Desir Sukma

74 5 2
                                    

POV Naira

Pertemuan kemarin dengan Bima berhasil membuat aku bertanya-tanya. Mungkinkah Bima memiliki perasaan lebih daripada sekedar teman? Atau mungkin, perilakunya kemarin adalah caranya menunjukkan sikap kasih sayang kepada teman, seperti yang sering Nayla lakukan kepadaku? Aku bingung, tetapi yang jelas kini aku merasa sedikit canggung untuk menyapanya melalui pesan teks. Aku sedikit ragu untuk menghubunginya dan bertanya mengenai pertemuan kami hari ini. Ya, kemarin setelah ia mengantarkanku pulang, Bima mengajakku untuk bertemu lagi hari ini di sebuah kedai kopi. Kemarin ia bilang akan menjemputku, tetapi sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi Bima belum ada kabar, dan aku entah mengapa merasa ragu dan canggung untuk menghubunginya. Apa mungkin sebab pertemuan kami kemarin di studionya? Ah, gak mungkin! Gak mungkin aku memiliki perasaan yang lebih kepadanya. Tetapi jika benar, apa mungkin kini aku sedang jatuh cinta?

Seorang Naira jatuh cinta? Aku semakin tak percaya dengan perasaanku sendiri, sejak kapan seorang Naira memiliki rasa itu? Sejak kapan rasa cinta kembali hadir pada hatiku? Sejak kapan aku sudah tidak lagi menjadi perempuan yang memusuhi dunia? Sejak kapan aku mengizinkan orang lain hadir di duniaku? Benarkah jawabannya adalah sejak Bima hadir dihidupku? Aku semakin bingung dengan perasaanku sendiri, tetapi jika hal itu benar—mungkinkah, Bima memiliki perasaan yang sama sepertiku?

Tring

Gawaiku berdering, terdapat pesan teks disana. Aku membukanya.

"Naira, maaf ya. Aku gak bisa jemput kamu. Kalo kamu berangkat sendiri, bisa? Soalnya aku ada urusan sebentar. Sekitar jam sepuluhan aku janji udah disana, kamu tau kafe yang ku maksud, kan?"

Seketika aku mengela nafas dan menghempaskan tubuhku begitu saja ke atas ranjang. Aku sedikit kesal, sudah dari pukul tujuh aku bersiap dan berdandan untuk pergi bersamanya tetapi mengapa jadi seperti ini? Argh! Menyebalkan sekali! Kalau tau begini, aku tidak akan bangun pagi-pagi di hari minggu seperti ini. Sekarang masih pukul sembilan, tadi Bima bilang sekitar pukul sepuluh ia akan kesana, kalau begitu aku masih bisa sedikit berleha-leha dirumah.

Aku melepaskan tas dan flat shoes yang sudah kupakai. Aku memandangi diriku didepan cermin, betapa anggunnya aku hari ini, aku memakai dress berwarna biru muda dan untuk pertama kalinya aku mengurai rambutku dan terdapat aksesoris anting, kalung dan juga cincin yang melekat padaku hari ini. Aku semakin geli, aku semakin bingung dengan apa yang kulakukan, mengapa aku harus seantusias ini bertemu dengannya? Mengapa aku harus berdandan seperti ini hanya untuk bertemu dengannya? Pertemuan-pertemuan kemarin masih terasa biasa saja tetapi mengapa pertemuan hari ini aku ingin tampil beda? Apakah benar aku telah jatuh cinta?

"Argh! Gak mungkin!" kataku mendumal sendiri didepan cermin.

"Apa yang gak mungkin, Ra?" tanya Ibu diambang pintu kamarku.

"Ibu sejak kapan disitu?"

"Sejak kamu bilang gak mungkin." ujar ibu seraya mendekatiku.

Ibu memasuki kamarku dengan tersenyum-senyum, "Duh, cantik banget ya anak Ibu. Tumben dandan kayak begini. Pasti mau ketemu, Bima, ya?"

"Ih ibu apaan sih, aku cuma iseng kok dandan kayak gini."

"Oh ya? Duuuh, iseng aja cantik apalagi kalo gak iseng ya?" kata ibu menggodaku.

"Ibuuu, apaan sih."

Ibu tertawa, "Makan dulu gih baru berangkat."

"Iya Bu, Naira juga laper. Gara-gara nungguin Bima yang PHP."

"Udah gak usah sebel-sebel. Ayo turun, makan sama Ibu."

Aku menuruti ibu dan makan bersama ibu.

Saat jam telah menunjukkan pukul 09.45 barulah aku berangkat dengan memesan taksi online.

BARA [END]Where stories live. Discover now