42. Rindu

28 3 4
                                    

Enjoy, Happy Reading....



"Ciyee lulus aciyee," goda Erik menatap Ara yang memakai baju kelulusannya dengan perut membuncit.

"Ih apa sih," ujar Ara tersipu malu.

"Wihh jadi kepala kantor nih? Atau gak kerja? S2?"

"Kantor ayah udah ada yang megang, mas Jevan gak ngizinin gue kerja tapi kantor ayah tetep gue yang mantau ini itu nya. Ya... Bisa dibilang atasannya gue gitukan."

Erik menganggukkan kepalanya lalu memberi bucket bunga kepada Ara. "Gue kerja tempat ayah lo bisa kalik ya?"

"Bisa harusnya, nanti tanya kak Petra dulu. Kok mas Jevan gak dateng-dateng ya mas Erik?" tanya Ara sambil menengok kanan kiri. Erik juga ikut menengok ke kanan kiri depan belakang juga gak ada tanda-tanda.

"Masih ngurus rapat mungkin, gue tungguin kok."

"Gak usah, gue mau ke taman nyari Lia kok."

Erik mengangguk, "yaudah gue duluan ya. Sekali lagi, selamat yaa."

"Iya makasih."

Ara pergi ke arah taman kampus menggunakan baju toga sambil memegang perutnya. Dan anehnya orang-orang di kampus sudah tidak menghujat dia lagi, namun banyak yang support. "Congrats ya kak Ara... Sehat-sehat terus sama baby nya," ucap salah satu mahasiswi yang Ara lewati.

"Eh iya makasih ya," ujar Ara membalas dengan terimakasih. Sampai di taman kampus, Ara duduk di salah satu bangku lalu memandang danau dan pepohonan yang pas menjadi pemandangan depan Ara. Taman yang ini memang sudah menjadi favorit Ara.

Ara menikmati pemandangan sambil mengelus perutnya yang kini makin membuncit. Tiba-tiba dia teringat oleh sang ayah dan sang bunda yang sudah bahagia di alam lain. "Ayah... Bunda... Ara udah lulus S1. Cucu ayah sama bunda udah 7 bulan bentar lagi lahir, gimana kabar ayah sama bunda disana? Oh iya Ira sama kak Jaedan juga udah sukses mereka, udah kerja di satu rumah sakit. Mas Jevan juga katanya udah menetap menjadi dosen di FK lho... Ayah sama bunda gak kangen Ara gitu? Gak kangen Ira, mas Jaka gitu anak ayah bunda?"

Ara tidak menangis, entah mengapa dia tidak menangis. Tangannya terus mengelus perutnya karena sesekali bayinya menendang jadi mungkin heboh di dalam sana. Tiba-tiba Lia datang lalu duduk di samping Ara.

"Weh bumil udah mau lahiran nih. Congratulations yaa cantiknya gue uwuwu," ucap Lia memeluk Ara tak begitu erat.

"Makasih..."

"Suami lo mana?"

"Masih ada urusan sama dosen lain kalik, gapapa kok. Soalnya penting kan itu," ucap Ara.

"Yaudah. Gue tungguin disini." Ara hanya mengangguk ucapan Lia.

Ara menghembuskan nafasnya dengan pelan dan benar-benar tenang. "Li... Gak kerasa ya gue mau jadi seorang ibu, Arvan mau lahir. Gue juga belum bisa jadi istri yang baik buat mas Jevan, belum semaksimal gitu. Sama aja gue merusak masa muda gue gak sih?"

"Kalo itu ada iya nya ada gak nya. Karena dengan usia muda lo juga wajar sih kalo udah nikah dan hamil, tapi jadi dikit masa muda lo eh masa remaja lo gitu. Udah mau jadi orang tua malahan, tapi di sisi lain banyak yang support lo kok," kata Lia sambil menunjukkan senyumnya.

Anonymous || Jevano [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang