Bumi dan Bulan

136 8 1
                                    

POV NAIRA

'Bertahan laiknya papan yang lapuk, kini itulah yang tengah kau jalani. Aku begitu paham tentang duka yang kau rasakan, aku begitu paham tentang rindu yang kadang ingin kau tunaikan,dan aku begitu paham tentang benci yang semakin tidak bisa termaafkan. Kalau boleh, aku ingin memelukmu, aku ingin memberi kehangatan untuk hatimu yang membeku, aku ingin memberi handuk hangatku untuk dirimu yang begitu kuyup,aku ingin mendekapmu walau bukan dekap yang sebenarnya ingin kau miliki.'

Naskah itu menemaniku di tengah temeram malam yang mencoba menggoda, malam kembali hadir dengan godaan peristiwa yang terekam rapih di memori otakku. Benar, rindu itu menjadi angan yang sampai saat ini tak pernah tertunaikan, mungkin sebab benci yang semakin tidak bisa dimaafkan. Terlepas dari siapakah penulis naskah itu, aku sangat penasaran dengan lembar-lembar berikutnya, sukmaku menyampaikan rasa yang kemungkinan terdapat sebuah jawaban dari banyak tanya yang belum pernah terungkap, nalarku menggoda untuk melanjutkan membaca aksara demi aksara yang tertorehkan pada kertas putih berukuran A4 itu. Tulisannya pada halaman kedua, seakan menangkapku dalam keadaan basah kuyup. Aku berlinang, entah siapalah penulis dibalik nama pena Bumimu itu. Tapi rasanya, aku seperti dipeluk dengan handuk yang hangat, diruangan yang hangat, dan dengan rasa yang hangat. Bumimu, kau benar-benar menghadirkan bumi yang isinya hanya aku. Apakah itu maksud dari nama penanya? Ia ingin membuat tempat tersendiri untuk orang-orang seperti aku agar merasa nyaman tanpa ada sekat yang membelenggu. Aku benar-benar kuyup dihadapannya. Aku benar-benar diguyur dengan hujan yang begitu lebat dan dipayungi dengan peluk yang begitu hebat, aku tersedu. Apakah aku benar-benar kesepian? Pertanyaan ini jelas mempunyai jawabannya, iya aku sangat kesepian. Setelah aku selesai dengan perenungan yang semakin membuat aku terasa menyedihkan, aku kembali memfokuskan pupilku untuk meniti setiap inchi aksara itu. Aku mulai membacanya lagi, ada bab berjudulkan prolog disana.

Sebelum kepergian itu menjadi jelas bagimu, sebelum kehilangan itu menjadi titik fokus olehmu, biarkan aku bercerita tentang keberadaanku disini. Aku adalah seorang laki-laki yang dikutuk karena telah hadir di Bumi, keberadaanku dianggap sampah hingga mereka membuangku di depan panti asuhan dengan kardus bekas mie instan yang memelukku, ada secarik kertas putih yang tersemat disana, tertuliskan jelas nama pemberian dari—dengan sangat berat aku mengatakannya, dari kedua orangtua kandungku. Lihatlah ternyata tangisan saat aku keluar dari rahim yang katanya seorang ibu, nyatanya bukan tangisan bahagia namun adalah tangisan duka atas nasib yang 'kan aku jalani kemudian. Aku kemudian tinggal di panti itu selama bertahun-tahun, mendapatkan kasih sayang terbagi yang jika boleh aku persenkan, hanya sekitar satu persen sebab ada puluhan insan menyedihkan yang harus mendapatkannya juga.

Tulisannya membuatku merasa bahwa tokoh itu ada disampingku, bercerita padaku dengan rasa yang utuh dan terbuka atas segala luka dihidupnya. Aku seperti diberi kesempatan olehnya untuk menyelami luka itu dengan dalam dan kemudian memaksaku untuk menemukan obat yang mampu menyembuhkan segala luka yang ia miliki. Aku melanjutkan menerka rasa penasaranku pada paragraf selanjutnya.

Hingga suatu ketika, pasangan muda datang kepantiku merayuku dengan sapaan hangat yang belum pernah aku miliki,kau tahu? mereka mengadopsiku, menyematkan bahagia yang selama ini hanya menjadi bayang dalam setiap malamku. Mereka adalah sepasang kekasih yang cantik nan rupawan, laki-laki dewasa itu menggendongku dan merayuku dengan kasih sayang yang membuatku luluh dan perempuan dewasa itu mengelus kepalaku dengan manik mata yang sangat hangat, sebab hal itu, aku setuju untuk diadopsi oleh mereka.

Sampai pada paragraf ini, aku merenung lagi. Bagaimana bila dulu ayah melakukan hal ini juga? Bagaimana nyatanya bila ia telah menikah dan mengadopsi anak dari panti, kemudian hidup bahagia hingga membuat ia melupakan aku dan ibu, bagaimana bila prasangka ini adalah benar? atau bahkan ia telah memiliki putra atau putri kandungnya sendiri dari perempuan yang telah ia nikahi? tetapi apa untungnya jika dugaan ini benar? tetap tidak akan ada yang berubah, masa buram itu tak akan menjadi terang, sebab setiap dari kita tidak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah apa yang telah terjadi di masa depan.

BARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang