Tentang Rangga

6.7K 792 12
                                    

Ketidakpercayaan diri  tidak hanya akan menghambat diri. Tapi juga akan membuat kita tertekan sendiri.

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09
.
.
.

Mumpung masih ada waktu setengah jam lagi untuk kelas berikutnya, Anya menyempatkan ke Mushalla untuk Dhuha. Sedang Lea belum datang karena baru ada kelas jam sepuluh ini.

Anya menunduk sepanjang perjalanan, menatap sejenak tangannya yang terasa kian hitam karena panas-panasan. Padahal hari minggu ia sudah luluran, efeknya belum terlalu kentara. Apa lagi yang mau Anya pakai biar kulitnya nggak gosong karena matahari?

Sepertinya nanti ia harus cari di Internet lagi. Anya selalu tidak percaya diri dengan kulitnya. Dia aja sering mendengus lihat kulit tangannya, apalagi orang ya? Anya membuang nafas kasar.

Qanya Saufi- nama lengkapnya. Gadis berbalut tunic hitam, dipadu rok disket hitam dan hijab terulur menutupi dada berwarna biru laut bermotif bunga itu kini mengambil mukena di gantungan setelah menyempatkan wudhu.

Suasana Mushalla begitu adem dan sunyi, hanya beberapa mahasiswa yang ada. Bisa dihitung jari, ada yang sholat dhuha dan malah ada yang numpang tidur di belakang. Anya segera mendirikan empat rakaat Dhuha.

Dulunya, Anya cuman sanggup dua rakaat, tapi karena keutamaan dhuha empat rakaat yang pernah dia lihat, hajat kita dihari itu akan Allah penuhi. Ia termotivasi untuk meningkatkan.

Sebenarnya masih banyak lagi keutamaan lainnya. Anya selalu merasa senang jika Dhuha dulu, jelas terasa urusannya hari itu lebih mudah.

Mengucap salam terkahir dan ketika mulai dzikir, fokus Anya pecah ketika mendengar obrolan dua orang laki-laki dibalik tirai. Bersumber dari depan. Anya kian mempertajam pendengarannya ketika nama Rangga disebut.

Senyumnya terlukis. Ada Kak Rangga! Tanpa sadar Anya maju sedikit  mendekat. Kepo.

“Jadinya Kompre ente Jumat jam berapa?”

“Insya Allah kalau nggak ada halangan jam sembilan.” Suara Rangga terdengar jelas. Kabar itu membuat kelopak mata Anya sayu. Ucapan Lea semalam terngiang. Cepat atau lambat Kak Rangga akan selesai dan setelah itu … ah sudahlah.

“Anya!”

Panggilan keras itu mengusik acara mengupingnya. “Lo ngapain sih di sana? Ngapain dekat Ti- hmpp.”

Anya tersenyum sungkan pada beberapa orang yang melihat mereka. Untung Anya segera berdiri dan membungkam mulut lea. Nggak lucu jika Lea bilang dia dekat Tirai. Bisa ketahuan Anya.

“Shtt ini Mushala tahu.”

“Suara gue nggak keras kali.”

“Cukup keras,” kesalnya menarik lagi tangannya. “Karena kak Rangga ada dibalik Tirai,” batinnya kemudian.

“Lo ngapain sih? Udah selesai Dhuha-nya? Yuk bareng ke kelas. Kan sebelahan.”

“Bentar doa dulu.” Anya duduk kembali. Lea menunggu. Selesai mengadu kepada Tuhannya, meminta ampun dan meminta segala keinginannya, Anya melepas mukena dan merapikan hijabnya.

“Lea?” Kini mereka memakai sepatu. Anya melirik sejenak, lebih mendekat dan berbisik. “Tadi tuh sebenarnya gue nggak sengaja nguping pembicaraan kak Rangga.”

“Terus terus?”

“Lusa Kak Rangga Kompre,” balasnya lemas. “Lo benar Lea. Gue jadi bingung. Rasanya campur aduk.”

“Kenapa nggak berhenti aja?”

"Nggak bisa, gue udah terlalu suka kak Rangga.”

“Jadi lo bakal tetap suka Kak Rangga?”

“Hm.”

“Keras kepala banget. Tapi ya udah.”

“Lo dukung gue gitu Ya.” Mereka berdiri. Beranjak menuju kelas, Melewati lorong-lorong. Anya mencak-mencak kesal.

“Gue tuh melihat kenyataan.”

“Lo teman terjujur yang gue kenal,” cebiknya. Itulah Lea. Bicara sesuai fakta. Seperti waktu itu ketika dia membandingkan dirinya dengan cewek cantik yang bicara dengan Rangga.

***

Waktu melesat cepat bagai anak panah. Apa memang secepat itu waktu berlalu. Rasanya baru kemarin Anya memasuki semester lima dan kini dia sudah dipenghujung semester lima, yang artinya dia akan mulai sibuk mempersiapkan Pengajuan judul proposal penelitiannya. Sudah secepat itu pula, sejak dia menguping kalau Kak Rangga akan Kompre.

Sedihnya Anya, sejak selesai melihat dari jauh Kak Rangga foto bareng teman-temannya setelah kompre, sosok cowok yang sudah menempati di hatinya itu tidak pernah ia lihat lagi. Rangga seolah hilang.

Anya tahu, karena hanya menunggu wisuda, Rangga tidak sesering dulu terlihat di kampus, toh cuman menunggu jadwal. Ah mungkin saja Kak Rangga sudah balik ke kampungnya. Ketidakadaan Rangga cukup membuat semangat ke kampusnya sedikit hilang.

Lea pernah menyindirnya. “Anggap aja sekarang itu kayak tamparan buat lo, Nya. Lo harus mulai biasa saat Kak Rangga enggak lagi di sini, dan pergi jauh.” Ya itulah Lea. Dia selalu dipaksa lihat kenyataan sekarang.

Siang ini begitu terik, selesai mengikuti dua kelas, saatnya ia pulang ke rumah. Anya melewati koridor gedung fakultasnya, mata sipitnya menyapu sekitar. Rata-rata mahasiswa baru selesai kelas juga dan bersiap pulang atau melakukan aktifitas lainnya.

Pulang menggunakan angkot lagi yang pastinya kian panas, Anya memilih ke kantin dahulu. Membeli sebotol minuman dingin. Ia menselonjorkan kakinya begitu duduk di sebuah kursi, detik berikutnya Anya berselancar di sosial media.

Akun BEM Universitasnya baru saja memposting Informasi wisuda. Pikiran Anya liar lagi, pada Rangga. Bentar lagi Kak Rangga lulus. Saat ini ada satu hal yang ia pikirkan. Menyatakan perasaan? Bukan.

Anya tidak seberani itu dengan dirinya. Hanya … dia berpikir ingin memberikan hadiah wisuda, seperti bunga, emm atau apa yang bisa jadi hadiah wisuda.

Anya mengutak-ngatik ponselnya, nama “Bukan Milea.” Menjadi tujuannya. Ya chat Lea. Nama lea memang ia sengaja buat seperti itu.

[Assalamualaikum Ya.]

[Wa’alaikumsalam]

[Kak Rangga mau wisuda. Gue mau kasih hadiah wisuda. Ya, lo temenin gue beli ya? Terus lo harus temenin gue kasih bunga buat Kak Rangga]

[Hah? Yakin lo berani?]

Anya ragu untuk membalas lagi. Iya juga, emang dia berani? Menampilkan wajah depan Kak Rangga saja ia tidak percaya diri. Anya mengambil nafas dalam sebelum kembali membuangnya dan mengetikkan lagi sebuah balasan.

[Paling ntar gue taruh dekat tasnya, atau titip gitu deh]

[Atau mungkin gue bilang dari orang lain]

Anya membaca lagi chat terakhirnya dan meringis. Aish, ini mah sama saja. Tapi apa boleh buat, daripada tidak memberikan sama sekali. Baiklah malam ini Anya akan memikirkan hadiah terbaik untuk Rangga.

 Baiklah malam ini Anya akan memikirkan hadiah terbaik untuk Rangga

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Dunia oh dunia

Terima kasih untuk Vote dan komentarnya. Sebelum next, bantu klik bintang di bawah jadi oren dulu ya.

Follow Wattpad @Sarifatulhusna09 biar juga dapat notif dan juga Instagram @Sarifatulhusna_  👐

Rangga Ini Anya- ENDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant