Desa

247 70 54
                                    

Aku merenungimu.

Kau merenungiku

Kita saling bermenung.

Lalu bersama-sama menghilang dalam kekosongan.

>-------000-------<

Aku ditinggalkan penuh kebosanan. Di rumah mungil hangat sendirian, bersama sekumpulan Wolsbane di sepanjang pagar tentunya. Rasanya...seperti penjara. Membuka jendela pun tak bisa akibat tanaman sialan itu.

Nenek Farida sudah pergi ke desa sejak pagi dan aku tak tahu harus apa selama di rumah. Seharusnya aku pergi memantau pack di lembah, tapi aku sudah berjanji untuk tak pergi hari ini. Sungguh, ini hal yang membosankan. Aku rindu menghirup udara pagi, seharusnya bisa kulakukan jika tak ada Wolfsbane.

Oh ya, aku ingat. Nenek Farida memberiku pesan kalau di tempat penyimpanan makanan masih ada sisa daging untuk dimakan. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menuju tempat itu sambil mengendus-endus setiap penjuru ruangan.

Penciuman tajamku cukup membantu. Aku mengedus sebuah kotak besar ditempat yang dingin. Walau sedikit bercampur aroma es, tapi aku bisa mencium bau daging di sana.

Aku membuka kotak itu dan benar saja, terdapat potongan besar daging. Aku mengendusnya sekali lagi sebelum membawanya pergi. Hmm...begitu lezat dan menggoda.

Aku duduk di meja makan dekat dapur dan langsung melahapnya. Bisa dibilang...cara beringasku sedikit berkurang setelah beberapa kali makan bersama manusia.

Tapi selagi tak ada siapa-siapa di rumah, aku bisa memakan daging itu mentah-mentah tanpa takut ketahuan. Rasanya begitu dingin dan...empuk. Aroma darah yang beku benar-benar membangkitkan selera.

Aku menjilati jemariku setelah makananku habis, lalu bersendawa lirih. Setelah itu, kuteguk minumanku langsung dari pocinya.

Yah, tinggal di rumah manusia rasanya tidak terlalu buruk. Tapi jika ada nenek Farida, mungkin aku takan melakukannya.

"Irina! Irina!"

Aku segera mendekati jendela dan membuka tirai untuk melihat siapa yang memanggilku siang bolong begini.

"Irina, apa kau di dalam?"

Keningku berkerut saat kulihat sosok Serigala berdiri dengan menjaga jarak dari pagar. "Ethan?"

Aku segera mengambil jubah merahku agar tak kedinginan saat keluar. Seperti biasa, aku menahan napas saat melewati pagar. Dengan langkah dan gerakan cepat, aku mendekati Ethan yang posisinya tak terlalu jauh.

"Ah, kau pernah bilang kalau kau tinggal di rumah yang dikelilingi Wolfsbane. Aku mencarinya dan akhirnya ketemu," ujarnya, masih menatap rumah kayu di belakangku.

"Sedang apa kau di sini?" tanyaku, merasa terusik.

"Untuk melihat langsung tempat tinggal barumu."

"Aku tak suka dimata-matai!" desisku saat menangkap maksud lain dari matanya.

"Ya, aku tahu. Tapi aku mendapat perintah dari tuan Aldric."

"Kau jarang muncul dengan wujud manusiamu di hadapanku. Yah, kudengar kau juga tinggal bersama manusia tua yang memberimu makan enak dan pakaian. Itu tidak buruk."

Kini muncul sosok serigala lain dengan postur lebih besar, kuat dan kokoh. Mataku menatapnya nanar saat merasakan jantungku yang seperti mencelos ke bawah.

"Kau bahkan membawa tuanmu kemari?" desisku pada Ethan tanpa memalingkan pandanganku dari Aldric.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ikut aku!" ajaknya dengan suara yang tenang.

ScarletWhere stories live. Discover now