Menyendiri

172 44 4
                                    

Setelah memuaskan dahagaku di sungai, aku memutuskan melanjutkan perjalan ke sebuah bukit batu tertinggi di utara. Jaraknya sudah dekat untuk menuju kaki bukit. Tak berapa lama, aku berlari memanjat dengan semangat agar cepat sampai.

Akhirnya aku sampai di atas setelah melakukan perjalanan selama lima hari menuju bukit ini. Pemandangan hutan pinus terhampar di bawah sana. Aku bahkan bisa melihat menara ibukota di kejauhan dari sini. Kutekuk kakiku untuk duduk dan menikmati pemandangan yang tersaji sekaligus melepas lelah.

Udara dingin yang jernih sedikit menenangkan pikiranku. Dengan nyaman, aku meringkuk untuk beristirahat.

"Mulai sekarang, takan ada yang menggangguku, kan?" gumamku dalam hati.

Saat ini, aku menganggap diriku Rogue. Fakta itu melegakan napasku yang berarti aku tak terikat apa pun. Seharusnya itu bagus untuk melupakan semua masalahku. Takan ada serigala dan juga pemburu yang mengejarku.

Namun nyatanya tidak semudah itu. Pribadiku sebagai Beta menuntutku untuk memikirkan semuanya. Aku yang terbiasa mengurusi masalah pack, rasanya begitu tak nyaman berada dalam situasi menganggur seperti ini.

Semakin banyak aku terdiam, semakin gigih otakku untuk memikirkannya. Perang batin bergolak dalam diriku dan membuatku pening. Pelarianku terasa seperti sia-sia dan membuang-buang waktu, tapi...mari coba seberapa lama aku bertahan untuk mangkir dari masalah meskipun aku tahu ini takan menyelesaikan apa pun.

Ah sial, aku benar-benar ingin lepas dari semua beban ini.

.

Hari demi hari berganti. Satu pekan pun terlewati di bukit ini. Aku mulai terbiasa sendirian. Aktivitasku sehari-hari pun hanya tidur dan berburu saat lapar. Jujur saja, itu sedikit mengobati luka hatiku akibat cemburu yang kutahan pada minggu lalu, tapi aku juga tidak bisa memungkiri bahwa aku sebenarnya...kesepian.

Hatiku kini berada di ambang kerinduan yang hampa. Muncul pesimis dalam benakku untuk berharap. Walau aku sudah menitipkan pesan pada Clay untuk Alan, tapi aku tahu ia akan tetap mencariku seperti memburu buronan.

Perang batin bergolak lagi. Dua sisiku saling berargumen dan membuatku gelisah. Aku merindukannya, tapi aku tak ingin ia mencariku. Satu sisi aku senang jika ia memang mencariku, tapi di sisi lain kedatangannya justru akan menambah masalahku.

Tolong biarkan aku tenang di tempat ini! Hati dan pikiranku menjerit.

Aku mengangkat kepala saat kudengar langkah kaki mendekat. Kepalaku kembali tergeletak dalam ringkukan saat kutahu bahwa yang datang adalah serigala putih bermata biru yang menawan. Aku sadar akhir-akhir ini memang lebih banyak tidur, jadi wajar jika dewa sialan itu bisa mengunjungiku kapan saja.

Aku tetap bergeming dan enggan menyapa saat ia sampai tepat di hadapanku. Masih dengan sikap tak acuhku, karena setiap bertemu dengannya lelahku tak pernah sembuh.

"Pergi jauh takan menyelesaikan masalahmu," ujarnya.

Aku enggan menyahut, tapi hatiku berkata, "Tanpa kau katakan, aku juga tahu."

"Kuperintahkan kau untuk menyempurnakan penyatuanmu dan melahirkan keturunan. Apa itu terlalu berat untukmu?"

Lisanku masih membisu, enggan untuk menyahut. Tak peduli jika sikapku ia anggap tak sopan atau tak menghormatinya, aku benar-benar lelah dengannya.

Serigala itu mengitariku dan menatapku tajam. "Tidakkah kau menginginkan sentuhannya?" bisiknya, mencoba untuk mempengaruhiku.

"Kau cemburu melihat pasanganmu menyentuh wanita lain, tapi kau sendiri enggan melakukannya dan sekarang, kau bertingkah seolah kau yang paling tersakiti," lanjutnya.

ScarletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang