40. Pergi?

34 3 7
                                    

Enjoy, Happy Reading...



"Pak Jevan itu suaminya kak Ara? Serius lo?"

"Serius elah, eh orang nya lewat. Lagian juga cantikan gue ngapain sama cewe yang udah yatim piatu."

"Pak Jevan yang senior FK itu kan? Rekannya pak Jeffrey?"

"Iya anjir, kok bisa nikah duluan sih?"

"Ohh kak Ara tuh punya kembaran? Eh katanya kak Sisi tuh kasian sampek masuk penjara gara-gara kak Ara tau. Eh kembarannya namanya siapa?"

"Namanya Ira, ih mungkin kelakuannya sama kalik ya wkwkwk."

"Dari Solo ya katanya? Hm yatim piatu paling cuman bisa nyusahin mas Jevan."

"Katanya hamil anjir, ck! Gue mau gebet aja sih kak Jevan gapapa lah masih muda emang peduli sama cewe yatim piatu."

Itu yang Ara dengar dari orang-orang di kampus. Apa lagi adek-adek angkatan bawah yang suka mengejek atau merendahkan Ara. Bahkan ada yang mengejek dengan kata-kata di kertas lalu di tempelkan di forum kampus.

Jika Ara berjalan di koridor kampus pasti banyak sekali yang memandangnya dan membicarakan nya. Ya benar Ara sedang mengandung anak dan sekarang berusia 2 bulan. Jadi dia harus menjaga kesehatannya, dan juga bayinya.

Ara sekarang ingin pergi ke ruangannya Jevan, tapi ya itu lah harus menghadapi cibiran orang-orang. Semua orang menatap Ara yang sedang ingin mengetok ruangan Jevan. Rasanya ingin menangis saat itu juga, saat Ara ingin mengetok pintu nya Jevan sudah terlebih dahulu membuka pintunya untuk Ara.

"Hai! Sini masuk," ucap Jevan langsung menarik tangan Ara dengan pelan lalu menyuruh Ara duduk di sofa.

"Udah makan?" tanya Jevan. Setiap hari Jevan harus menanyakan itu demi Ara dan bayinya. Tapi Ara malah diam saja membuat Jevan khawatir.

"Raa... Kok diem aja hm?"

"Emang aku nyusahin mas Jevan?"

Jevan menghela nafasnya pelan, semenjak kabar Ara hamil menyebar di kampus banyak sekali yang bilang seperti itu. Bahkan bisa setiap hari Ara menanyakan itu ke Jevan. "Jangan di dengerin omongan orang lain Raa. M-mereka tuh iri sama kita, orang kita gak salah apa-apa aja dibicarain. Gak usah di dengerin, dan satu lagi kamu gak pernah nyusahin aku. Gak ada kata susah di hubungan kita itu, ya?"

Ara hanya mengangguk. "Berarti aku gak bikin mas Jevan susah?"

"Gak ada sama sekali. Udah gak usah dipikirin, tugas mu sekarang tuh tinggal skripsi kan? Udah mikirin itu tapi jangan terlalu berat-berat nah yang paling penting itu jaga kesehatan kamu sama dedek bayinya ya? Kamu sama dia harus sehat," ucap Jevan mencoba menaikkan mood Ara yang sedikit berantakan.

"Kita jalan-jalan yuk?" ajak Jevan.

"Gak mau," tolak Ara.

"Ayolah Raa kamu tuh harus happy terus jangan murung gini, kalo Diandra marah gimana? Kan kata Diandra kamu gak boleh murung terus ya? Nanti adeknya sedih kalo liat umi nya sedih," kata Jevan sambil mengelus perut Ara.

Ara menoleh ke arah Jevan lalu memegang tangan Jevan, "umi?"

"Iya umi. Aku abinya dia, kamu uminya." Ara langsung tertawa lalu menyuruh Jevan mengelus perutnya lagi. Jevan dengan senang hati mengelus perut Ara dan memberi kecupan manis di kening Ara.

Anonymous || Jevano [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang