Penyelesaian

30 3 0
                                    

POV Naira

Hidup memang penuh kejutan,
Terkadang bagai petasan yang dilemparkan anak-anak,
Tak jarang juga bagai ranjau yang ditanamkan oleh bala tentara.

Hidup memang penuh lika-liku,
Terkadang bagai tikungan di gang sempit,
Tak jarang juga bagai tikungan di tepi jurang.

Hidup memang tentang perjalanan,
Terkadang bagai bayi yang tertatih dan sering terjatuh,
Tak jarang juga bagai orang dewasa yang sempoyongan lalu terjatuh.

Hidup memang tentang mengikhlaskan,
Terkadang bagai balita yang kekurangan kasih sayang,
Tak jarang juga bagai orangtua yang kehilangan kasih sayang.

"Apakah mungkin, hidup juga tentang penyesalan?" tanyaku kepada ibu yang sedang memotong bawang untuk bumbu sayur kangkung.

"Hidup selalu memberikan banyak pelajaran, Naira. Salah satunya penyesalan itu. Setiap manusia pasti punya penyesalan, karena setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Ya, hidup juga tentang penyesalan, tetapi bukankah hidup juga perlu berlanjut?" terang ibu kepadaku.

"Tapi, Bu. Bukankah hidup akan terasa berat, jika terdapat penyesalan yang besar?"

"Iya, tapi manusia juga 'kan punya hati. Jadi yang menyesal sudah seharusnya meminta maaf."

"Kalau enggak dimaafin?"

"Setidaknya sudah bisa mengurangi sedikit rasa bersalahnya, Naira."

Aku sedikit merenung. Mengingat bahwa aku belum bisa memaafkan Bima. Apakah aku telah jahat kepadanya? Jika aku tidak bisa memaafkannya, bagaimana Bima bisa menjalani hari dengan baik?

"Naira, itu tempenya gosong." kata ibu setengah berteriak.

"Astaghfirullahaladzim." Aku langsung mengangkat tempe itu dari kuali dan menaruhnya di piring.

"Kamu lagi mikirin apa sih? tentang yang tadi? Jangan-jangan kamu lagi ada masalah ya dengan Nayla atau dengan Bima? Iya?"

"Ee, enggak, Bu. Gpp kok, cuma kurang fokus aja."

"Ya, enggak fokus itu karena ada yang lagi di fikirin, Naira."

"Enggak, Bu. Bukan apa-apa kok."

"Kalau ada masalah itu cerita, jangan di tanggung sendiri. Kamu itu hidup enggak sendirian, Naira. Ada ibu disini. Apa gunanya ibu disini kalau kamu enggak mau ngebagi masalah kamu ke ibu."

"Iya, Bu."

"Sekarang ibu tanya lagi. Kamu ada masalah apa?"

"Eee..makan dulu yuk, Bu. Naira udah laper." ujarku menyeringai.

Ibu menghela nafas sedikit kesal, namun ia menuruti permintaanku.

***

Setelah selesai makan ibu menatapku lekat, seakan memberi isyarat untuk aku mulai bercerita.

"Eee, Bu. Naira enggak kenapa-napa kok. Serius deh."

"Naira-" Ibu sedikit memelototiku.

"Bima mau datang, Bu." ujarku kemudian. Air muka ibu seketika berubah semringah.

"Oh ya? Ibu udah lama gak lihat dia, kayaknya udah sekitar semingguan deh, Ra. Bima sibuk sama kerjaannya, ya?"

"Eem iya, mungkin gitu, Bu."

"Kamu enggak ada masalah sama Bima, 'kan?"

"Eee, nanti Bima mau datang sama Ibunya." ujarku tak mengacuhkan pertanyaan Ibu.

BARA [END]Where stories live. Discover now