Kecelakaan

6.9K 666 10
                                    

Dunia fana seakan menjadi jeratan kita untuk mengikuti kemauannya. Bodohnya kita sering terbawa. Pahala dunia tidak ada habisnya untuk diikuti. Percuma, hanya memenuhi nafsu yang tidak pernah ada selesainya.

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Memang kesalahannya sudah sangat fatal. Tentu saja Rangga kecewa hingga mendiamkannya. Bahkan Rangga tidak memberinya kabar hari ini pulang jam berapa, tidak juga bertanya apapun kepadanya.

Satu hari Rangga seperti ini sudah membuatnya uring-uringan. Pikirannya sudah campur aduk memikirkan bagaimana mendapat maaf dari Rangga. Anya membuang nafas berat, walau raganya kini di atas angkot, ia melamun berkepanjangan. Tidak ia pedulikan tatapan yang tertuju padanya dengan helaan nafasnya tadi.

Hanya Rangga.

Tubuhnya juga terasa lebih lemas dari biasa. Nyerinya kembali hilang timbul walau sudah minum obat Antibiotik. Perutnya jugal mual, kepalanya pusing. Tapi marah Rangga membuatnya mengabaikan yang ia rasa.

"Kak Rangga udah bilang kan terima kamu apa adanya. Anya meragukan kakak? Apa semua ini nggak berarti bagi Anya?"

Anya mengadah, mencegah air matanya yang akan menggumpal. Anya tidak bisa jika Rangga masih marah hingga malam. Kehangatan yang biasanya ada mendadak dingin. Ia merasa serba salah. Tapi bolehkah Rangga juga mengerti ketakutan yang Anya rasakan? Apalagi Audsty sering bertemu Rangga di kantor.

Ia tidak nethink memikirkan akan ada apa-apa dengan suaminya. Anya tidak meragukan Rangga, tapi percakapan yang tidak sengaja ia dengar waktu itu, salahkah Anya tidak mau kehilangan Rangga?

Senggolan di kakinya yang cukup keras menyadarkan Anya pada kenyataan. Ia mendesis kecil dan mendongak pada seorang laki-laki bercelana robek di bagian lutut, beranting panjang.

Pria itu turun terburu-buru. Ia terlihat menyimpan sesuatu dalam jaketnya. Angkot telah berhenti. Anya membuang nafas, memilih tidak peduli. Lebih baik ia chat Rangga dulu. Begitu membuka tasnya, tidak ditemukannya ponsel itu di sana, bahkan dompetnya ikut hilang.

Melihat bekas robekan Panjang lurus di samping tasnya sontak membuat kepalanya mengadah panik. Saat ini yang terpikirkan olehnya adalah Pria tadi!

"Berhenti Pak!"

Ia memperhatikan pria itu yang berjalan menjauh. Waktu sudah menunjukan pukul 09.45. Anya tidak peduli untuk telat ke kampus lagi saat ini. Begitu mobil berhenti dan dia membayar, ia berlari kencang.

"COPET!"

Tidak mudah baginya membeli android pintar itu, Itu dari hasil tabungannya. Air mukanya keruh. Teriakannya mengundang perhatian beberapa orang. Pencopet itu tampak terkejut begitu ia menunjuk. Hanya selang beberapa saat, Anya dibantu beberapa orang mengejar.

"Copeet!"

"Woy woy woy!"

"Bang Copet tunggu!"

Cukup jauh kejar-kejaran. Melewati trotoar. Larinya kalah cepat, ia jauh tertinggal. Nafasnya memburu, peluh keringat sudah membasahi baju dan keningnya, rasa sakit di perutnya kian menjadi.

"Copet tungguin Anya!"

"Hah hah hah."

Dompetnya, ATM-nya, uangnya, kartu pentingnya.

"Aah."

Sakit. Perutnya seakan tertusuk. Langkahnya melambat seiring menyebrangi jalanan, fokus matanya masih pada beberapa meter ke depan, arah pencuri itu pergi. Namun, keseimbangannya goyah bersama pening yang menyentak.

Rangga Ini Anya- ENDWhere stories live. Discover now