Surat Untuk Rangga

19.1K 1.4K 476
                                    

Assalamualaikum?

Emot begitu Rangga Ini Anya update?👐 Maaf ya teman-teman update-nya agak molor.

Selamat membaca^^

.
.
.

Selagi ada jangan diabaikan. Karena kita tidak pernah tahu bagaimana takdir berjalan.

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Kakinya berlari kencang di lorong-lorong rumah sakit. Wajahnya panik dengan tubuh basah kuyup. Ia berlari. Tidak mempedulikan orang lewat yang dia tabrak.

Saat ini hanya Anya

Istrinya

"Pelan-pelan Mas."

Orang menyingkir kaget. Rangga begitu kalut. Air matanya jatuh bersama ketakutan besar.

IGD

Langkah itu melambat dengan linglung. Luruh begitu netranya menangkap  tubuh yang tertidur lemah di atas kasur persakitan.

Penuh darah

Dokter berlalu lalang
Suster membawa peralatan, membersihkan darah yang menetes ke lantai

Anya ....

Kakinya gemetar mendekat. Wajah pucat penuh luka, tubuh basah bercampur darah.

"Anya-" panggilnya tercekat, berlari mendekat, menjauhkan dokter dan suster. Pecah. Air matanya tumpah.

Tangannya bergetar meraba pipi yang berdarah. Begitu menyentuh kepala Anya, darah segar memenuhi tangannya.

Rangga memejamkan mata perih. Kepalanya menggeleng kuat lalu terbuka lagi.

"Enggak Anya, enggak."

“Enggak…” tolaknya bergetar. Ini tidak mungkin. Tadi pagi mereka masih sarapan bersama. Tadi senyum itu masih didapatnya. Tadi begitu bangun ada Anya dihadapannya. Tadi Anya masih mengirim pesan padanya.

Ini tidak mungkin.

Mereka baru hidup sebentar. Ia dan Anya baru sebentar.

“Anya ngga boleh gini. Anya nggak boleh gini sama Kak Rangga.”

Rangga meraba pipi dingin itu gemetar. Hatinya sakit, sakit melihat ini. “Anya … Enggak boleh. Anya … bangun ya.”

“Anya ini becandanya nggak lucu.”

“Bangun sayang … bangun…”

“Jangan ginikan Kak Rangga Anya.”
Hening. Tangis Rangga pecah memenuhi ruangan, ia terisak, berteriak marah pada keadaan.

"Anya nggak boleh ke mana-mana."

“Anya kok nggak jawab kak Rangga? Anya jangan diem aja. Anya harus lihat kak Rangga.”

“Kak Rangga … Anya capek.”

“Anya boleh marah, Anya boleh capek tapi jangan gini. Jangan pergi Anya … Kak Rangga mohon.”

“Anya sayang banget sama kak Rangga.”

“Kak Rangga sayang Anya nggak?”

“Anya takut … Kak Rangga terlambat.

Rangga mencengkram kuat sisi brankar. Tubuhnya luruh ke lantai. Rasanya hancur. Kenapa Anya harus meninggalkannya dengan seperti ini? Ini tidak adil. Ia bahkan belum menyatakan kata yang ingin istrinya dengar.

Rangga Ini Anya- ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang