Mantan Kekasih

176 38 14
                                    

Alan masih diliputi gairahnya. Desahanku mengudara seiring geraman panas ketika hasratnya terpuaskan. Napas kami terengah dalam keheningan setelahnya. Aroma dari Feromon-nya masih menyelimuti suasana panas di antara kami.

Ini adalah ke tiga kalinya kami bercinta secara sadar, di tempat terbuka yang sepi. Bibir kami saling memagut untuk terakhir kalinya setelah usai.

Seperti dugaanku, begitu kami melakukan penyatuan, maka akan ada penyatuan berikutnya. Namun satu-satunya yang tak kuduga adalah aku merasa senang. Kupikir aku akan semakin terbebani setelah melakukan penyatuan.

"Tolong jangan berubah dulu," pintanya setelah mengubah posisi. "Biarkan seperti ini sebentar saja. Aku ingin mendekapmu lebih lama."

Kedua tangannya melingkar sempurna di tubuhku. Alan mendekapku sangat erat, masih dengan tubuh telanjang kami di bawah jubah merahku yang kini dijadikan selimut darurat. Aku tahu dia sangat menyukai wujud manusiaku, padahal aku sudah benar-benar kedinginan di atas hamparan salju.

Hari ini ia tampak gelisah. Saat kami melakukan rapat mengenai kerja sama dengan Rogue tadi pagi, ia memang sudah terlihat aneh. Seperti...menahan marah dan juga sedih. Tak perlu bahasan panjang, dia seperti sudah tahu rencana yang pernah kubahas bersama Clay kemarin malam--dengan membaca pikiranku tentunya.

"Sepertinya...suasana hatimu sedang tidak bagus. Ada apa?" tanyaku.

Aku bisa saja membaca pikirannya, tapi saat ini aku lebih ingin mendengar penuturannya.

"Saat aku bersama Julia semalam, aku tahu kau ada di depan pintu," ucapnya. "Kupikir kau akan menerobos masuk dan menginterupsi perbuatanku."

Aku diam sejenak, sedikit kesal. Setelah bercinta denganku ia malah membicarakan Omega-nya. Namun aku memilih untuk mendengarkannya lebih dulu.

"Lalu?"

"Sepertinya...aku mengatakan sesuatu yang salah padamu."

Keningku berkerut. "Apa yang salah?"

Alan memandangku sendu dan membelai wajahku. Tatapanya berhenti tepat di bibirku seraya membelainya lembut dengan ibu jarinya. "Kau banyak berubah."

Aku semakin sebal karena ia bertele-tele di waktu yang singkat ini. Jadi aku terpaksa menerobos masuk ke dalam pikirannya. Kulihat ia begitu mencemaskan sesuatu, lebih tepatnya ia sedih karena...aku?

"Apa yang sudah kuperbuat padamu sampai kau sesedih itu? Aku ada di sisimu tapi kau seperti kehilangan diriku. Apa maksudnya?"

Mendengar hal itu, ia menyadari bahwa aku tengah membaca pikirannya. "Bisakah kau tak membaca pikiranku kali ini?"

"Aku tidak sabar menunggu kalimatmu." Kutarik lagi diriku dari pikirannya. "Maaf."

"Apa kau sudah tak cemburu lagi melihatku bersama Julia?" Kali ini ia berbicara terus terang.

"Seperti katamu, kau memiliki hak untuk menyentuh wanita lain. Aku tak bisa mengganggu kesenanganmu dan merusak semuanya hanya karena kecemburuanku. Kau juga sudah menegaskan bahwa, walaupun kau bercumbu dengan yang lain, tapi kau hanya akan bercinta denganku," jawabku tenang.

Terutama setelah aku membaca pikirannya saat itu, meski cemburu atas apa yang kulihat, tapi aku tak khawatir karena ia memang tak pernah berniat untuk menyentuh pelayannya melebihi batas.

"Seharusnya aku tak pernah mengatakan hal itu padamu." Ekspresinya begitu datar dan matanya dipenuhi penyesalan.

"Jika kau tak mengatakannya, aku pasti akan selalu kesal dengan tindakanmu tanpa tahu apa-apa. Itu membuatku merasa...bersalah. Saat aku memutuskan untuk pergi waktu itu, sungguh aku merasa bodoh. Aku tak seharusnya meninggalkanmu hanya karena cemburu." Aku menatapnya lekat, berusaha untuk jujur. "Maaf aku telah membaca pikiranmu saat kau bersama Julia semalam."

Scarletजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें