. Hingga akhirnya menimbulkan persepsi yang sebenarnya hanya ada di benak kita dan tidak pasti adanya.

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Seminggu berlalu, sakit perut di bagian kanannya sering terasa, Ulu hatinya juga nyeri. Ia juga sering merasa mual. Apa magh-nya kini kambuh? Sudah lama sekali sejak SMA Anya sakit Magh. Bertahun sudah tidak sakit lagi, kenapa tiba-tiba sakit? Rasanya Anya tidak ada melewatkan makannya.

Ia meringis, meremas perutnya yang seakan ditusuk. Menahan perih, Anya mengigit bibir bagaian bawahnya kuat-kuat. Tangan kirnya mencengkram tepian meja berharap nyerinya segera hilang.

“Anya?”

Anya menengadah dibalik rasa sakitnya, ia berusaha tersenyum.

“Lo nggak apa-apa? Kelihatan pucat.”

Anya menggeleng. “Enggak apa-apa gue duluan ya.” Beruntung dosen tidak jadi masuk, Anya menarik tasnya, berniat pulang. Koridor cukup sepi, karena kelas lain sedang ada mata kuliah. Langkah tertatih keluar.

“Anya …”

Lea

“Nya lo kenapa?” Lea berdiri di hadapannya, memegang bahunya, menatap khawatir. “Perut gue sakit banget.”

“Kenapa? Magh?”

Anya menggeleng tak mengerti.

“Sekarang mau ke mana?”

“Pulang Ya.”

“Gue bantu telfon kak Rangga?”

“Enggak, Kak Rangga lagi banyak kerjaan. Gue … naik angkot aja.”

“Mana mungkin lo naik angkot sakit gini. Gue anter pulang ya, Oke?”

Menimbang, Anya mengangguk. Ia juga tidak akan tahan terlalu lama. Anya harus meminum obat Pereda nyeri, perutnya terasa ditusuk. Lea  balik setelah memastikannya sudah minum obat dan tidur.

Setidaknya rasa sakitnya hilang seiring terlelap dalam tidur.

***

“Gimana perut lo udah nggak sakit lagi, kan?”

Anya memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri dan mengapitnya dengan bahu. Ia bangun-bangun sudah maghrib. Usai sholat ia langsung menyiapkan makan malam untuk Rangga nanti. Beruntung juga nyerinya sudah hilang.

“Nggak lagi Ya.”

“Alhamdulillah deh.”

“Oh ya.”

“Ya?”

“Besok  habis kelas temenin gue ambil surat permohonan ya.. Sekalian deh temenin gue antar suratnya.”

“Jadi ke tempat Kak Rangga kerja?”

Anya mengangguk sambil menumis bawang. “Jadi.” Rangga yang memberinya usul. Beruntung ada Rangga, Anya tidak perlu pusing cari perusahaan untuk objek skripsinya nanti.

“Oghee Anya sayang.”

Anya mengulum senyum.

“Eh sekalian deh mumpung telfon.”

“Apa Ya?”

“Kayaknya habis lo nikah kita jarang ngobrol deh Nya.”

Anya terdiam sejenak. Lea benar. “Sorry ya Ya. Gini nih Seorang istri nyambil kuliah. Agak sibuk gitulah.”

Rangga Ini Anya- ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang