Berdamai

179 55 18
                                    

Kau sudah beranjak dari hatiku

Aku merasa seperti diriku lagi

Dalam kehidupan yang singkat ini

Tak ada waktu lagi untuk menyerah

Cintaku tidaklah cukup

>-------000-------<

"Kau...menyerapahinya dalam hati? Sungguh?" Aldric masih mematung. "Sejak kapan?"

Aku memutar bola mata untuk mengingat. "Entahlah, sepertinya sudah lama." Ya, mana mungkin aku bilang kalau patah hati membuatku menyerapahi semua keputusan Moon Goddess.

"Irina, aku mengenalmu sejak lama. Sikap optimismu yang membuatmu sebagai penyemangatku, bahkan saat aku hampir putus asa waktu itu. Kau masih ingat, kan? Selain itu, kau juga bukan sosok pemarah yang mudah mengeluh. Itu...membutmu menarik di mataku." Ia menatapku lama. "Yah, aku memang tak memiliki kemampuan untuk membaca hati, tapi...jujur saja, aku selalu membaca pikiranmu tanpa kau sadari. Pikiranmu begitu jernih, itulah kenapa aku tak percaya saat kudengar kau hendak melakukan kudeta. Aku tahu kau tak pernah berpikir untuk menggulingkan kekuasaanku sampai akhirnya aku paham sumber amarahmu berasal dari rasa cemburu dan iri dalam hatimu. Tapi aku tak tahu kalau kau sampai menyerapahi keputusan Moon Goddess."

Aku terkesiap seketika atas pengakuannya. Tak menyangka bahwa ternyata...ia membaca pikiranku tanpa ijin.

"Seperti dugaanku, kau pasti kaget mendengarnya. Mungkin saat ini kau akan menganggapku bersikap lancang, tapi-"

"Jadi...selama ini kau tahu bahwa aku selalu memikirkanmu dan kau diam saja?" potongku mulai kesal. Bukan hanya lancang, tapi aku sudah dibuat malu. "Kau tahu aku selalu membayangkan bagaimana rasanya menjadi pasanganmu dan kau memilih pura-pura tidak tahu?"

"Lalu aku harus apa? Kau bukan takdirku walau kau menyimpan rasa padaku. Bukankah akan lebih baik jika aku tak menanggapi perasaanmu dari awal? Kau akan lebih kecewa saat aku menerima cintamu tapi malah bersanding dengan wanita lain."

Aku terdiam. Ucapannya memang benar, akan lebih menyakitkan jika Aldric merespon perasaanku namun pada akhirnya memilih Olivia.

"Ya." Aku manggut-manggut sedih mengingat hal itu. "Ya, kau benar. Kau mengambil keputusan yang bagus dengan membuat cintaku bertepuk sebelah tangan. Kau...memang bijak."

"Bolehkah aku mengungkapkan sesuatu?"

"Katakan saja. Aku akan mendengarkannya walau itu makian."

"Aku mencintai Olivia."

Aku terkesima untuk ke sekian kalinya. Kenapa dia mengatakan hal-hal yang sudah kutahu? Apa dia berusaha mendorongku menjauh? Soal itu, seharusnya ia tak perlu khawatir. Perasaanku padanya juga sudah pudar walau masih sedikit membekas.

"Ya, aku tahu itu," sahutku.

"Tapi aku tak ingin kau pergi, karena itulah aku memberimu masa penangguhan agar tetap menjadi Beta Lunar Pack."

"Kau sudah mengatakannya waktu itu dan keputusanku takan berubah walau-"

"Kau memiliki sebagian kecil hatiku," pungkasnya yang membuatku syok. "Seperti ada yang hilang saat kau tak di sini."

"Aldric, berhati-hatilah dengan ucapanmu. Kau akan dianggap mengkhianati Olivia."

"Setidaknya kau perlu tahu."

"Olivia adalah wanita yang baik. Jangan usik akhir bahagianya bersamamu. Aku pun...akan mencari akhir bahagiaku sendiri."

"Ya, aku tahu." Aldric maju satu langkah. "Maafkan aku."

ScarletWhere stories live. Discover now