Penyelesaian-II

27 3 0
                                    

15 tahun yang lalu...

Hari ini Naira sangat cantik. Perempuan mungil dan manis itu didandani ibunya dengan mengenakan gaun putih mengembang di atas lutut dengan rambutnya yang tersanggul dan aksesoris yang tersemat di rambut hitam kilaunya. Ia juga memakai sepatu putih tulang pemberian ayah tersayangnya, Andra. Dan Lilis, ibunya Naira pun ikut berdandan hari ini karena ia akan mengantarkan sekaligus mendampingi Naira di acara tari yang di gelar di sekolah dasar Naira. Sedangkan ayahnya tidak bisa ikut bersama mereka dikarenakan harus menengok ibunya yang sedang berada di rumah sakit.

"Maaf ya sayang. Ayah enggak bisa nontonin kamu nari."

"Gak apa-apa, yah. Titip salam sama nenek ya, yah. Bilangin kalau Naira sayang nenek."

Andra mengusap pipi dan mencium kening anak perempuan semata wayangnya itu.

"Iya peri kecil, ayah. Nanti ayah sampein ke nenek, ya."

Gadis sepuluh tahun itu tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang grepes.

"Yaudah, yah. Aku sama Naira berangkat dulu, ya. Itu taksinya udah jemput." ujar Lilis seraya menyalami tangan suaminya dan diikuti oleh Naira.

"Iya, hati-hati ya, Bu."

"Salam sama Ibu. Maaf aku enggak bisa ikut kesana."

"Iya, nanti aku salamin. Udah cepet berangkat, nanti Naira telat."

***

Andra dengan langkah gusarnya menyusuri rumah sakit mencari ruangan di mana ibunya terbaring. Dan ia berhenti di depan kamar bernomor 20. Andra memasuki kamar itu dengan hati yang penuh khawatir. Ketika ia masuk, disana sudah ada beberapa orang, diantaranya kakaknya, Bunga dan orangtuanya dan juga satu orang laki-laki bersorban yang tidak Andra kenal sama sekali. Andra merasa heran, "mengapa Bunga dan orang tuanya ada disini juga?" ia bertanya-tanya dalam hati. Bunga adalah perempuan yang pernah di jodohkan dengan Andra.

"Bu, Andra sudah datang." ujar Arya, kakak kandung Andra.

Andra langsung mendekati ibunya yang terbaring lemah, ia menggenggam tangan ibunya.

"Bu, Andra disini." ucapnya dan tanpa sadar Andra menitikkan air mata.

"Andra," panggil ibunya susah payah.

Perempuan enam puluh tahun itu mengusap wajah Andra lembut.

"Andra, ibu ingin kamu menikahi Bunga." Ujarnya lemah dan serak. Namun, Andra masih bisa mendengarnya.

Andra sangat terkejut. Ia tidak menyangka kalau Ibunya yang sedang sekarat ini memiliki permintaan yang sangat membuat Andra ingin marah. Ibunya sama sekali tidak pernah menyerah untuk menjodohkan Andra, padahal Andra sudah menikah sebelas tahun lamanya dengan Lilis. Mata Andra merah menyala.

"Enggak bisa, bu. Ibu tahu sendiri Andra sudah bahagia dengan lilis dan Naira, anak Andra, cucu ibu."

"Ibu mohon, nak."

Andra sangat frustasi, dadanya sangat sesak. Ingin rasanya ia berteriak dan marah, namun tak mungkin ia lakukan saat ini. Ia menatap Bunga berharap ia membantu Andra menolak perjodohan ini, namun Bunga tak sama sekali berniat membuka mulut. Kemudian, Arya kakaknya Andra menepuk pundaknya, mengisyaratkan untuk keluar dari ruangan ini sebentar.

"Kak, saya enggak mungkin menikah lagi."

"Kakak tahu, Ndra. Tapi kamu lihat ibu, dia sekarat. Ini bisa jadi permintaan terakhirnya."

"Kenapa ibu enggak pernah nyerah untuk menjodohkan saya dengan Bunga, kak? Kenapa ibu enggak pernah bisa menerima lilis? Apa salah lilis? Saya enggak ngerti." tanya Andra penuh emosi dan frustasi.

BARA [END]Where stories live. Discover now