34. Fight

32 4 6
                                    

Perkiraan chapter nya itu untuk cerita ini bakal sampai 100? Bisa gak ya? Bismillah..

⚠️There are some harsh words⚠️

Enjoy, Happy Reading...



"Mas Jaka emang kemana?"

"Jaka kan pindah Bandung sayang, dia udah stay disana kerja disana. Membentuk keluarga bahagia sama Lina, kenapa?" Ara menggelengkan kepalanya, sekarang dirinya sedang bermanja-manja dengan ayahnya. Jevan ada reuni an temen SMP, ya gak ikut lah bubrah malahan. Kalo SMA katanya Jevan baru ajak gitu. Ira malah yang diajak sama Jaedan, dipaksa tepatnya.

"Bentar lagi anak ayah udah nikah ya? Lunas deh," ucap sang ayah diakhiri dengan tawa.

"Ih kok gitu? Ayah jadi sendiri di rumah, eh apa aku sama mas Jevan disini aja gimana yah?"

Tio menggeleng lalu tersenyum manis ke arah putrinya, "nggak dong. Yang ada namanya ayah ganggu pasutri baru lah."

"Tapi ayah sendiri," ucap Ara.

"Ya sendiri yaudah lah mau gimana lagi, tinggal nunggu hari."

"Ayah ngomong apa sih, gak boleh gitu. Ayah, jangan ngomong gitu. Umur ayah masih panjang," ujar Ara sedikit panik.

"Loh kan kita gak tau, umur ayah masih panjang apa enggak. Tapi semoga setelah kamu dan Ira menikah, ayah mau mewakili bunda mu juga bahagia melihat kalian menikah melakukan kewajiban ibadahnya. Ara... Ayah ada banyak pesan buat kamu sama Ira, Jaka juga tapi ayah udah pernah ngomong berdua sama Jaka."

Ara mulai gelisah karena topiknya seperti ini. "Pertama, kalo udah nikah sebisa mungkin ya walaupun kamu gak tau dan ngerti sedikit lah ya, sebisa mungkin jadilah sosok bunda mu. Kalo Jaka kan menjadi sosok seperti ayah, kalo kamu sama Ira menjadi sosok seperti bunda. Jadi istri yang baik, berbakti sama suaminya, jadi ibu yang baik, pokoknya menyerupai bundamu. Kalo ada masalah sama suami, itu di selesaikan dengan kepala dingin oke?"

Ara hanya bisa mengangguk mendengarkan ayahnya. "Yang kedua, eum Ara.... Kalo ayah udah gak ada kamu atau Ira atau Jaka gitu ya, wajib buka lemari yang ada di loteng atas. Yang lemari besar itu, ayah kasih tau sekarang aja ya. Itu isinya pembagian warisan buat kamu, Ira sama Jaka. Ayah sama bunda mu udah tata dari dulu, tinggal nunggu hari aja kan."

"Ayah... Ara gak mau," ucap Ara yang sudah mulai menangis.

"Loh ayah juga selamanya gak bisa sama kamu, pokoknya buka sendiri aja nanti sama saudara-saudaramu ya? Oh iya, nanti rumah ini bisa kamu jual bisa kamu eum pakai. Tapi lebih baik kamu cari rumah sendiri aja buat sama Jevan ya? Ini warisan terbesar lah gitu. Tapi jangan di jual deng, buat apa gitu aja ya?" ujar sang ayah sambil mengelus kepala Ara.

Tiba-tiba sang ayah mengerang kesakitan sambil memegang dadanya, tentu membuat Ara panik. "Yah, ayah kenapa? Ayah."

"B-bentar."

"Ayah, ayok ke rumah sakit ya? Yah."

"A-ara, baik-baik ya nak. Ayah, gak bisa l-lama kayaknya arghh."

"G-gak gak ayah ayok ke rumah sakit, aduh gak bisa nyetir lagi. Ma—"

Tiba-tiba tangan Ara di tarik pelan ke pelukan sang ayah, Ara sudah menangis di dalam pelukan sang ayah. Beberapa menit tidak ada pergerakan, Ara lepas dari pelukannya lalu menggoyang badan ayahnya. "Ayahh bangun yahh, ayahh jangan gitu dong. Ayahh, gak jangan tinggalin Ara yahh. Hikss hikss ayahh hikss hikss."

Anonymous || Jevano [✓]Where stories live. Discover now