Lolongan Terakhir

195 40 22
                                    

Aku menangis atas ketakberdayaanku. Perasaan carut-marut dengan hati yang hancur. Semua meluap dan menenggelamkanku seperti gelombang pasang. Aku meraung untuk kesekian kalinya, berharap pertolongan akan datang. Jika bukan padaku, setidaknya pada anak-anakku.

Saat ini aku hanya bisa menggantungkan harapanku pada Moon Goddess. Ia sangat menginginkan anak itu, seharusnya dewa itu tidak akan membiarkan para pemburu melakukan sesuatu pada mereka, kan?

Aku juga sangat mengharapkan kekuatan Alan untuk melindungi semuanya termasuk anak-anaknya. Ya, saat ini aku hanya bisa berharap di tengah kobaran rasa cemasku.

Waktu pun berlalu. Perlahan tapi pasti, aku merasakan pergerakan kulit perutku yang robek. Sepertinya...kekuatanku berangsur kembali. Ada sensasi menggelitik saat kulitku memperbaiki dirinya dan perlahan merapat secara ajaib. Aku termenung dengan perasaan sedikit lega.

Ya, kuharap aku tak kehabisan waktu sampai kekuatanku kembali sepenuhnya. Kini tinggal memikirkan cara bagaimana untuk lepas dari rantai ini saat gelang itu masih terpasang. Selama aku tak bisa mengubah wujud, aku tak bisa melakukan apa pun.

Inderaku juga kembali menajam, seperti penampungan air yang perlahan terisi setelah dikuras lama. Aku hanya perlu bersabar sambil berharap semuanya belum terlambat.

Kudengar langkah kaki yang mendekat. Suaranya terdengar tertatih diiringi engahan napas yang tersendat. Sesekali pekikan terdengar lirih layaknya binatang yang sekarat. Mataku tertuju ke arah pintu, menantikan sosok yang mungkin akan muncul di sana.

Dan benar saja, seorang wanita dengan jubah merah kini menatapku tajam dan juga tampak kesakitan. Pandanganku tak kalah tajam ke arahnya. Emosiku melejit seketika saat mendapati sosok Julia.

"Irina." Ia tak lagi memanggilku nyonya. "Jika bukan karena-"

"Dimana anakku?" sergahku. Aku tak ingin mendengar alasan apa pun darinya. "Cepat kembalikan anak-anakku, sialan!"

Julia tertawa getir dengan napas berat. Aku bisa mencium bau darah darinya yang sepertinya luka itu tak kunjung sembuh. "Mereka membawanya pergi."

"Sebenarnya apa tujuanmu? Alan mempercayaimu dan kau menikamnya dari belakang?"

"Mereka menjanjikan kematianmu! Seharusnya kau sadar jika semua ini karena kehadiranmu?"

"Dari awal mereka mengincar Alan. Ada tidaknya kehadiranku itu tak mengubah tujuan mereka!"

Julia terperanjat. Sangat terlihat jelas bahwa ia tak mengetahui hal itu. "Tidak mungkin. Yang mereka cari adalah kau!"

Aku tertawa geram melihat ekspresi bodohnya. "Jika tidak tahu apa-apa, bukankah lebih baik diam saja di rumah sambil melayani tuanmu dengan setia?"

"Walau aku melayanimu, tapi aku tak pernah menganggapmu sebagai tuanku."

"Aku tahu. Tapi setidaknya jangan khianati Alpha yang sudah kau layani puluhan tahun!" Emosiku melesat tajam, tapi tubuh ini masih sulit untuk mengimbangi amaraku. "Sekarang katakan, apa kau membocorkan segala informasi pack pada mereka?"

Julia terdiam, tapi sorot matanya mengiyakan. Ia tertunduk lesu seperti menyembunyikan penyesalannya. Sesaat kemudian, ia meringis seperti menahan sakit. Penciumanku langsung menangkap aroma yang sedari tadi menggangguku. Bau darah yang tercampur dengan aroma perak.

"Meskipun kau menginginkan kematianku, tapi setidaknya kau harus berusaha menyelamatkan anak-anak dari tuanmu, kan? Lihat!" Aku tersenyum mengejek. "Kau bahkan tidak bisa apa-apa saat mereka menembakmu, padahal itu bukam bagian yang fatal. Seharusnya kau sadar seberapa rendah levelmu sebelum kau berusaha menyingkirkanku."

ScarletWhere stories live. Discover now